Sebelum ini,
aku sangat sibuk. 90% kuhabiskan waktuku demi kepentingan sosial. Kumulai perjalanan karirku saat aku memasuki roda kehidupan yang sesungguhnya. Iya, roda kehidupan yang sesungguhnya adalah saat aku lulus dari bangku Strata I. Aku tak banyak membuang waktu saat aku berada di bangku kuliah. Kumanfaatkan waktu luangku untuk bisnis kecil yang mungkin tidak seberapa dimata dunia. Bahkan orang memandang pun seakan aku adalah mahasiswa yang tidak mampu. Ini adalah keputusan yang kuambil dengan pertimbanganku sendiri. Aku berjualan kue. Terkadang aku membawanya ke kelas. Kadang pula aku menitipkannya di kantin kampus.Â
Suatu malam dering telpon membangunkan tidurku di sebuah kamar asrama kecil. Tidak lain mamaku menelpon. Bagi seorang mahasiswa sepertiku, tanggal muda maupun tua sama saja. Hingga aku tidak menyadari bahwasanya beliau menelpon untuk menanyakan "apakah uang saku ku masih ada?". Aku diam. Aku teringat akan perkataan seorang pengusaha muda "jika kau ingin memulai usaha apapun itu, bilang kepada orang tuamu. Pak Buk, uang saya masih ada tidak usah memberikan kiriman". Hal tersebut menjadi motivasi terbesarku untuk mengatakan "iya ma, uangku masih ada".
Nitijen, perlu diketahui, jika kalian melihat temanmu berjuang melalui usaha yang memalukan. Hakikatnya itu bukanlah hal memalukan. Justru malulah kalian terhadap temanmu tersebut. Karena temanmu itu selangkah lebih jauh darimu. perlu diketahui seberapa tinggi pangkatmu kau adalah seorang pegawai/buruh. Namun sekecil apa usaha teman yang kau remehkan, dia adalah bos. Maka, bacalah cerpen ini wahai pengusaha keliling kampus dengan menanamkan rasa penuh bangga pada dirimu. Sebab aku telah melaluinya.
Dinamika di kampus tidak seberapa dengan kehidupan setelahnya. Aku bangga menggunakan toga, tapi aku tidak bangga setelahnya. Ketika lapangan pekerjaan terasa begitu sangat langkah. Atas izin Allah, hidup ini memberiku pekerjaan sebagai seorang guru SD yang begitu membanggakan. Pada akhirnya ilmuku berguna. Mimpiku tidak cukup berhenti disana. Aku ingin meraih bintang yang letaknya lebih tinggi lagi. Aku harus menyiksa diriku. saat aku memulai kehidupanku dipagi hari dengan berangkat ke sekolah. Aku mengakhiri jam kerjaku pada jam 13.00. Sementara itu perkuliahan S2 ku dimulai jam 13.00. Sedangkan aku membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai di kampus. Bisakah kau bayangkan bagaimana cara aku mengendarai sepeda motor. Sudah terburu-buru sampai, namun dosen datang pada pukul 14.00. Aku tetap mensyukurinya. Mungkin bagi kalian semua kuliah yang penting adalah presensinya.
Begitupula denganku, bagiku presensi itu hal yang terpenting dan mempengaruhi IP. Dengan menahan lapar dan tanpa minum, kuliah berakhir pukul 17.00. Aku mengendarai sepeda motor dengan santai, hingga adzan magrib saat aku sampai di rumah. Kulihat beberapa muridku sudah berdatangan untuk segera diisi ilmu olehku. Aku bangga dengan mereka yang mau belajar diluar jadwal sekolah. Aku katakan "sebentar ya, ibu makan dulu, ibu lapar". Mereka menjadi sangat penurut dan mengerti keadaanku. Mereka datang 11 anak. Aku tidak menuntut diriku untuk menjadikan mereka sebagai ladang rupiah. Namun setiap orangtua mereka mengapresiasiku dengan nilai yang cukup tinggi pada saat itu. Aku sangat lelah. Aku mengakhiri bimbingan itu pada pukul 20.00. Aku masih menggunakan seragam yang sama mulai pagi, seragam hitam putihku. Aku tergeletak di tempat tidurku. Aku memejamkan mata sejenak. Tubuhku ini tidur. Tapi pikiranku bangun. Banyak teriakan batin mengatakan "tugas kuliah tugas kuliah ini S2 bukan S1".
Segera aku ambil air wudhu dan tidak lupa aku mensyukuri setiap nikmat dikejar oleh waktu. Aku mulai membuka laptop. Aku mengantuk. Aku tidak kuat.Â
Esok harinya masih dengan aktivitas yang sama. Namun kali ini aku membawa tugas kuliahku di sekolah. Salah satu pegawai yang memiliki jabatan menelanku basah-basah. Karena aku dianggapnya memanfaatkan situasi. Aku tidak memiliki waktu lagi untuk menyelesaikan tugasku. Aku tidak berpangkat disana. Aku hanya Pegawai Tidak Tetap disana. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Walaupun saat itu aku tidak ada jam. Kututup laptopku, aku pergi ke toilet. Aku duduk tepat diatas closet, memangku laptopku. Aku mengetik. Aku menyelesaikan tugasku disana. Pukul 12.00 tepat aku menyelesaikannya. Siap untuk presentasi pada hari itu.
Dengan sandang yang masih sama sejak pagi, aku pergi ke kampus. Seperti biasa aku terburu-buru. Namun saat itu aku terlalu terburu-buru karena waktu termakan pada saat aku mencetak makalah. Aku tidak fokus menyetir. Aku berbicara sendiri menghafal materiku diatas sepeda motor. Aku, ahirnya tak dapat mengendalikan perjalanan itu. Aku terperosok dalam sebuah tanah yang licin akibat gerimis. Bajuku menjadi coklat. Aku basah. Aku bangkit dan mencari laptopku. Aku takut, laptopku rusak dan tidak bisa presentasi. Tidak ada yang menolongku karena hujan semakin deras. Aku amankan laptopku didalam bagasi sepeda motor. Aku melanjutkan perjalanan yang 500 meter lagi sudah sampai.
Aku datang. Salah satu temanku meminjamiku jaketnya. Aku presentasi dengan baik.Â
Sebenarnya kebiasaan yang sudah berlangsung selama 2 tahun ini membuatku hampir gila. Aku merindukan libur. Tapi aku tidak mau hari mingguku terbuang menjadi pengangguran. Aku bosan. Karena setiap hal yang terjadi datang secara tidak terduga. Aku selalu mengatasinya dengan sebuah paksaan yang tidak wajar. Namun lambat laun aku menyadari, inilah yang dinamakan "out of the book". Aku merasa hidup satu hari dengan 24 jam itu sangatlah kurang. 1 hari 24 jam itu tidak adil. Kehidupan ini terlalu keras untuk menjalani waktu sesingkat itu. Sehingga pada akhirnya alu menciptakan sebuah strategi kehidupan. Apa strategi itu?