[caption caption="pintar"][/caption]
Sebagai sorang ibu rumah tangga, pekerjaan yang paling menyenangkan adalah di rumah. Membuka bimbingan belajar untuk membantu para anak tetangga sekitar. Mereka datang kerumah setiap sore sepulang sekolah, lalu belajar bersama di rumah.
Pertama kali aku mendapat siswa yang berbeda dari lainnya adalah Listiani. Dia begitu pemalu bahkan minder. Kulitnya sedikit hitam dan badannya gendut yang mungkin membuatnya seperti itu. Neneknya membawanya kerumah dengan keluhan dia adalah anak yang bodoh. Beliau bilang, Listiani pernah tidak naik kelas karena kebodohannya. Pertama mendengar kata bodoh, terlintas di fikiranku teori seorang ahli Psikologi dan Pendidikan Howard Gardner yang menyatakan bahwa setiap anak memiliki 8 kecerdasan yang akan dominan pada salah satu atau beberapa kecerdasan berdasarkan beberapa faktor.
Kuamati anak ini dengan seksama, dan setelah beberapa waktu, kutemukan sesuatu yang begitu luar biasa. Dia bukan anak yang BODOH, sekali lagi bahwa dia bukan anak yang BODOH. Mungkin Listiani memang lemah dalam kemampuan matematiknya, mungkin dia lamban dalam menghitung bahkan di usianya yang sudah seharusnya SMP, dia masih di kelas 5 dan masih belum hafal perkalian namun ternyata dia adalah anak yang memiliki kemapuan menghafal dengan sangat baik. Pada pelajaran selain matematika, dia bisa sangat unggul. Dalam pelajaran IPA, dia begitu luar biasa, apalagi IPS. Untuk menghafal berbagai macam negara beserta cirinya, berbagai macam kerajaan beserta kareakternya, dia mampu menghafalkan semuanya.
Namun, sebuah pertanyaan muncul, bagaimana bisa siswa secerdas ini pernah tidak naik kelas? Apakah kesalahannya yang tidak ahli dalam matematika lalu dikatakan bodoh dan berhak untuk tidak naik kelas? Atau kesalahan sekolah yang tidak mampu (atau tidak pernah) menganalisa keadaan siswanya?
Listiani mempunyai kemampuan yang luar biasa, namun salah satu faktor dia tidak dapat berkembang adalah faktor keluarga (di luar faktor sekolah). Dia memiliki karakter minder, karena keadaan fisiknya yang kurang cantik. Selain itu, kalimat hujatan dari orang sekitar yang selalu mengoloknya dan memberikan cap pada dirinya sebagai anak BODOH-lah yang menyebabkannya semakin terpuruk. Semenjak beberapa terapi kuberikan, dengan memberikannya nasehat, motivasi dan berusaha untuk memunculkan rasa percaya dirinya, dia kini sudah mulai menjadi lebih baik.
Nilainya kini unggul dalam hal yang dia kuasai. Mulai pelajaran IPA, IPS, Kewarganegaraan dan Lingkungan Hidup. Meskipun masih lemah dalam matematikanya, namun dia sudah mampu mencapai kompetensi minimal di sekolahnya.
SUNGGUH, tidak ada anak yang BODOH di dunia ini. Bagi para Ibu, jangan pernah mengatakan bahwa anak kita, anak orang lain BODOH. Mereka mungkin tidak ahli dalam beberapa hal, namun percayala bahwa mereka menguasai hal lain yang mungkin belum terlihat oleh kita.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H