Perbatasan merupakan sebuah garis, tanda ataupun pembatas antara kedua negara. Pembatas dibuat untuk menentukan batas yang dimiliki suatu negara agar tidak masuk kewilayah negara lain yang akan mengakibatkan persengketaan antar kedua negara tersebut. Seperti yang sedang dipersengketakan oleh Thiland dan Kamboja yang mempersengketakan wilayah sekitar candi Preah Vihear.
Awalnya persengketaan ini terjadi sekitar tahun 1962.  Adanya persengketaan menyebabkan banyaknya korban jiwa diantaranya sekitar 28 orang yang terbunuh dan diiringi juga tewasnya tentara baik dari kamboja maupun dari  Thailand.  Pada tahun ini pula mahkamah internasional telah memutuskan bahwa candi Prear Vihear adalah milik kamboja namun keputusan tersebut tidak mengeluarkan putusan tentang area perbukitan di sekitar candi. Meskipun kasus ini sudah di tegaskan mahkamah internasional bahwa candi Preah Vihear milik kamboja namun hal tersebut belum bisa dikatakan tuntas.
Menurut sejarah candi Preah Vihear merupakan kuil Hindu dan yang membangunnya sendiri merupakan suku asli dari kamboja, pembangunan kuil ini dimulai sekitar abad ke -9, namun ada pula yang mengatakan bahwa kuil ini di bangun sekitar abad ke-11. Kasus persengketaan ini sangatlah menegangkan terlebih lagi kedua Negara tersebut merupakan negara anggota ASEAN. Menurut yang diketahui bahwa kedua Negara tersebut merupakan Negara yang memiliki banyak sekali persamaan seperti persamaan agama yang sama-sama menganut agama Budha. Persengketaan ini menjadi semakin rumit dan tidak teratasi karena Thailand menuduh kamboja yang membuat ranjau di sekitar wilayah yang diperdebatkan.  Namun, tuduhan tersebut juga langsung di bantah oleh kamboja karena menurut kamboja ranjau-ranjau yang di katakan oleh Thailand tersebut merupakan sisa-sisa persenjataan konflik faksi yang terjadi di Negara itu sendiri. Resminya kuil Preah Vihear ini sebagai milik kamboja yang sudah ditetapkan oleh mahkamah internasional dan juga sudah masuk kedalam sebuah peninggalan atau warisan dunia yang sudah dikeluarkan langsung oleh UNESCO.  Namun  ketetapan dari UNESCO tidak membuat Thailand berhenti untuk mendapatkan candi tersebut.
Sebenarnya kasus ini sempat surut namun konflik kembali memanas karena kamboja mendaftarkan kuil Preah Vihear sebagai situs warisan dunia. Â sehingga Thailand menentang keputusan tersebut dan juga menuduh pemerintah perdana Menteri Samak Sundrajev yang sengaja menjual candi yang sudah berdiri sekitar 900 tahunan tersebut kepada kepala pemerintah Kamboja untuk kepentingan bisnis mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra. Namun, hal tersebut tidak dihiraukan oleh Kamboja dan Perdana Menteri Samak yang juga ikut menandatangani perjanjian tentang dukungan usaha pemerintah Kamboja yang berisi dukungan memasukannya wilayah Preah Vihear sebagai warisan dunia. Adapun suatu kejadian yang membuat masalah ini juga tidak kian surut yaitu antara kedua Negara menggunakan sebuah landasan peta yang tidak sama hingga terjadilah ketidaksepahaman kembali antara dua Negara anggota ASEAN tersebut.
