[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Sistem Tanam Vertikultur bagi Tanaman Organik (blog.umy.ac.id)"][/caption]
Pada saat ini, lahan di perkotaan sudah mulai terbatas, sehingga masyarakat di perkotaan mulai kekurangan ruang untuk bersentuhan dengan budidaya pertanian. Maka dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin meningkat, diciptakan sistem inovasi pertanian baru dengan pola tanam ke atas yaitu vertikultur. Sistem budidaya pertanian secara vertikal atau bertingkat ini merupakan konsep penghijauan yang cocok untuk daerah dengan lahan terbatas. Misalnya, lahan 1 meter mungkin hanya bisa untuk menanam 5 batang tanaman, dengan sistem vertikal bisa untuk 20 batang tanaman.  Sementara itu, vertikultur organik adalah budidaya tanaman secara vertikal dengan menggunakan sarana media tanam, pupuk, dan pestisida yang berasal dari bahan organik non kimiawi. Tanaman organik yang dapat dibudidayakan dan sesuai dengan sistem vertikultur adalah jenis tanaman sayur-sayuran dan tanaman obat-obatan yang memiliki perakaran yang dangkal dan memiliki berat yang relatif ringan sehingga tidak akan terlalu membebani media tanam vertikultur pada pertumbuhan tanaman tersebut.
Vertikultur diserap dari bahasa Inggris yang berasal dari kata vertical dan culture yang artinya, teknik budidaya tanaman secara vertikal diruang sempit dengan memanfaatkan bidang sebagai tempat bercocok tanam, sehingga penanamannya menggunakan sistem budidaya pertanian secara bertingkat baik indoor maupun outdoor. Tujuan utama aplikasi teknik vertikultur adalah memanfaatkan lahan sempit seoptimal mungkin (Agus Andoko, 2004).
Tidak semua tanaman dapat dibudidayakan dengan prinsip kerja penanaman secara vertikultur. Menurut Soeparwan Soeleman dan Donor Rahayu, dalam bukunya Halaman Organik(2013), vertikultur untuk tanaman hias pendekatannya agak berbeda dengan vertikultur tanaman produktif. Karena tanaman produktif mengutamakan faktor jangkauan untuk memudahkan proses merawat dan memanen. Jika harus membuat vertikultur yang tidak terjangkau, area tersebut disarankan untuk kebutuhan tanaman herbal usia panjang atau tanaman hias. Satu hal penting untuk menentukan lokasi vertikultur yaitu pilih lokasi yang mendapatkan cahaya matahari yang cukup, khususnya matahari pada pagi hari. Untuk vertikultur yang dapat dipindah-pindahkan biasanya cara pemasangannya tidak disandarkan di tembok, tetapi berdiri sendiri(free stand), seperti penggunaan pipa paralon atau bahan lainnya.
Tujuan dari teknik penanaman secara vertikultur menurut Badan Penyuluhan Departemen Pertanian (Deptan) Kab.Ponorogo yakni untuk memanfaatkan lahan sempit yang tidak produktif menjadi lahan sempit yang produktif dengan aplikasi vertikultur, menghemat pengeluaran dengan cara memiliki tanaman sayuran sendiri, menambah nilai estetika lahan pekarangan, dan dapat sebagai variasi pelengkap tiang rumah utama. Model, bahan, ukuran, wadah vertikultur sangat banyak, tinggal disesuaikan dengan kondisi dan keinginan pribadi. Pada umumnya adalah berbentuk persegi panjang, segi tiga, atau dibentuk mirip anak tangga, dengan beberapa undak-undakan atau sejumlah rak. Bahan dapat berupa bambu atau pipa paralon, kaleng bekas, bahkan lembaran karung beras sekalipun, karena salah satu filosofi dari vertikultur adalah memanfaatkan benda-benda bekas di sekitar kita. Persyaratan vertikultur adalah kuat dan mudah dipindah-pindahkan. Tanaman yang akan ditanam sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan dan memiliki nilai ekonomis tinggi, berumur pendek, dan berakar pendek. Tanaman sayuran yang sering dibudidayakan secara vertikultur antara lain selada, kangkung, bayam, katuk, kemangi, tomat, pare, kacang panjang, mentimun