"Kau tau artinya sebuah perasaan? Ya, sebuah perasaan yang menetap dalam rinainya yang indah. Yang bergelembung dan mengembang dengan sendirinya. Padahal kita sama-sama tahu. Tidak ada satu pun diantara kita yang meniup angin-angin cinta ke tiap relung hati."
Aku sengaja diam. Berharap tembakan peluru kata-katanya segera berhenti. Aneh memang tanggapanku. Karena bagiku rasanya basi. Benar-benar basi. Seperti nasi lemak yang ditinggal berbulan-bulan. Maka membayangkannya saja sudah membuat perut mual.
Seperti itulah cinta yang kurasakan saat ini. Hanya bualan kata-kata puitis yang konyol. Buat apa coba? Bukankah hati kadangkala tidak menyiratkan untaian kata?
Bukankah pembuktian cinta sejati belum ditunaikan? Lalu apa indahnya buaian kata cinta itu? Omong kosong. Aku tertipu kawan-kawan.
Sudahlah, daripada membingungkan pembaca, aku lebih memilih uraian singkat tentang cinta.
Maka jawabku atas gombalan sang perayu maut adalah seperti ini,
"Cinta akan jadi cinta dalam ikatan sah. Sebelum itu terjadi, maka hanya dongeng yang dibaca di siang bolong. Maka seperti itulah cinta menurutku. Titik."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H