Kata korupsi pasti sudah tidak asing lagi bagi teman-teman, bahkan mungkin teman-teman sudah bosan mendengar kata-kata korupsi. Korupsi memang merupakan masalah di negara kita ini yang tak kunjung padam bahkan setelah berpuluh-puluh tahun. Pada kesempatan kali ini saya mengajak teman-teman untuk mengesampingkan rasa bosan terhadap korupsi dan membuka diri untuk memahami korupsi lebih dalam.
Banyak pandangan yang dikemukakan para ahli mengenai arti dari korupsi itu sendiri. Menurut Fockema Andreae , kata korupsi berasal dari bahasa Latin "corruptio" yang artinya penyuapan. Kata "corruptio" itu juga berasal dari kata asal corrumpore (kata latin yang lebih tua) yang artinya merusak. Dari bahasa Latin itulah mulai diturunkan menjadi bahasa Eropa seperti dalam bahasa Inggris : corruption, corrupt ; Perancis : corruption dan Belanda : corruptie. Kata corruptie dari bahasa Belanda itu akhirnya diadopsi oleh bahasa Indonesia menjadi korupsi.
Korupsi di Indonesia sudah dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin sudah dimulai sejak tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya "Operasi Budhi" dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dengan "Operasi Tertib"yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan IPTEK, modus operasi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Ada beberapa faktor penyebab korupsi. Pertama adalah keserakahan. Keserakahan berkaitan dengan perilaku serakah yang secara potensial ada dalam diri tiap orang. Kedua adalah kesempatan. Kesempatan berkaitan dengan keadaan sebuah organisasi dalam masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka peluang bagi seseorang untuk melakukan kecurangan. Ketiga adalah kebutuhan. Kebutuhan ini berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan individu untuk menunjang kehidupan sesuai yang diinginkannya. Faktor yang keempat adalah pengungkapan. Pengungkapan berarti berkaitan dengan konsekuensi yang dihadapi pelaku kecurangan bila pelaku ketahuan melakukan kecurangan.
Bagi saya sendiri bentuk dari korupsi dimulai dari hal-hal sederhana hingga ke hal-hal yang rumit. Hal sederhana misalkan saja seseorang anak SMP yang mencontek saat ujian, bendahara yang menagih uang kas namun digunakan untuk kepentingan pribadi semata, atau guru yang sering bolos kelas hingga akhirnya sering mengalami jam kosong.Â
Hal sepele seperti ini tentunya perlu dikupas habis sejak dini. Apalagi siswa-siswi yang merupakan generasi penerus bangsa ini, mereka harus ditekankan kejujuran dan diberikan pendalaman mengenai korupsi dengan baik. Kemudian hal yang kelas menengah misalnya guru yang mengkatrol nilai muridnya sehingga nampak pintar dan pihak sekolah yang terus-terusan meminta dana untuk membeli buku, membangun kelas, dan lain sebagainya padahal sekolah tersebut bebas biaya. Atau yang parahnya lagi dapat kita lihat kasus-kasus uang negara yang digunakan untuk berfoya-foya oleh aparat pemerintahan.
Bagaimana Indonesia bisa maju jika kasus-kasus seperti ini terus dibiarkan?
Menurut saya masih ada harapan untuk memajukan Indonesia selama negara ini mau berusaha bekerja keras dan bersatu. Tentunya saja cara pertama dengan meniadakan perselisihan antar suku, ras, dan agama. Perdebatan mengenai suku, ras, dan agama sangat berpengaruh besar demi kemajuan Indonesia.Â
Jika kita secara pribadi memiliki kesadaran untuk saling menghargai perbedaan satu sama lain maka perselisihan itu akan hilang seiring berjalannya waktu. Dengan hilangnya perselisihan maka akan muncul persatuan dan dari persatuan itulah kita mampu memajukan Indonesia bersama-sama. Seperti sebuah perumpamaan, seseorang dapat mematahkan satu batang lidi dengan mudahnya, namun sukar baginya untuk mematahkan lidi-lidi yang diikat menjadi satu.
Kedua, membersihkan dulu orang-orang dalam pemerintahan. Seperti yang kita ketahui, tidak sedikit aparat pemerintahan yang terkena kasus korupsi. Hal ini terjadi kerena kurang ketatnya penerimaan pegawai negeri. Masih banyak pegawai negeri yang mendaftar dan diterima lewat jalur belakang, alhasil timbul persengkokolan orang dalam dan lagi-lagi menumbuhkan kasus korupsi yang baru. Bayangkan, bila semua pegawai negeri serta aparat pemerintahan semuanya adalah orang yang benar-benar jujur dan berkompeten, pastinya kita rakyat bersama-sama dengan aparat pemerintahan dan bekerja sama untuk memajukan Indonesia.