Mohon tunggu...
Yellow Girl
Yellow Girl Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya adalah mahasiswa di universitas negeri gorontalo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Guru yang Mengakomodasi Keragaman Siswa Melalui Landasan Psikologi Pendidikan

2 Januari 2023   21:17 Diperbarui: 2 Januari 2023   21:40 1364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Auditory learners are learning through listening.

Mereka paling mudah menangkap informasi melalui pembicaraan, ceramah, diskusi, mengungkapkan sesuatu, dan mendengar apa yang orang lain katakan. Siswa dengan modalitas auditor menginterpretasi (menafsirkan) arti pembicaraan dengan mendengarkan suara, nada, kecepatan, dan intonasi. Informasi tertulis hanya sedikit berpengaruh, tetapi akan sangat berpengaruh jika dibacakan atau dijelaskan. Siswa seperti ini sangat terbantu dengan metode membaca keras (reading aloud) dan menyetel tape recorder.

Tactile or kinesthetic learners are learning by moving, doing, and touching.

Siswa dengan modalitas perasa, peraba, dan kinestetik paling efektif menyerap informasi melalui menyentuh dengan tangan, merasakan melalui indera pencecap, mencium aroma, melakukan gerakan-gerakan, unjuk kerja, dan aktif mengeksplorasi lingkungan. Mereka kesulitan jika harus duduk berlama-lama dan mudah pecah konsentrasinya karena keinginan untuk aktif bergerak dan mengeksplorasi. Pada bagian ini, modalitasnya juga dikenal dengan sebutan kinestetik, olfaktori (penciuman), dan gustatif (perasa).

