makam) yang bercorak Islam. Salah satu bukti nyatanya yaitu Makam Syekh Makhdum Wali dan Pangeran Senopati Mangkubumi Pasir Luhur yang ada di Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Tepatnya yaitu terletak di daerah Pasir, Karanglewas, Purwokerto Barat sekitar 500 meter ke utara dari jalan raya Karanglewas dan sekitar 300 meter sebelah utara Museum Panglima Besar (Pangsar) Jenderal Soedirman. Untuk menuju makam yang masih asri itu harus melalui jalan-jalan lingkar Karanglewas, jika dari arah Ajibarang (barat) berada setelah Jembatan Kali Logawa. Sebaliknya dari arah Purwokerto (utara) maka sebelum jembatan belok kanan.
Dalam sejarah agama Islam di Indonesia tidak akan pernah luput dari peran para penyebarnya khususnya di Tanah Jawa. Banyak tokoh agama dan para ulama yang telah wafat, tapi mereka masih diingat dan dihormati bahkan masih terlihat pengaruhnya bagi masyarakat Islam saat ini. Selain itu banyak juga peninggalan dari tokoh-tokoh agama tersebut yaitu situs keislaman seperti benda, alat tradisi dan tempat (Sejarah singkat dari Makam Syekh Makhdum Wali dan Pangeran Senopati Mangkubumi Pasir Luhur, Karanglewas ini dimulai dari abad ke-15 dengan datangnya Syekh Makhdum Wali di Kadipaten Pasir Luhur, beliau merupakan seorang priyayi dan ulama asal Demak. Syekh Makhdum Wali diutus oleh Raden Patah untuk berdakwah dan menyebarkan agama Islam di Kadipaten Pasir Luhur dengan jalan damai, tanpa pemaksaan dan kekerasan apalagi peperangan. Dimana pada saat itu Kadipaten Pasir Luhur berada di bawah kekuasaan Raden Banyak Belanak sebagai adipatinya dan Raden Banyak Geleh atau Patih Wirakencana sebagai patihnya. Mereka berdua ini merupakan kakak beradik yang masih termasuk dalam garis keturunan kelima dari Raden Arya Kamandaka (Raden Banyak Catra), putra mahkota Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran, Jawa Barat.
Setelah Syekh Makhdum Wali sampai di Kadipaten Pasir Luhur beliau langsung menemui Raden Banyak Belanak dan Raden Banyak Geleh. Tujuan dari pertemuan tersebut adalah Syekh Makhdum Wali bermaksud menyampaikan amanat dari Raden Patah Demak. Isi amanat dari Raden Patah itu adalah untuk menyampaikan dan menyebarkan agama Islam di Kadipaten Pasir Luhur. Sementara itu agama yang dianut sebelumnya di Pasir Luhur adalah Hindu-Buddha. Kedua pimpinan Pasir Luhur tadi langsung menerima amanat Raden Patah Demak serta ajakan dari Syekh Makhdum Wali untuk masuk ke agama Islam. Beliau berdua ini langsung bersedia mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai syaratnya dan artinya telah masuk Islam. Menurut penuturan Bapak Muhammad Jufri, sang juru kunci makam alasan Raden Banyak Belanak dan Raden Banyak Geleh langsung menerima dakwah Syekh Makhdum Wali secara terbuka dan sukarela tanpa adanya penolakan dan penentangan adalah karena mungkin keduanya telah mendapat petunjuk dari Allah SWT.
Kemudian setelah masuk Islam, dimulailah perjuangan dalam menyebarluaskan agama Islam di Pasir Luhur. Di tengah-tengah perjuangan tersebut, Raden Banyak Belanak dipanggil oleh Raden Patah untuk berangkat ke Demak. Setelah sampai disana, beliau tidak diperintah atau diberi tugas apapun, akan tetapi justru hanya diberi gelar Pangeran Senopati Mangkubumi. Setelah penerimaan gelar tersebut Raden Banyak Belanak langsung kembali ke Pasir Luhur dan menemui Syekh Makhdum Wali lagi. Dan sebagai informasi gelar senopati tersebut merupakan nama gelar tertinggi untuk tingkat kadipaten. Pangeran berarti sejenis Waliyullah yang menegaskan bahwa Adipati Pasir Luhur sejatinya adalah Bupati Agung yang merengkuh sekian banyak adipati yang bersedia tunduk kepada Adipati Pasir Luhur, Raden Banyak Belanak.
Saat menemui Syekh Makhdum Wali, Raden Banyak Belanak menyampaikan bahwa beliau telah sampai di Demak serta bertemu dengan Raden Patah dan akhirnya sudah pulang kembali. Lalu Syekh Makhdum Wali bertanya tugas apakah yang diberikan oleh Raden Patah kepadanya. Raden Banyak Belanak menjawab bahwa dirinya tidak diberi tugas apa-apa hanya diberi gelar yaitu Pangeran Senopati Mangkubumi. Menurut cerita, Raden Banyak Belanak memiliki satu orang putra yang bernama Raden Banyak Thole. Setelah berjuang dan berjuang keras hampir seluruh masyarakat Kadipaten Pasir Luhur memeluk agama Islam termasuk putra beliau tadi, yaitu Raden Banyak Thole.
