Mohon tunggu...
Yeni Marfuah
Yeni Marfuah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswi STAI Al-Anwar Sarang Rembang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Upaya Perlindungan Anak Terhadap Tindak Kekerasan (bullying) di Lingkungan Pendidikan Ditinjau dari Perspektif Hukum dan Hak Asasi Manusia

6 Juli 2024   14:17 Diperbarui: 6 Juli 2024   14:24 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bullying adalah perilaku agresif yang disengaja secara berulang, yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, dengan tujuan untuk menyakiti atau mengintimidasi orang lain. Tindakan bullying dapat berbentuk fisik (seperti memukul atau menendang), verbal (seperti mengejek atau menghina), sosial (seperti menyebarkan rumor atau mengucilkan seseorang dari kelompok), maupun digital (cyberbullying melalui media sosial, pesan teks, atau email). Bullying seringkali melibatkan ketidakseimbangan kekuatan, 

Di mana pelaku memiliki kekuatan lebih, baik secara fisik, sosial, atau emosional dibandingkan dengan korbannya. Pelaku bullying memang berniat menyebabkan rasa sakit pada korbannya, baik melalui tindakan fisik, kata-kata, maupun perilaku yang menyakitkan, serta melakukannya berulang kali. Artikel ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya perlindungan anak dari bullying dan peran setiap elemen masyarakat dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung.

Sebagai generasi baru, mereka akan menjaga kelangsungan dan eksistensi generasi sebelumnya yang akan mencapai titik keberakhiran. Dalam konteks ini, anak-anak menempati peran strategis dalam menentukan masa depan suatu bangsa, apakah menjadi lebih baik atau lebih buruk. Oleh karena itu, jaminan dan pemenuhan hak-hak anak sangatlah penting bagi kehidupannya. Masalah bullying pada anak di Indonesia adalah isu serius yang berdampak luas pada perkembangan anak. Berdasarkan data OECD tahun 2019, Indonesia berada di urutan kelima dalam perbandingan kasus bullying antar negara, dengan prevalensi yang signifikan di kalangan siswa yang memiliki keuntungan sosial ekonomi.

Perlindungan terhadap anak pada dasarnya telah diatur dalam konstitusi Negara, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945. Selain itu, perlindungan anak juga diatur dalam pasal 21 sampai 24 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1, Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk melindungi anak-anak dari kekerasan hanya kurang dari 0,1% dari total anggaran. Kompleksitas prosedur administrasi publik dan kurangnya kewenangan yang diberikan untuk perlindungan anak menyebabkan kesulitan dalam menyediakan layanan yang efektif bagi anak-anak yang rentan. Selain itu, sekitar 17% anak-anak di bawah usia 18 tahun tidak memiliki akta kelahiran, sehingga mereka kesulitan mengakses layanan utama.

Efek bullying pada anak-anak sangat serius dan beragam, mencakup dampak psikologis, prestasi akademis, dan konsekuensi jangka panjang. Oleh karena itu, penting untuk mengambil langkah-langkah pencegahan dan intervensi yang efektif untuk melindungi anak-anak dari bullying dan memberikan dukungan yang mereka butuhkan untuk pulih dari pengalaman tersebut. Dukungan dari keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi perkembangan anak-anak. Pemerintah melalui Kementerian Perberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), telah menyediakan layanan hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 untuk memudahkan akses bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk korban bullying agar dapat melapor. Sebelumnya, Kementerian PPPA telah mengimbau orang tua, guru, dan masyarakat untuk bekerja sama dalam mencegah segala bentuk kekerasan fisik termasuk bullying di sekolah.

Seiring dengan kemajuan teknologi, bullying tidak hanya terjadi secara tatap muka, tetapi juga melalui platform media sosial. Ketidakmampuan untuk merasakan belas kasihan dan empati terhadap orang lain merupakan salah satu ciri paling menonjol dalam perilaku pelaku bullying. Pengaruh lingkungan, tekanan sosial, dan keinginan untuk menonjol di antara teman-teman dapat menjadi faktor yang memicu perilaku bullying. Hal ini menggarisbawahi pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang aman, di mana setiap siswa merasa diterima dan dihormati. Selain itu, pendekatan Pendidikan yang efektif dalam mengajarkan nilai-nilai empati, toleransi, dan kepedulian terhadap sesame juga sangat penting dalam membentuk karakter siswa. beberapa praktisi Pendidikan dapat menanggulangi dampak bullying dan mengurangi jumlah kasusnya dengan program intervensi yang melibatkan siswa, orang tua, teman sebaya, pendidik, dan seluruh warga sekolah.

Upaya perlindungan anak adalah serangkaian Tindakan yang bertujuan untuk menjamin dan melindungi hak-hak anak. Hal ini untuk memastikan agar anak dapat hidup, tumbuh, perpartisipasi dan berkembang secara optimal sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Tanggung jawab dan kewajiban dalam upaya perlindungan anak ditegaskan dalam Pasal 21 Ayat (1) UU Perlindungan Anak, yang menyatakan bahwa negara, pemerintah, dan Pemerintah Daerah (Pemda) bertanggung jawab dan berkewajiban menghormati pemenuhan hak anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, bahasa, status hukum, urutan kelahiran, serta kondisi fisik atau mental. Dengan diberlakukannya UU Perlindungan Anak ini, negara, pemerintah, dan Pemda harus lebih aktif dalam melindungi dan memenuhi hak-hak anak. Sosialisasi anti bullying merupakan salah satu cara yang sangat penting untuk pencegahan bullying. Melalui kegiatan tersebut, mereka diajarkan untuk aktif berpartisipasi dalam menciptakan sekolah yang bebas dari bullying dan menjadikan kebaikan, Kerjasama, serta penghormatan sebagai nilai-nilai utama. Dengan demikian, kegiatan tersebut membantu lingkungan Pendidikan yang aman dan positif bagi perkembangan anak-anak, serta memungkinkan mereka untuk tumbuh dan belajar dengan percaya diri dan semangat.

Mari bersama-sama melawan bullying! Setiap dari kita memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua anak. Dengan bekerja sama, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik dan lebih aman bagi semua anak. Mari kita berkomitmen untuk melawan bullying dan mendukung satu sama lain!.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun