Mohon tunggu...
Yemima Milala
Yemima Milala Mohon Tunggu... -

Jurnalisme Online

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Nilai Berita dalam Media Sosial yang Digunakan Oleh Citizen Journalism

17 April 2015   14:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:59 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Perkembangan teknologi mempengaruhi perkembangan informasi. Berbagai perkembangan cara berkomunikasi mengalami revolusi yang sangat cepat. Cara penyampaian berita saat ini tidak cukup dengan cara manual, melainkan melalui digital. Surat kabar, televisi dan radio tidak lagi hanya mengandalkan medianya itu sendiri, tetapi sudah memperluas medianya melalui via online. Saat ini informasi dapat diakses oleh masyarakat luas dalam waktu yang relatif singkat. Dalam media sosial, setiap orang dapat menulis mengenai peristiwa, menyampaikan pendapat dan gagasan serta menyalurkan aspirasi dalam bentuk tulisan, gambar ataupun rekaman audio dan video.

Saat ini penyebaran informasi bisa dilakukan oleh siapa saja, dimana saja, kapan saja, apa saja dan dengan cara apa saja. Masyarakat tidak lagi sebagai pembaca yang pasif justru mereka bisa bertidak sebagai layaknya jurnalis. Masih ada masalah yang timbul akibat munculnya istilah citizen journalism (jurnalisme warga) tetapi disisi lain ada unsur kecepatan dalam penyebaran informasi oleh warga yang memulis berita. Sebagai sebuah genre yang baru dalam komunikasi massa, citizen journalism tentu saja memunculkan pro dan kontra.

Dari sisi kontra mungkin memandang bahwa citizen journalism belum bisa masuk dalam ranah jurnalisme. Jika mengikuti definisi jurnalisme dalam arti klasik selama ini, citizen journalism tentu saja bukan jurnalisme. Tetapi, hanya sebuah aktivitas seperti layaknya seorang menulis buku harian, hanya medianya saja yang menggunakan internet. Dari sisi pro kita mengetahui bahwa jurnalisme itu adalah menginformasikan kejadian kepada masyarakat, maka citizen journalism masuk dalam ranah jurnalisme. Kita tidak bisa pungkiri bahwa citizen journalism sebuah genre modern yang sangat dekat dengan kita.

Citizen journalism sering disebut dengan participatory journalism, netizen, open source journalism dan gansroot journalism. Dalam citizen journalism masyarakat menjadi obyek sekaligus subyek berita. Sehingga tiap orang bisa menjadi penulis. Hal ini bukan bentuk persaingan media, tapi justru merupakan perluasan media. Sesuatu hal yang menarik dari citizen journalism adalah perbandingan antara jumlah berita dalam koran yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah website berita yang ada. Berita di media online jumlahnya lebih banyak sehingga pembaca dengan bebas memilih berita yang ingin mereka baca.

Konsep citizen journalism berkembang karena pembaca dimudahkan dengan adanya internet. Beberapa media mainstream kini juga mempunyai media versi online dengan menyediakan kolom komentar pada karya yang ditulis jurnalis atau bahkan menulis berita layaknya jurnalis profesional. Memang dengan kemudahan internet, pembaca berita dengan gampangnya menulis apa saja dan mempublikasinya lewat media sosial yang mereka miliki. Tidak harus dengan latar belakang pendidikan jurnalistik, masyarakat dapat dengan mudahnya mempublikasi tulisan mereka. Sebuah berita yang layak disebut berita juga tergantung dari kredibilitas dan keterampilan jurnalis atau wartawan yang menulis berita.

Kehadiran citizen journalism bukan berarti akan menimbulkan masalah baru. Masalah baru muncul karena masyarakat yang menyampaikan berita bukan seorang wartawan atau jurnalis profesional sehingga informasi yang disampaikan tidak bisa dipertanggungjawabkan sebagaimana wartawan profesional yang bekerja dalam sebuah media ataupun lembaga resmi.

Selain memiliki kelemahan, fenomena citizen journalism memiliki banyak manfaat. Menurut Nurudin dalam buku yang berjudul  Jurnalisme Masa Kini (2009:219) sejumlah kelebihan yang dimiliki oleh citizen journalism adalah:


  1. Memupuk budaya tulis dan baca masyarakat. Selama ini budaya tulis dan baca kalah dengan budaya dengar dan lihat. Budaya tulis dan baca adalah budaya yang lebih mencerdaskan masyarakat dengan menulis di media apa saja.
  2. Mematangkan terciptanya public sphere (ruang publik) di masyarakat. Masyarakat bisa berdiskusi bebas dalam sebuah blog tanpa ada aturan, larangan tertentu seperti halnya yang dilakukan media utama.
  3. Citizen journalism juga manifestasi fungsi watch dog (kontrol sosial media). Ketika kekuasaan tidak bisa terkontrol secara efektif, blog memberikan suntikan vitamin untuk melakukan kontrol atas ketimpangan di masyarakat.