 Penyelesaian kasus persengketaan ini sebenarnya sudah dilakukan oleh kedua Negara yang terlihat pada surat dari perdana menteri Hun Sen 14 juli 2008 dengan meminta Perdana Menteri Samak Sundarvej agar menarik semua pasukan yang ia suruh untuk mundur dari daerah yang menjadi persengkeaan yang bermaksud untuk mengurangi ketegangan di daerah perbatasan. Dari permintaan tersebut perdana menteri Samak menyambut baik perdamaian dari pesengketaan yang sedang terjadi pada saat itu dan perdana menteri Samak telah menjadwalkan pertemuan khusus dari Thailand-kamboja General Borden Committee (GBC) yang diselenggarakan pada 21 juli 2008, isi dari pertemuan tersebut berupa sebuah penekanan dari Perdana Menteri Samak bahwa area kuil Preah Vihear merupakan sebuah isu yang dapat diperbincangkan dan dapat menemukan upaya proses penyelesaian diantara kedua negara yang bersengketa yaitu Thiland dan Kamboja sehingga kasus yang terjadi tersebut dapat di selesaikan dengan baik dan tidak terdapatnya lagi konflik yang terjadi antara kedua Negara tersebut.
Pada awalnya Thailand ingin menyelesaikan konflik ini secara bilateral saja namun Kamboja meminta bantuan kepada PBB untuk menyelesaikan persengketaan ini. Seiring dengan berjalannya waktu PBB terus mendesak kedua negara untuk menyelesaikan masalah ini melalui Indonesia sebagai ketua ASEAN. Akhirnya kedua negara tersebut sepakat, Pada masa itu Indonesia menjadi sorotan karena ditunjuk sebagai negara yang dipercaya dapat  menyelesaikan konflik antara Thailand dan Kamboja. Sehingga hal tersebut menjadi tantangan bagi Indonesia sebagai pemimpin ASEAN pada tahun 2011.
Tujuan Indonesia dalam menyelesaikan konflik persengketaan wilayah yang dihadapi oleh Thailand dan Kamboja yaitu agar stabilitas hubungan antar sesama anggota negara ASEAN terjaga. Pada saat itu Indonesia berperan sebagai mediator untuk menyelesaikan konflik ini. Tujuan Indonesia sebagai mediator sebenarnya menjadi tantangan tersendiri untuk Indonesia karena hal tersebut merupakan sebuah cara untuk mewujudkan tujuan didirikannya ASEAN yang bertujuan untuk menciptakan perdamaian di kawasan Asia Tenggara sesuai dengan yang telah disepakati oleh anggota ASEAN pada saat didirikan. Indonesia yang hanya sebagai mediator telah sesuai dengan ketentuan yang ada pada ASEAN karena Indonesia tidak berhak untuk campur tangan dalam masalah  konflik apapun ataupun yang sedang di damaikan saat itu dan yang berhak menentukan konflik antar kedua negara adalah negara yang berkonflik.  Indonesia hanya berperan untuk menemukan, memfasilitasi dan memberikan rekomendasi kepada kedua negara untuk sama-sama ingin menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa menimbulkan kekerasan. Hal tersebut dikarenkan konflik antara kedua negara ini merupakan sebuah konflik yang mengandung kekerasan fisik.
Bentuk tindakan Indonesia dalam menyelesaikan konflik perbatasan ini terlihat saat Indonesia memfasilitasi pertemuan secara bilateral maupun multilateral seperti, diadakannya pertemuan informal kedua negara di Jakarta, melakukan pertemuan dalam rangka Joint Border Committee (JBC) di Bogor, selanjutnya juga mengadakan pertemuan Trilateral di sela-sela KTT ASEAN ke-18 di Jakarta dan yang terakhir diadakannya pertemuan bersifat formal Menteri Luar Negeri ASEAN ( AMM).
Adapun upaya Indonesia dalam menyelesaikan konflik ini seperti upaya diplomasi dengan cara perundingan. Saat perundingan dilakukan hanya dihadiri oleh pihak dari Kamboja saja sedangkan dari Thailand masih menginginkan agar masalah ini diselesaikan secara bilateral. Namun seiring dengan berjalannya waktu, konflik perbatasan ini semakin kondusif dan berangsur redah. Hal itu juga ditandai dengan kedua negara yang sama-sama menarik pasukannya kembali dari kawasan candi Preah Vihear yang merupakan kawasan persengketaan.