     Pemrosesan informasi di otak terjadi dengan cara berbeda dalam aktivitas merasakan, memikirkan, memecahkan masalah, dan mengingat informasi. Masing-masing individu lebih menyukai cara tertentu, yang dipakai terus-menerus, cara mempersepsi, mengorganisir, dan memelihara informasi. Misalnya, belajar melalui workshop, praktikum, atau metode informal lainnya mungkin lebih cocok bagi orang tertentu. Kadang kala, orang merasa kurang bisa menyerap pelajaran, padahal masalahnya bukan karena kesulitan memahami pelajaran namun karena ia kurang mengenali gaya belajarnya yang paling sesuai untuk dirinya sendiri.
Selain modalitas perseptual, kepribadian seseorang juga mempengaruhi cara belajarnya. Aspek-aspek kepribadian yang perlu diperhatikan terkait dengan gaya belajarnadalah bagaimana fokus atau perhatian, kondisi emosionalitas, dan nilai-nilai yang diyakini siswa. Dengan memahami ketiga aspek kepribadian ini, maka kita dapat memprediksi bagaimana reaksi dan apa yang dirasakan siswa terhadap situasi yang berbeda-beda. Fokus atau perhatian siswa dapat dipahami sebagai minat (interest). Masing-masing siswa memiliki ragam minat dan derajat yang berbeda-beda dalam berbagai bidang. Ruang lingkup minat fokus atau perhatian adalah segala sesuatu yang dapat menarik minat siswa. Pada masa sekarang ini, apa saja bisa menjadi hobi (kesukaan) anak baik berupa kesenangan terhadap suatu aktivitas, benda, atau situasi. Ada siswa yang sangat tertarik dengan membaca komik, bermain games, berolah raga, musik, tari, modeling, film, belanja, menghafal Al Qur'an, membaca buku, otak-atik komputer, otak-atik mesin, berjualan, memasak, menjahit, desain, dan sebagainya. Seorang guru perlu memahami apa saja minat atau hobi siswa. Pemahaman ini dapat digunakan untuk menata kegiatan kelas, ekstrakurikuler, dan strategi belajar yang tepat untuk siswa. Misalnya saja pelajaran menghafal surat-surat pendek dapat dilakukan dengan strategi merekam suara atau mem-film-kan penampilan setiap anak. Jadi dengan mendekatkan antara beragam minat siswa dengan materi pelajaran, maka ketertarikan terhadap aktivitas yang disukai tersebut dapat digeneralisir siswa sebagai ketertarikan pada pelajaran sekolah.
Emosionalitas siswa merupakan bagian penting yang perlu dikenali guru, sebab aktivitas berpikir seseorang tidak terpisah dari emosi. Setidaknya ada dua unsur emosionalitas yang perlu diperhatikan yaitu mood (suasana hati) dan emosionalitas secara umum. Suasana hati adalah kondisi emosionalitas yang dapat berubah sewaktu-waktu. Suasana hati bersifat temporer atau sementara. Misalnya saat udara panas, belum sarapan, dan tugas sekolah banyak yang harus dikerjakan, maka suasana hati para siswa cenderung negatif. Sementara emosionaltas secara umum merujuk pada emosi siswa yang diekspresikan secara lebih persisten. Ada siswa yang lebih menyimpan perasaan, tenang, hati-hati, dan pendiam (reserved). Ada pula yang lebih ekspresif atau spontan (loose or movable). Dengan kemampuan memahami minat siswa, kita bisa memancing siswa yangpendiam menjadi lebih aktif dalam aktivitas belajar. Apabila guru mengetahui minat siswa yang ekspresif, maka mereka dapat lebih berkonsentrasi belajar. Untuk itu guru perlu berlatih memperhatikan suasana hati dan kecenderungan emosionalitas siswa. Nilai atau value adalah sesuatu yang dianggap penting atau berharga bagi seseorang.
Dalam filsafat dikenal ada tiga jenis tolok ukur nilai yaitu logika, moral, dan estetika. Nilai logika hanya mengenal benar atau salah ditinjau dari penalaran. Nilai moral menimbang baik atau buruknya sesuatu bagi kepentingan diri dan masyarakat. Sementara estetika menekankan indah atau tidaknya sesuatu. Keyakinan terhadap suatu nilai tertentu dipengaruhi oleh adat istiadat dan religiusitas seseorang. Seseorang yang tinggal dalam komunitas yang menjunjung tinggi adat istiadat ataupun menjunjung tinggi keyakinan agama, maka akan cenderung mengadopsi nilai-nilai moral yang lebih kuat. Tindak tanduknya cenderung merujuk pada petunjuk adat atau ajaran agama yang diyakini. Singkatnya apa yang dianggap oleh seseorang sebagai hal yang penting akan berpengaruh terhadap bagaimana merespons termasuk dalam gaya belajarnya. Peran guru adalah mengenali apa nilai yang dipandang paling penting bagi siswa dan menggunakannya untuk memperlancar kegiatan pembelajaran. Lebih bagus lagi apabila guru mampu mengungkapkan nilai apa yang dapat diambil dari setiap pelajaran yang diberikan bagi siswa. Untuk mengenali kepribadian siswa, guru perlu mengamati, bergaul, dan bertanya pada mereka. Catatan penting dalam aspek ini adalah guru semestinya mau menerima, mendengar, dan menghargai apa yang menjadi minat, hal yang dirasakan, dan apa yang dipandang penting oleh para siswa.


C. KESIMPULAN


Dengan mempelajari psikologi pendidikan, guru mempunyai gambaran mengenai karakteristik peserta didik, sehingga guru dapat membuat rancangan pmbelajaran yang sesuai, dan dapat mengakomodasi semua kecerdasan yang terdapat dalam kelas tersebut. Menjadi seorang guru sekolah dasar bukanlah hal yang mudah, ia harus memiliki kompetensi yang mumpuni agar bisa mengajar sekaligus mendidik menjadi anak yang berkembang potensi dan bakat yang terdapat dalam diri peserta didik.

D. DAFTAR PUSTAKA


Ahmad, R. (2010). Memaknai Dan Mengembangkan Keberagaman Peserta Didik Melaluii.      Pendidikan. Inklusif. Pedagogi: Jurnal ilmu Pendidikan, 10(2),70 75.
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/pedagogi/article/view/2243
Hadis, Abdul. 2006. Psikologi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya
Syaodih, Nana. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja  Rosdakarya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun