Tanggal 26 September ditetapkan sebagai hari kontrasepsi sedunia. Kampanye ini dilakukan sejak tahun 2007 dengan tujuan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap perilaku seks yang aman melalui penggunaan kontrasepsi.
Di Indonesia, penggunaan kontrasepsi erat kaitannya dengan program keluarga berencana yang mengharapkan setiap perempuan hanya melahirkan paling banyak 2 anak selama hidupnya.
Penggunaan alat kontrasepsi memiliki berbagai macam keuntungan, antara lain memberi waktu pada perempuan untuk mempersiapkan diri menjadi ibu, meningkatkan kesehatan ibu dan anak, mencegah terjadinya penyakit menular seksual serta mencegah terjadinya kehamilan tidak diinginkan.
Kehamilan tidak diinginkan dan dampaknya
Maraknya pernikahan dini serta perilaku seks di luar nikah semakin mendukung terjadinya kejadian kehamilan tidak diinginkan. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa 14% dari angka kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh kehamilan tidak diinginkan. Kematian ibu ini dapat disebabkan oleh pilihan aborsi yang diambil oleh perempuan yang mengalami kehamilan tidak diinginkan. Tidak hanya menyebabkan kesakitan dan kematian ibu, masalah kehamilan tidak diinginkan juga memberi dampak bagi kehidupan sosial dan perekonomian.
Misalnya apabila kejadian kehamilan tidak diinginkan ini terjadi pada perempuan usia sekolah yang masih harus menempuh pendidikan. Hal ini tidak hanya menghambat perkembangan pendidikan perempuan tersebut, tetapi juga di masa depan, ketika ia ingin berkontribusi dalam perekonomian keluarganya dengan bekerja. Pekerjaan yang dapat digeluti oleh perempuan tersebut menjadi sangat terbatas karena pendidikan dan kemampuan yang terhambat dikembangkan saat masih muda. Kejadian kehamilan tidak diinginkan ini semakin memperparah isu ketidaksetaraan gender dan kemiskinan.
Besarnya masalah kehamilan tidak diinginkan ini seharusnya dapat dicegah dengan penggunaan kontrasepsi. Namun, membiasakan remaja dengan istilah kontrasepsi tentu akan menuai kontra di kalangan masyarakat yang menganggap bahwa hal tersebut dapat memicu peningkatan perilaku seks secara bebas di kalangan remaja.
Melihat kontrasepsi dari sisi optimis
Saat ini, 28% persen dari penduduk Indonesia merupakan pemuda dan pemudi yang jumlahnya akan terus meningkat seiring dengan bonus demografi yang akan dihadapi Indonesia. Alat kontrasepsi seharusnya tidak hanya dianggap sebagai pendukung kenakalan remaja, khususnya dalam perilaku seks secara bebas.
Generasi penerus bangsa ini seharusnya mendapatkan akses informasi dan konsultasi terkait kesehatan reproduksi pada umumnya dan penggunaan kontrasepsi pada khususnya. Hal ini sesuai dengan rekomendasi yang dihasilkan dari kegiatan Temu Remaja Nasional yang diselenggarakan oleh BKKBN pada tahun 2017. Pertemuan tersebut menitikberatkan pada pemberian informasi terkait kesehatan reproduksi secara komprehensif sehingga remaja dapat mengambil keputusan dengan tepat berdasarkan informasi yang tepat pula.
Peningkatan pengetahuan remaja terkait kesehatan reproduksi bukan hanya menjadi tanggung jawab sebagian pihak, melainkan semua pihak mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat serta pelayanan kesehatan. Pemberian materi kesehatan reproduksi tentunya perlu dilakukan secara bertahap dan disesuaika dengan umur dan kebutuhan remaja tersebut. Hal ini diharapkan dapat memperkecil kemungkinan terbentuknya persepsi yang salah terhadap penggunaan alat kontrasepsi.