Mohon tunggu...
Yenny Novita
Yenny Novita Mohon Tunggu... Guru - Sharing 💐 Caring

Momie, Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mana Lebih Baik, IPA atau IPS?

12 Desember 2022   14:28 Diperbarui: 12 Desember 2022   20:22 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa SMA Negeri 6 mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas pada Jumat (1/10/2021).(Dok. Istimewa via kompas.com)

Saya suka dengan celotehan seorang teman ketika membicarakan topik ini, ia berkata "Saya masuk IPS, karena saya tidak bisa IPA. Begitu pun sebaliknya, saya masuk IPA karena tidak bisa IPS." 

Pernyataan tersebut rasanya lebih pas ketimbang kalimat-kalimat seperti yang saya tulis di awal. 

Begitu banyak pola terdahulu yang masih dibawa di zaman ini mengenai kedua jurusan tersebut. Memangnya kenapa kalau anak Bapak dan Ibu masuk jurusan IPS? 

Jangan terjebak dengan citra IPS yang buruk, malas, tidak serius belajar, pilihan kuliah yanghanya berkutat pada bisnis. Ataupun IPA yang rasanya sangat membanggakan, kelompok jurusan orang pintar, bersungguh-sungguh menuntut ilmu. 

Zaman sudah berbeda, generasi ini pun sudah jauh berbeda. Saya banyak menemui siswa IPA yang tidak serius, siswa IPA yang kuliahnya pindah jurusan bisnis. Sebaliknya, saya juga menemui siswa IPS yang berprestasi bahkan setelah ia kuliah pun masih mencetak prestasi. 

Maka yang terutama di sini adalah siswa mengerti kesukaannya, kegemarannya dan memiliki informasi cukup tentang dunia karir. 

Ketika siswa mengerti kesukaannya, kegemarannya dan cukup informasi mengenai karir bahkan tahu karir apa yang mereka pilih, itulah yang memudahkan mereka menentukan jurusan saat SMA, mau IPA atau IPS. 

Sayangnya, hanya segelintir siswa yang paham hal ini. Tugas menuntun siswa hingga menemukan potensinya bahkan gambaran karir ke depan adalah tugas bersama antara orang tua, sekolah dan inisiatif siswa itu sendiri. Tidak bisa jika hanya salah satu saja. Bahkan yang terutama dukungan dari orang tua, pemahaman yang baru dan kebesaran hati untuk menghargai dan menerima keputusan anak, bukan jadi orang tua pemaksa kehendak.

Anak bukan pemenuh mimpi-mimpi kita, dan kalian anak muda, beranilah mencoba dan mengambil resiko dari keputusanmu selama itu positif. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun