Namanya H. Muhammad Jefri Al Buchori atau lebih dikenal sebagai Ustadz Jefri Al Buchori. Sekalipun sudah tutup usia di tahun 2013 lalu, saya amat yakin bahwa namanya masih sangat membekas di hati pengikutnya. Pernikahannya dengan Pipik Dian Irawati dikaruniai empat orang anak, diantaranya adalah Abidzar Al Ghifari. Anak ketiga yang mencuri perhatian saya beberapa waktu terakhir ini.
Abidzar Al Ghifari, anak muda yang kini dikenal sebagai seorang pemeran/aktor Indonesia. Satu kali aksinya bersama seekor anjing di blue carpet film Balada Si Roy menjadi viral. Alih-alih tentang film Balada Si Roy, interaksinya bersama anjing itulah yang menjadi bulan-bulanan netizen.
Fyi Balada Si Roy menceritakan tentang seorang pemuda bernama Roy yang diperankan oleh Abidzar Al Ghifari. Roy ini selalu berpergian dengan anjing kesayangannya bernama Joe. Wajar sih, Joe ikut blue carpet, termasuk pemeran utama lho :)
Saya mulai tertarik mencari tahu tentang Abidzar termasuk bagaimana comment netizen terhadapnya. Salah satunya adalah keluhan kenapa anak muda ini tidak menjadi sama seperti abinya/bapaknya, Ustadz Jefri Al Buchori. Pemuda ini tak mencerminkan sosok abinya, jauh dari apa yang diharapkan beberapa kelompok netizen :)
Dan saya mau bilang, bahwa dia memang tidak harus menjadi sama seperti abinya, karena dia Abidzar bukan Jefri Al Buchori. Abidzar adalah seorang individu, seorang anak, seorang pemuda yang punya mimpi dan jalan hidupnya sendiri.
Bukankah tanpa sadar kita tumbuh dalam pola pikir bahwa anak ustadz/pendeta sekalipun harus menjadi anak alim, anak baik, lurus jalannya seperti anggapan kita bahwa tokoh agama adalah selalu suci bersih jauh dari dosa. Kita lupa kalau mereka ini anak, individu yang punya pikiran, kemauan dan mimpinya sendiri.
Pada masa remajanya mereka berjuang membentuk jati dirinya, belum lagi dibebani dengan tuntutan dan selalu dibandingkan untuk menjadi serupa dengan orang tua yang tokoh agama. Membayangkan saja rasanya sangat tidak nyaman, jengah.
Dari beberapa podcast dan interviewnya seorang diri/bersama keluarga, saya ambil beberapa poin. Belajar dari Abidzar, dari luar dia tampak seperti pemuda pada umumnya yang mungkin bagi sekelompok netizen jauh dari sosok abinya.
Dia pemuda normal yang berproses mencari jati diri dan berusaha menjadi otentik. Dan dia sudah berhasil melakukannya, menjadi otentik tanpa rasa takut nama besar orang tua.
Dia ambil tanggung jawab di masa muda bagi keluarganya, perlahan melepas egonya. Menebalkan telinganya dari komentar pedas netizen atas hidupnya. Fokus membangun karir, dan membangun hidup agamanya yang jauh dari sorot kamera dan ternyata luar biasa. Terbukti dari comment netizen yang terus memujinya.
Untuk itu, saya sangat mengapresiasi apa yang telah dikerjakannya dan terutama kontribusi keluarganya.