dan tanaman sayuran lainnya. Untuk tujuan komersial, pengembangan vertikultur ini perlu dipertimbangkan aspek ekonomisnya agar biaya produksi jangan sampai melebihi pendapatan dari hasil penjualan tanaman. Sedangkan untuk hobi, vertikultur dapat dijadikan sebagai media kreativitas dan memperoleh panenan yang sehat dan berkualitas. Namun, terdapat pula tiga aspek yang harus dipersiapkan dalam budidaya tanaman organik secara vertikultur, yaitu: pembuatan paralon vertikultur, penyiapan dan penggunaan pupuk organik, serta penanaman dan pemeliharaan. Media tanam merupakan tempat tumbuhnya tanaman untuk menunjang perakaran. Dari media tanam inilah tanaman menyerap makanan berupa unsur hara melalui akarnya. Media tanam yang digunakan adalah campuran antara tanah, pupuk kompos, dan sekam. Setelah semua bahan terkumpul, dilakukan pencampuran hingga merata. Tanah memiliki kemampuan untuk mengikat unsur hara, dan melalui air unsur hara dapat diserap oleh akar tanaman. Sekam berfungsi untuk menampung air di dalam tanah sedangkan kompos menjamin tersedianya bahan penting yang akan diuraikan menjadi unsur hara yang diperlukan tanaman. Campuran media tanam kemudian dimasukkan ke dalam paralon yang telah dibuat atau bambu hingga penuh. Sebelumnya wadah tersebut juga harus diberi lubang-lubang kecil pada bagian-bagiannya maksimal 10 lubang. Untuk memastikan tidak ada ruang kosong, dapat digunakan bambu kecil atau kayu untuk mendorong tanah hingga ke dasar wadah. Media tanam di dalam bambu diusahakan agar tidak terlalu padat supaya air mudah mengalir dan akar tanaman tidak kesulitan bernafas, sehingga ruang tidak terlalu renggang dan ada keleluasaan dalam mempertahankan air dan menjaga kelembaban. Bibit tanaman yang dipindahkan ke wadah vertikultur harus berumur lebih dari satu bulan dan sudah memiliki akar-akar halus. Karena hanya memiliki total maksimal sebanyak 10 lubang tanam dari sebuah pipa baralon atau bambu, maka cukup leluasa untuk memilih 10 bibit terbaik. Sebelum bibit-bibit ditanam di wadah bambu, terlebih dahulu menyiramkan air ke dalamnya, ditandai dengan menetesnya air keluar dari lubang-lubang tanam. Setelah cukup, baru mulai menanam bibit satu demi satu. Semua bagian akar dari setiap bibit harus masuk ke dalam tanah. Setiap jenis bibit dikelompokkan di wadah terpisah. Tanaman juga memerlukan perawatan, seperti halnya makhluk hidup yang lain. Selain penyiraman dilakukan setiap hari juga perlu pemupukan, dan juga pengendalian hama penyakit. Sebaiknya pupuk yang digunakan adalah pupuk organik seperti pupuk kompos dan pupuk kandang. Pemanenan sayuran biasanya dilakukan dengan cara akar yang dicabut seperti pada tanaman sayuran yakni sawi, bayam, seledri, kemangi, selada, kangkung dan sebagainya.  Apabila kita punya tanaman sendiri dan dikonsumsi sendiri akan lebih menghemat apabila panen dilakukan dengan mengambil daunnya saja. Dengan cara tersebut tanaman sayuran bisa bertahan lebih lama dan bisa panen berulang-ulang. Dari hal-hal tersebut dapat diketahui bahwa tidak selamanya hidup di perkotaan yang memiliki lahan terbatas, juga dapat membatasi seseorang untuk mengembangkan minatnya dalam bidang budidaya pertanian khususnya pada tanaman organik. Dengan adanya inovasi sistem pertanian terbaru seperti sistem tanam vertikultur ini, siapapun dapat melakukannya tanpa perlu menghabiskan banyak uang, waktu dan tenaga, dalam pemeliharaan tanaman organik tersebut. Belum lagi, sistem ini juga dapat menghemat kapasitas persediaan air, karena pemakaian air yang digunakan hanya sedikit dalam suatu wadah. Oleh Yesica Lenaria Manurung Mahasiswi Program Keahlian Komunikasi Diploma Institut Pertanian Bogor
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H