Perang terus membantai negara Israel dan Palestina Selatan. Kedua sisi membantai satu sama lain tanpa henti. Kehancuran dan kematian muncul bagi kedua sisi, walau itu perang tidak ada tanda - tanda akan berhenti.
Setahun telah terlewat sejak mulai perang. Situasi sayangnya tidak berubah dengan pesawat - pesawat jet perang melewati kedua wilayah membawa aura kematian. Prajurit berlawanan di tengah - tengah kehancuran. Warga - warga tertakut dan mengumpat untuk tidak terkena dampak dari perang.
Dilema Perang
Dalam perang menentukan siapa benar dan salah tentu menjadi sebuah pertanyaan yang susah dijawab. Setiap perang dilatarbelakangi oleh alasan atau motivasi dari kedua sisi, sehingga menjadi susah menentukan sisi benar dan salah. Melihat kembali sejarah, sulit menemukan sebuah sisi yang mengikuti perang tanpa alasan atau tujuan yang jelas.
Sebagai akibat kepercayaan bahwa pihak mereka yang benar, kedua sisi tidak ingin menyerah. Bagi spektator yang menonton perang terjadi juga terkena dilema tersebut, hingga bingung untuk mendukung siapa. Hal ini, membuat perang - perang longgar dan terus berlanjut. Akibat perang yang longgar, membawa konsekuensi berat seperti kematian, kehancuran, terpuruknya ekonomi dan banyak lagi bagi masyarakat non-prajurit.
Peran AS dalam Perang Gaza
Dengan dilema tersebut, muncullah dukungan bagi kedua pihak, baik pihak yang mendukung Palestina maupun Israel. Namun dari kedua sisi terdapat satu negara yang terus muncul sebagai kontributor terbesar yaitu AS.
Pihak Israel tanpa debat pembantu terbesarnya merupakan AS. Sejak berdirinya Israel, AS telah memberi dukungan sebesar $310 miliar dengan $80 miliar sebagai bantuan ekonomi dan $220 miliar sebagai bantuan militer. Untuk perang Gaza, mengutip dari Brown University, AS telah mendonasikan sebesar $17,9 miliar sebagai bantuan militer dalam jangka waktu 1 tahun.Â
Walaupun AS lebih bersandar pada pro-Israel dalam konflik Gaza. Peran mereka terhadap Palestina juga tidak bisa dibiarkan. Menurut UNRWA (Agensi Pekerjaan dan Pemulihan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat), AS menjadi salah satu kontributor terbesarnya secara finansial dengan total, mendonasikan sebesar $7,3 miliar sejak tahun 1950. Dari $7,3 miliar tersebut, sekitar $500 juta didonasikan sejak mulai perang pada Oktober 2023. Perbedaan dengan donasi AS pada Israel adalah AS mendonasikan uang bagi Palestina agar warganya dapat meningkatkan kualitas hidup bukan untuk kekuatan militer.
Ancaman AS bagi Israel
Kekayaan dan kekuatan AS terlihat jelas dalam perang Gaza, menjadi kontributor salah satu terbesar bagi kedua pihak Israel dan Palestina. Namun bantuan tersebut tentu tidak tanpa imbalan atau persetujuan. Bagi Israel, AS membantunya karena menjadi teman lama dalam segi bisnis. Lalu AS, membantu pihak Palestina untuk menunjukkan bahwa AS mendukung dan menegakkan HAM. Namun saja belakangan ini, regulasi dan aksi Israel mulai melanggar HAM berat dalam perang Gaza ini.
Menurut UN, sekitar 100 truk per hari dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok warga seperti makanan, minuman, obat dan bahan bakar. Namun, belakangan ini Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengumumkan bahwa "Tidak akan ada listrik, makanan dan bahan bakar yang boleh masuk ke dalam Gaza. Justifikasi Menteri Israel adalah karena "Israel melawan manusia binatang". Tidak berhenti disitu, Israel juga menargetkan lahan pertanian, pabrik makanan, serta toko makanan. Sebagai akibat, warga Palestina mulai krisis makanan dan banyak yang mengalami kelaparan.
Metode sinis ini mungkin akan diterima pada zaman dahulu dimana konsep hak dan moral belum berkembang. Namun sekarang manusia telah berkembang dan telah membuat konsep HAM serta Geneva Convention untuk mencegah hal tersebut terjadi.
Sebagai akibat, AS walau menjadi pendukung terbesar Israel, juga tidak setuju dengan metode - metode seperti ini. Pada 13 Oktober, Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin mengirim surat pada Gallant, mengancam jika dia tidak mengatasi pelanggaran kemanusiaan tersebut dalam jangka waktu 30 hari, AS tidak akan menjual senjata lagi kepada Israel. Lloyd Austin juga menambahkan bahwa Israel harus memperbolehkan setidaknya 350 truk penuh makanan dan kebutuhan pokok lain untuk diperbolehkan masuk ke dalam wilayah Gaza.
Untuk sementara situasi ini masih belum terselesaikan, menurut laporan dari UN pada Jumat, 1 November 2024, jumlah truk yang masuk masih jauh dibawah minimum 350. Kelambanan tersebut, mengakibatkan Israel diberi nilai "gagal" oleh Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller. Gagal dalam arti ketidakmampuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan memberi hak dasar bagi warga Palestina.
Untuk sementara kondisi warga Palestina masih dalam penderitaan karena kekurangan bahan pokok makanan, dan kebutuhan pokok lainnya. Lalu, bagi pihak Israel, mereka masih sisa 5 hari untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan kegagalannya akan mengakibatkan kehilangan bantuan dari AS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H