Dalam berdakwah untuk menyebarkan agama Islam Raden Banyak Belanak menggunakan pendekatan dan metode atau cara kewaliannya dalam bidang kesenian, seperti kesenian gendingan, genjringan dan sholawat. Metode-metode ini merupakan ciri khas para wali dalam menyebarkan agama Islam pada waktu itu. Akan tetapi, tidak sepenuhnya seluruh masyarakat Pasir Luhur cocok dan menerima Agama Islam secara terbuka bahkan menolaknya. Kelompok orang yang menolak datangnya dakwah Islam adalah para prajurit Kadipaten Pasir Luhur dan orang-orang yang pro kepada Raden Banyak Thole. Lalu kelompok ini membuat perkumpulan dan berusaha untuk mempengaruhi Banyak Thole untuk murtad atau keluar dari agama Islam. Sayangnya Banyak Thole terpengaruh dan keluar dari agama Islam.
Dengan keluarnya Raden Banyak Thole dari agama Islam menyatakan bahwa beliau bersama bala tentara prajurit Kadipaten Pasir Luhur yang belum memeluk Islam membangkang terhadap Pemerintahan Pasir Luhur yang mana masih dipegang bapaknya sendiri, Raden Banyak Belanak. Lantas terjadilah peperangan pada waktu itu. Peperangan tersebut dimenangkan oleh Pasir Luhur sedangkan Raden Banyak Thole harus menerima pahitnya kekalahan. Kemudian Banyak Thole melarikan diri kemanapun untuk mengamankan diri. Mulai ke arah selatan, ke timur dan sampai ke daerah Kebumen yaitu daerah Petanahan. Beliau menetap disana hingga meninggal dunia dan meninggalnya itu tentu saja dalam keadaan murtad.
Kabar meninggal dan murtadnya Raden Banyak Thole inipun sampai ke telinga sang ayahanda yaitu Pangeran Senopati Mangkubumi atau Raden Banyak Belanak. Raden Banyak Belanak merasa kecewa yang teramat dalam atas putranya sendiri, dimana putranya ini sudah murtad dan juga meninggal dunia. Akhirnya Raden Banyak Belanak sakit-sakitan. Lalu suatu hari beliau meninggal dunia kemudian dimakamkan. Makamnya ini terletak di daerah utara atau belakang makam utama pada satu cungkup yang berukuran kecil dan bertuliskan Raden Banyak Belanak/Pangeran Senopati Mangkubumi I.
Setelah pemakaman selesai, Syekh Makdum Wali langsung memanggil adik dari Pangeran Senopati Mangkubumi I yaitu Raden Banyak Geleh. Syekh makhdum menyampaikan kepada Raden Banyak Geleh dan memintanya untuk meneruskan perjuangan sang kakak yang telah meninggal. Perjuangan untuk kembali menyebarkan agama Islam bersama-sama dengan Syekh Makhdum Wali tentunya. Raden Banyak Geleh langsung mengiyakan ajakan dan permintaan dari Syekh Makhdum Wali untuk berjuang, namun beliau mengajukan satu permintaan dan janji. Janji tersebut adalah jika saat berjuang nanti Raden Banyak Geleh meninggal dan Syekh Makhdum Wali seda (meninggal, dalam bahasa Jawa Krama Inggil beliau ingin dimakamkan bersama-sama. Lantas Syekh Makhdum Wali mengiyakan dan akan menyanggupi janji tersebut asalkan perjuangan Raden Banyak Belanak tetap diteruskan.
Saat memulai perjuangannya, Raden Banyak Geleh juga dipanggil oleh Raden Patah untuk datang ke Demak. Disana beliau juga tidak diberi perintah atau tugas apapun dan hanya diberi gelar Pangeran Senopati Mangkubumi seperti sang kakak. Jadi Raden Banyak Geleh memiliki gelar Pangeran Senopati Mangkubumi II, sedangkan sang kakak bergelar Pangeran Senopati Mangkubumi I. Berlanjutlah perjuangan Raden Banyak Geleh. Pada suatu ketika Syekh Makhdum Wali seda bertepatan pada tanggal 2 Sya'ban. Tidak lama kemudian Pangeran Senopati Mangkubumi II juga seda. Seperti janji sebelumnya yang disaksikan oleh masyarakat Pasir Luhur, beliau berdua dimakamkan bersama berjejer. Makam Syekh Makhdum Wali dan Pangeran Senopati Mangkubumi II atau Raden Banyak Geleh berada di komplek utama, dimana dalam satu cungkup terdapat dua makam. Begitulah sejarah singkat dari Makam Syekh Makhdum Wali dan Pangeran Senopati Mangkubumi Pasir Luhur Karanglewas.
Komplek Makam Syekh Makhdum Wali dan Pangeran Senopati Mangkubumi Pasir Luhur terdiri atas beberapa bagian meliputi gapura, masjid, pelataran istirahat untuk singgah para peziarah, WC serta padasan (tempat wudhu) yang apik. Tumpukan bebatuan alam menjadi struktur utama tembok makam yang masih bertahan sampai sekarang. Dua pohon beringin dibiarkan tumbuh rimbun yang menambah keasrian dan mencadarkan citra "mistis" dan suasana Pasir Luhur tempo dulu. Area pusat Makam Syekh Makhdum Wali dan Pangeran Senopati Mangkubumi memiliki gaya arsitektur surau tua.