Sejalan dengan beriringnya waktu, aku tidak pernah menyadari bahwa aku memiliki kekurangan di bagian penglihatanku. Memang beberapa bulan yang lalu penglihatanku agak buram saat cahaya berkurang atau saat sore menjelang petang hari dan aku berpikir positif bahwa aku mungkin sedang kelelahan saat itu. Lalu kurasakan mataku kian lama kian buram di saat siang hari pun demikian. Lalu aku memeriksakan mataku ke sebuah optik. Dan dari situ mataku divonis rabun jauh min ¾ kanan dan kiri. Hal ini saja sudah membuatku merasa aku tidak bisa menjalani hidup dengan normal lagi. Aku akan menggunakan kacamata pikirku. Walaupun saat itu aku mempunyai mata min, dan sudah membeli kacamata namun aku seringkali malas memakai kacamata karena mengganggu saat aku berkendara dengan motorku. Bagi orang yang sebelumnya tidak memakai kacamata pasti hal itu membuat kita tidak terbiasa, apalagi di saat terlalu lama menggunakan kacamata akan membuat mata kita cepat lelah.
Mataku yang rabun jauh masih bisa aku toleransi dan aku menganggap hal itu wajar karena memang rutinitas pekerjaaanku seringkali menuntut aku untuk selalu berhubungan dengan data di depan layar monitor komputer. Mungkin ini efek samping dari pekerjaanku, ini pikirku. Hal itu bukan masalah bagi diriku, sampai kemarin aku melihat gambar-gambar tes buta warna “ishikawa” di layar komputer supervisorku yang kebetulan duduk di sebelahku. Aku melihat gambar-gambar tersebut, yang kebanyakan mempunyai bentuk bulatan-bulatan warna kecil dan di dalamnya terbentuk gambar dan angka. Supervisorku mempunyai mata yang buta warna, dan dia berkata bahwa itu disebabkan dari keturunan bukan dari penyakit atau kelainan yang lain. Aku terhenyak di saat aku mencoba melakukan tes terhadap kedua mataku. Aku melihat video tes buta warna yang distreaming oleh supervisorku saat itu, dan aku tidak dapat menemukan angka-angka dalam bulatan-bulatan kecil tersebut. Setidaknya hanya beberapa angka yang dapat aku lihat. Saat aku melihat bentuk-bentuk yang tersembunyi dalam bulatan-bulatan warna tersebut, aku hanya dapat melihat beberapa bentuk dalam satu gambar, bahkan kadang hanya menemukan satu bentuk dari sebuah gambar yang seharusnya terdapat tiga bentuk di dalamnya (Kotak, Lingkaran, Bintang).
Hal ini membuatku makin penasaran dan apakah aku juga menderita buta warna seperti yang dialami oleh supervisorku. Aku mencoba menanyakan gambar-gambar tersebut ke teman-teman kantor yang lain, mereka semua bisa menjawabnya dengan tepat. Dari situlah aku yakin bahwa aku sebenarnya buta warna parsial, dan aku baru menyadarinya setelah 24 tahun kehidupanku. Aku lalu mereview pengalaman-pengalamanku yang selama ini kulalui, aku memang kadang-kadang susah membedakan warna dengan gradasi yang mendekati warna aslinya, misalnya ungu dengan biru tua, coklat tua dengan hitam, abu-abu dengan pink, kuning tua dengan hijau, dsb. Lalu aku pernah mengajukan pembuatan SIM A, dan saat dilakukan tes oleh dokter dari kepolisian pun saat itu aku kesusahan melihat angka yang terkandung dalam gambar bulatan-bulatan warna, saat itu pun aku masih belum menyadari dan aku berasumsi mataku silau saat itu sehingga tidak dapat melihat angka-angka tersebut. Dari review itulah pikiranku menyimpulkan bahwa aku mempunyai mata dengan buta warna parsial. Buta warna parsial adalah buta warna yang membuat kita tidak bisa mengenali beberapa warna, sehingga kalian jangan beranggapan bahwa buta warna adalah keadaan dimana mata hanya melihat hitam dan putih. Hal ini salah besar, seperti anggapanku dahulu kala. Kini aku baru menyadari dan mulai mempelajari dari internetbahwa buta warna parsial merupakan keturunan genetik bukan dikarenakan suatu penyakit atau kebiasaan, hal ini bahkan bisa terjadi dari keturunan jauh yang bukan dari ayah atau ibu, misalnya kakek menurunkan ke cucu, kakek buyut menurunkan kepada cucu, dsb. Aku mengalami hal ini sendiri, ayah dan ibuku tidak menderita buta warna parsial tapi aku bisa menderitanya dan kemungkinan dari garis keturunan di atas ayah atau ibuku. Buta warna parsial diderita sejak lahir, bukan dari seiring waktu dan hal ini tidak ada obatnya.
Satu hal yang aku syukuri adalah bahw aku saat ini bekerja di bidang accounting yang tidak begitu mementingkan pembedaan dan pembacaan warna seperti kemampuan mata yang harus dimiliki oleh profesi dokter, militer, dan lainnya. Dan saat job interview selama ini pun aku tidak pernah diminta melakukan tes buta warna karena memang bidang accounting tidak begitu memerlukan hal ini. Lain halnya jika teman-teman ingin masuk di dunia kedokteran dan militer, yang pastinya kalian akan diminta menjalani tes buta warna.
Teman, satu nasehat untuk kalian…Lakukanlah tes buta warna sekarang juga, sehingga kalian bisa melakukan planning terhadap masa depan kalian sebelum terlambat…karena buta warna ini akan menentukan profesi apa yang cocok untuk kalian jalani demi mewujudkan mimpi kalian…
Yeremia Gunawan, 20 April 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H