Dengan adanya internet dan berbagai fitur media sosial yang sudah menjamur di masyarakat, semua orang bisa menjadi jurnalis. Mulai dari proses pencarian, pengolahan, penulisan dan penyebaran informasi dapat dilakukan semua orang melalui media sosial mereka. Adanya internet dengan fitur media sosial merupakan jurnalisme baru di era internet masa kini.

Media sosial pada saat ini menjadi gaya hidup yang tidak pernah ditinggalkan oleh masyarakat. Facebook, twitter, instagram, path, blog semua dapat dijadikan citizen journalism sebagai media dalam mempublikasi karya mereka. Media sosial Twitter telah mengubah definisi berita dan cara seorang jurnalis atau masyarakat dalam menyampaikan informasi. Dalam twitter, informasi yang disampaikan tidak harus mengandung unsur 5W+1H, karena yang dipentingkan adalah unsur what serta unsur kecepatan (real time) dalam penyampaian dan penerimaan informasi tersebut. Jika dalam media sosial instagram, biasanya nilai beritanya terdapat pada sebuah caption atau penjelasan tentang foto tersebut. Citizen journalism malah lebih gampang mempublikasi sebuah peristiwa melalui foto tanpa harus menjelaskan dengan berbagai kalimat karena dalam sebuah foto sudah mendiskripsikan peristiwa yang sedang terjadi. Tapi, sisi negatif dengan menggunakan instagram tidak menutup kemungkinan kalau foto tersebut merupakan foto edit atau palsu. Sehingga peristiwa yang terjadi dapat dimanipulasi.

Seperti penjelasan diatas, berita yang ditulis oleh citizen journalism belum tentu memiliki unsur berita yang sesuai dengan kelayakan berita dan menggunakan kaidah jurnalistik yang benar. Luwi Ishwara dalam bukunya yang berjudul Catatan-catatan Jurnalisme Dasar (2005:53-57), mengungkapkan bahwa nilai berita pada sebuah produk berita terdiri dari pertama konflik, dimana dengan adanya konflik maka sebuah karya layak disebut berita. Yang kedua, kebaruan. Berita paling sering dianggap sebagai sesuatu karya yang baru. Misalnya, presiden memiliki mobil baru dianggap sebagai sebuah peristiwa yang memiliki nilai berita. Ketiga, akibat. Berita merupakan segala sesuatu yang berdampak luas. Sebuah peristiwa tidak jarang menimbulkan dampak besar dalam kehidupan masyarakat.

Keempat, kedekatan. Berita adalah kedekatan. Kedekatan  secara geografis menunjuk pada suatu peristiwa yang terjadi di sekitar kita dan kedekatan psikologis ditentukan oleh tingkat ketertarikan pikiran, perasaan, atau kejiwaan seseorang dengan suatu objek peristiwa atau berita. Kelima, informasi. Hanya informasi yang memiliki nilai berita, atau memberi banyak manfaat kepada publik yang patut mendapat perhatian media. Keenam, penting. berita dianggap penting ketika berhubungan dnegan orang-orang penting. Ketujuh, human interest. Unsur-unsur kemanusiaan yang menyangkut emosi, fakta biologis, kejadian-kejadian yang dramatis, deskripsi, motivasi, ambisi, kerinduan, dan kesukaan dan ketidaksukaan umum dari masyarakat.

Jadi, jurnalis yang bekerja di media massa secara profesional biasanya melakukan liputan karena penugasan, sementara citizen journalist menuliskan pandangannya atas suatu peristiwa karena didorong oleh keinginannya untuk membagi apa yang dilihat dan diketahuinya. Berita yang ditulis dalam media sosial oleh citizen journalism sebenarnya tetap memiliki nilai berita, hanya saja belum tentu berita yang ditulis sesuai dengan kaidah jurnalistik dan elemen jurnalistik yang berlaku. Citizen journalism tidak salah dan sangat berguna bagi masyarakat dalam memberikan informasi apalagi peristiwa tersebut memiliki kebaruan maka berita tersebut bisa dikatakan memiliki nilai berita. Bedanya, ditulis oleh warga tanpa pendidikan jurnalistik sebelumnya.

Referensi:

Ishwara, Luwi. (2005). Catatan-catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: PT Kompas Media        Nusantara

Harsono, Andreas. (2010). Agama Saya Adalah Jurnalisme. Yogyakarta: Kanisius

Nurudin. (2009). Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Rajawali Pers

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/311/1/101702-ENI%20SUHENI-FDK.PDF (diakses pada tanggal 10 April 2015 pukul 12:30 WIB)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun