Mohon tunggu...
Yeremia Tirto
Yeremia Tirto Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Manusia Biasa

Hai, Para Viewers, Selamat Menikmati Tulisan ini. Di tunggu Kritik-Sarannya Terima Kasih

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Covid-19: Pilih #dirumahsaja ataukah Beraktivitas "Bersama" Corona?

5 Januari 2021   08:40 Diperbarui: 5 Januari 2021   09:06 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pandemi Covid-19 menyisahkan banyak sekali peristiwa-peristiwa diluar nalar, dan tidak sedikit yang terkena ‘imbas’ atas ‘ulah’ dari virus ini. Virus ini hadir dalam kehidupan manusia, terutama di Indonesia berdasarkan data yang ada bermula di awal bulan Maret 2020, dan sampai detik ini masih ‘berkeliaran’ di sekitar manusia. Tak kunjung hentinya pemerintah mengupayakan banyak tindakan dan peringatan demi mencegah penyebaran wabah ini di masyarakat. #ingatpesanibu sudah digaungkan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga yang menangani kasus ini, baik melalui tulisan, lisan hingga ditampilkan dalam periklanan media massa. Pengetatan akan aturan dan ajuran protokol kesehatan masih berlaku hingga detik ini. Dengan menerapkan sistem 3M, diharapkan mampu untuk memutus mata rantai penyebaran virus ini, sehingga harapannya kehidupan masyarakat di Indonesia bisa kembali normal. Adanya wacana untuk menerapkan sistem New Normal sebagai pandangan bahwa wabah ini tidak bisa dihilangkan atau dihapuskan dari kehidupan manusia merupakan suatu pilihan yang tidak mudah untuk diterapkan, mengingat betapa dinamisnya pergerakan masyarakat Indonesia dalam berakitivitas.

           Segala bidang dan aspek kehidupan masyarakat mengalami dampak yang luar biasa. Dengan berat hati, mau tidak mau harus ‘memutar otak ribuan kali’ untuk bisa mengambil suatu kebijakan yang tepat. Hal ini bertujuan agar bidang yang ditempuh tetap berjalan dengan kondisi yang masih belum stabil. Pergerakan akan wabah ini semakin hari semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena banyaknya warga yang harus beraktivitas diluar rumah dengan segala resiko yang ada. Sudah bukan menjadi hal yang baru ketika mendengar banyaknya karyawan-karyawan dari berbagai sektor mengalami PHK akibat pandemi ini. Tentu hal ini tidak mudah untuk menerima kenyataan sekaligus mencari pekerjaan baru di tengah keterbatasan. Di sisi lain, misalnya dalam bidang pendidikan, keputusan untuk membuka kembali sekolah dengan basis tatap muka masih menjadi suatu pertimbangan yang perlu untuk ‘digodhok´ kembali atas resiko dan dampaknya. Ini semua merupakan hasil dari tindakan manusia untuk mengambil sebuah keputusan yang tepat dengan berbuah kebaikan untuk bersama. Lalu pertanyaanya: dalam situasi Pandemi yang belum reda, apa keputusan yang baik untuk diambil? Menerapkan sistem #tetapdirumahsaja dengan segala keterbatasan? Apakah justru akan menjadi suatu hal yang baru, di mana setiap aktivitas yang dilakukan dirumah, berarti siap untuk ‘berjalan bersama’ virus corona?

Utilitarianisme dan Konsekuensialisme 

            Virus Corona memang menyimpan sejumlah catatan besar atas ‘tindakan kejahatan’ yang dilakukan. Semua sektor dan aspek kehidupan manusia menjadi runtuh akibat ‘perbuatannya’. “Si Kecil Tak Kasat Mata” ini diam-diam juga meruntuhkan semua rencana aktivitas manusia dalam kehidupan. Segala tujuan dan capaian yang seharusnya menjadi target utama yang harus diselesaikan, ‘dirombak habis-habisan’ dengan penyesuaian dan keterbatasan yang diterapkan. Keputusan Pemerintah yang memberlakukan Social Distancing dan Psychal Distancing pada awal tahun hingga pertengahan ternyata masih belum ‘berbuah manis’. Keputusan ini masih menyisakan PR yang begitu banyak untuk digodhok lebih matang. Pada akhirnya yang saat ini diterapkan adalah keputusan dengan memperhatikan Protokol Kesehatan, penerapan 3M: Mencuci tangan, Memakai Masker (sesuai anjuran dari lembaga kesehatan) dan Menjaga jarak satu dengan yang lain minimal 1 meter.

            Menurut Aristoteles, manusia adalah animal rationale, yang berarti makhluk hidup yang mempunyai akal budi. Dengan berbekal akal budi, manusia dengan cermat mampu memahami akan kondisi yang terjadi dalam kehidupan dan mampu membuat suatu putusan yang tepat, dengan pertimbangan yang matang. Penalaran bertujuan agar pencerapan akan realitas kehidupan yang nampak pada diri manusia, terserap dan tersalurkan melalui tindakan-tindakan yang tepat. Setiap tindakan yang dipilih oleh manusia, akan selalu mempunyai dampak atau konsekuensi yang diterima. Menurut pandangan Richard Mervyn Hare (R.M Hare) berpandangan bahwa keputusan manusia dalam bertindak ditentukan oleh faktor lingkungan yang ada (G.Madell. 1965: Vol 2). Faktor lingkungan yang dimaksud dirinya adalah kondisi realitas yang ada dalam masyarakat. Gagasan mengenai keputusan yang dibuat oleh seseorang, menurutnya harus mempertimbangkan sekurang-kurangnya 2 hal dalam konsep utilitarianisme, yaitu: aturan utlitarianisme dan tindakan utilitrianisme. Aturan utilitarianisme dan tindakan utilitarianisme (A.Ghozali. 2014: 1, p 2-4 ) menurut Hare adalah cara untuk menentukan nilai kebaikan dan kebenaran dalam tindakan seseorang dalam pelaksanaanya.

            Keputusan Pemerintah dalam upaya untuk mencegah wabah ini merebak ke semua pelosok di Tanah Air, ternyata sejalan dengan gagasan yang disampaikan oleh Hare dalam konsep utilitarianismenya. Namun perlu dipahami bersama, dalam suatu gagasan utilitas yang dibangun, selalu ada konsep lain sebagai ‘tandingan’ atau dapat dikatakan sebagai ‘kutub negatif’ dari sebuah pernyataan. Hal itu disebut sebagai konsep konsekuensialisme. Dalam ajaran moral, konsep ini ada sebagai suatu gagasan yang berhubungan dengan tindakan manusia, dengan kata lain, terikat dengan gagasan utilitarianisme. Hare berpendapat, bahwa tindakan manusia yang didasarkan pada konsep kebaikan bersama (utilitas) akan menimbulkan suatu dampak tersendiri pada akhirnya. Semua tindakan yang berbasis kebaikan bersama, selalu menyimpan ‘kontradiksi’ dalam capaiannya. Pada karyanya yang berjudul The Languange of Moral , term-term moral yang digunakan adalah term yang berbasiskan universalitas. Inti pemikirannya pada karya ini, mau menyatakan bahwa term universalitas ialah suatu preposisi dalam sebuah pernyataan, yang mengandaikan kejadian antara satu tempat dengan tempat lain mengalami hal yang sama. Tentu ini sangat berimplikasi dengan keputusan yang diambil dan anjuran pemerintah untuk menegakkan protokol kesehatan sebagai sarana untuk mencegah virus corona.  

 

Pandemi Covid-19: Semua Pilihan Ada Di Tangan Masing-Masing Pribadi

             Hare sudah menawarkan dan menunjukkan kepada semua, bahwa tindakan kebaikan ditentukan oleh faktor lingkungan sekitar dan perlu mempertimbangkan secara matang. Pilihan untuk bertahan di rumah ataupun hidup di luar rumah merupakan pilihan masing-masing individu dalam memahami keadaan realitas yang ada. Semua pilihan ada resiko yang didapatkan. Keputusan untuk beraktivitas dalam rumah memiliki resiko yang cukup menggelisahkan, diantaranya: dilanda kebosanan, terbatas pada akses dan fasilitas, tidak bisa bertemu dengan sahabat, kerabat, saudara, keluarga, dll, tidak bisa bergerak dengan bebas (hanya sebatas didalam rumah), dan masih banyak lagi. Berbeda resiko yang didapatkan ketika memilih untuk beraktivitas di luar rumah, diantaranya seperti: ketat dalam aturan protokol kesehatan (3M), masuk dalam ruang publik yang tidak diketahui akan kondisi dari masing-masing pribadi yang ada didalamnya (kerumunan), belum lagi jika cuaca tidak mendukung, dsb.  Pilihan adalah hasil dari kesadaran dari diri seseorang atas realitas yang ditanggapinya.

             Hare menganalisa kebaikan dan kebenaran tidak hanya berpaku pada asumsi-asumsi subjektif, melainkan juga perlu ada korelasi dengan yang objektif. Term universalitas baginya mengandaikan bahwa antara satu tempat dengan tempat yang lain dengan waktu yang kurang lebih sama, akan menghasilkan kejadian yang sama. Dalam artian manusia satu dengan yang lain tidak ada bedanya, sebab semua sama-sama berstatus manusia. Keputusan untuk menerapkan kebijakan protokol kesehatan selaras dengan yang disampaikan Hare dalam pemikirannya, berkaitan dengan tindakan yang diambil. Penilaian akan baik buruk tindakan harus punya andaian dasar yang logis-empiris, dan dengan demikian, kebaikan dan kebenaran semakin diwujudkan dalam hidup yang untuk kebaikan dan kebahagiaan bersama secara maksimal. Covid memang tidak bisa dihentikan, namun semua kembali pada pribadi masing-masing dalam berpikir, bersikap dan bertindak dalam memutuskan suatu putusan yang terbaik untuknya. Corona hingga detik ini memang belum teratasi, dan ada rumor yang menyatakan bahwa virus ini mulai meng-upgrade diri menjadi lebih ganas. Tetap patuhi semua kebijakan, demi keselamatan semua orang, dan orang-orang yang kita cintai. BTK.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun