Hari itu, Jumat 27 Januari 2012, menjadi satu moment yang tidak akan aku lupakan seumur hidup. Hanya 1 hari, ya 1 hari, dan 1 moment, tapi itu cukup mengubah hari-hari dalam hidupku selanjutnya hingga hari ini.
Pagi ini tidak seperti pagi hari biasanya, aku bangun lebih pagi, lebih bersemangat, aku sudah tak sabar ingin menemui Angga, adik kecilku di Bandung. Angga, bocah berusia 9 tahun, seorang penderita Thalassaemia. Bagi yang belum tahu apa Thalassaemia, itu adalah sebuah penyakit kelainan darah yang bisa menyebabkan penderitanya menggantungkan hidupnya dengan melakukan transfusi darah seumur hidup.Â
Yah, Angga adalah salah satunya. Dan sejak 5 tahun yang lalu, tidak hanya Thalassaemia yang menjadi teman hidupnya, namun katarak pada kedua matanya pun turut merenggut penglihatannya. Angga menjadi pemurung, enggan bermain bersama teman-temannya, bukan karena tidak mau namun Ia tidak bisa menikmati bermain seperti pada hari-hari sebelumnya.
Waktu menunjukkan pukul 06.00 pagi, aku bersama seorang rekan kantor, menuju Rumah Sakit Mata di Bandung. Hari ini, kami akan menemani Angga menjalani operasi katarak matanya. Angga, salah satu dari ratusan anak Thalassaemia yang mendapatkan bantuan dari Bank OCBC NISP melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) bertajuk My Dreams Come True. Jadi, fokus program ini adalah membantu mewujudkan mimpi dari anak-anak Thalassaemia, salah satunya adalah Angga. Mimpi terbesarnya? Ia ingin bisa melihat lagi, bermain bersama teman-teman dan mengaji.
Setelah beberapa jam perjalanan, tibalah kami di rumah sakit dan bergegas kami menuju kamar operasi. Kami melihat Angga serta Ayah dan Ibunya sedang duduk di pojok ruang tunggu. Di sekitarnya banyak pasien yang juga sedang menunggu dipanggil untuk tindakan operasi. Angga terlihat tegang sekali saat itu. Kusapa dia, namun dia tetap diam. Yah, Angga memang anak pendiam, tapi justru di balik sikapnya yang diam, Angga seorang anak yang tabah, tegar, dan tidak manja. Setidaknya itulah yang sering diceritakan Ibu Angga kepada kami.
Sambil menunggu giliran Angga dipanggil, seorang Ibu yang sedari tadi memerhatikanku, lalu mengajak aku mengobrol, "Dari mana, Nak..?", mungkin Ia melihat nampaknya aku bukan keluarga dari Angga. Lalu aku menjawab, "oh, kami dari Bank OCBC NISP, sedang menemani anak itu mau operasi". Dari obrolan singkat kami, akhirnya kami tahu bahwa ia sedang menunggu cucunya yang sedang dioperasi karena tumor mata ganas, hiks..sedih aku mendengar ceritanya.Â
Lalu, entah keberanian darimana yang mendorong kami mengajak Ibu itu, Angga serta Ayah dan Ibunya untuk berdoa bersama. Lalu kami berdoa, tidak hanya untuk Angga tapi juga untuk cucu si Ibu. Walaupun kami berbeda keyakinan satu sama lain, tapi kami berdoa dengan satu keyakinan bahwa Tuhan YME akan membantu kelancaran operasi anak-anak kami. Disinilah aku merasakan indahnya perbedaan yang saling menguatkan.
Waktu terus berjalan, akhirnya tiba giliran Angga untuk dioperasi. Kami pun menunggu Angga diluar sampai proses operasi selesai. Sepuluh, dua puluh, tiga puluh menit berlalu, Angga belum juga keluar, padahal pasien-pasien sebelumnya hanya butuh waktu sekitar 10-15 menit. Sambil terus menunggu, kami pun ngobrol dengan Ibu Angga sekaligus untuk menghilangkan rasa dag-dig-dug kami menanti Angga. Tak henti Ibu Angga mengucap syukur dan terima kasih kepada Bank OCBC NISP karena telah mewujudkan mimpi Angga.
Ia terus bercerita tentang keseharian Angga.
"Angga sering nanya ke Ibu, Angga kapan sembuh, Bu..?" ujar Ibu mengulang perkataan Angga.
Yah Ibu sih hanya bisa bilang, "Berdoa yuk Nak.." (lalu kami berdoa, ujarnya).