KAU ANGIN
Mata ini tak lagi berair
Kala kedua kakimu kembali membawamu menjauh
Kau ibarat angin
Hilir mudik saja :
tak cukup kuat menorehkan segurat jejak
pada nadiku yang mulai mengeras
(Bandung, 20 Desember 2014)
PERMINTAAN
“Demi waktu!”:
yang fana adalah waktu
keabadian tetap milik-Mu
milik segala Karunia dan Rahmat
setiap detik yang kupinta adalah
ada penyambung suara yang lebih lantang
ada kaki-kaki kuat menjejak
ada jiwa yang berakar menembus perut bumi
ada tangan-tangan tengadah ke awang-awang
pun mata bertelaga yang tak pernah kering
berkeliaran di atas bumi mencari keberuntungan
(Bandung, 20 Desember 2014)
BERPULANG
Tiada,
Asal yang tak berbentuk kembali remuk
Segala yang ada kembali tiada
Pada saatnya nanti
Ada jiwa-jiwa yang terkekang dalam ketakutan
Pun jiwa-jiwa yang pulang tanpa beban.
(Bandung, oktober 2014)
LIHATLAH!
Mudah saja kau lihat kesungguhan, dia ada pada perbuatan
Mudah saja kau lihat keikhlasan, dia ada pada tujuan
Semua yang kau lihat mungkin samar saja
Karena hakikat tak mungkin kasat
(Peraduan, oktober 2014)
BERJEJAK
Aku masih menjejak bumi hingga kini
Pagi menuju senja, masih berkelana
Bergerak bersama semesta
Gerakan berirama
Irama yang menghentak keras
Irama yang mendayu sendu
Irama-irama beremosi
melenakan
Saksikanlah!
Disini,
Aku berjejak pada jejak yang kuat
(Peraduan, oktober 2014)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H