Mohon tunggu...
Yekti Ambarwati
Yekti Ambarwati Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pencari kebahagiaan dalam rumitnya syaraf kehidupan, seperti edigma maka setiap kode kehidupan harus berarti pada satu jawaban yaitu kebahagiaan... Dan kebahagian yang abadi hanya milik Sang Pemegang nyawa-nyawa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bahasa dan Remote Control

19 April 2012   06:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:26 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya ditakdirkan untuk manjadi orang jawa tulen. Bapak ibuku dari jawa begitupula nenek kakekku dari jawa asli. Bagi kami orang jawa hal yang diwariskan pertama kali atau dtekankan pertama kali dalam kehidupan masyarakat adalah bahasa. Karena bagi nenek moyang kita bahasa mennetukan bangsanya. Itu tak berarti orangtua/ nenek moyang kita sudah memikirkan sebuh konsep tentang “nasionalisme” atau “nation” dengan keutuhan bahasa.
Sebab jika kita renungkan kembali makna “bangsa” dalam kalimat di atas menunjukan pada suatu struktur kelas masyarakat tertentu. Disini berarti bahasa dijadikan takaran mengenai martabat dan latar belakang seseorang. Ketika bahsa dapat dijadikan sebagai takaran mengenai martabat dan latar belakang seseorang disinalah kemudian bahasa dijadikan sebagai control sosial masyarakat. Bagaimana tidak?? dijawa cara bicara seorang tukang becak kepada gubernur berbeda ketika ia sedang berbicara dengan tukang jamu pun sebaliknya.
Sungguh menabjubkan ketika bahasa kususnya bahasa daerah dapat menjadi remote control bagi ratusan bahkan ribuan individu. Jelas disini menunjukan suatu evolusi sejarah sosial-politik yang berkepanjangan. Bagaimana tidak?? bahasa dapat sebagai pembatas dan pengatur seseorang dalam berinteraksi. Misalnya seorang tukang becak yang biasa menggunakan bahasa yang cenderung balk-balakan dan sedikit kasar ketika dihadapkan dengan seorang pejabat, maka ia akan berubah 18o derajat menjadi halus dan sopan dan akan kembali kekebiasaanya lagi ketika ia berhadapan dengan tukang jamu.

_dialektikaku melihat realitas masyarakat sepanjang jalan gejayan_

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun