Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU RI No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan). Pajak memiliki peran penting dalam membiayai anggaran pemerintah, mulai dari infrastuktur, pendidikan, hingga kesehatan melalui kontribusi yang kita berikan. Kontribusi ini meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB), bea masuk dan bea keluar, serta cukai.
Berdasarkan data APBN 2024, target pendapatan negara sebesar Rp2.803,3 triliun, dengan sumber penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp2.309,9 triliun. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan target penerimaan pajak tahun 2021 dan 2023. Sedangkan, untuk realisasi penerimaan pajak sampai pada kuartal II (per Mei 2024) sebesar Rp760,38 triliun, setara 38,23% dari target APBN. Hal ini sudah menunjukkan tren positif atas peningkatan rasio pajak terhadap pendapatan negara. Pajak yang telah terealisasi tersebut akan dialokasikan di berbagai sektor demi mewujudkan kemakmuran rakyat dan pembangunan ekonomi nasional.
Salah sektor yang mendapatkan dampak positif dari peran pajak adalah bidang kesehatan. Pada tahun 2024, Kementerian Kesehatan pada APBN adalah sebesar Rp186,4 triliun. Jumlah ini meningkat 8,1% dibandingkan pada tahun 2023 (Direktorat Jenderal Pajak, 2024). Peningkatan alokasi ini menunjukkan bahwa pemerintah serius dalam meningkatkan kualitas kesehatan di Indonesia. Kesehatan memang merupakan prioritas utama dalam kehidupan kita, jika tanpa kesehatan produktivitas dapat terganggu.
Pajak di bidang kesehatan seringkali menjadi topik yang menimbulkan perdebatan di masyarakat. Sebagian orang melihatnya sebagai beban tambahan, tetapi sebagian orang menganggapnya sebagai investasi dalam mendukung sistem kesehatan secara keseluruhan. Pajak yang dikenakan pada produk atau layanan kesehatan sebenarnya merupakan alat efektif dalam mengumpulkan dana yang kemudian dapat dialokasikan kembali ke sektor kesehatan. Oleh karena itu, hal ini menjadi landasan penulis untuk merinci bagaimana pajak dapat digunakan untuk mendukung infrastruktur kesehatan, penyediaan layanan, dan penelitian medis.
Alokasi anggaran kesehatan saat ini paling banyak digunakan untuk mendukung pengadaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sehingga akses kesehatan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menjadi lebih terjangkau. JKN merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk memastikan bahwa semua warga Indonesia memiliki jaminan kesehatan yang menyuluruh sehingga masyarakat dapat hidup dengan sehat, sejahtera, dan produktif. Terkhususnya, dana dari pendapatan pajak akan digunakan dalam skema BPJS Penerima Bantuan Iuran (BPJS PBI). BPJS PBI adalah BPJS yang diperuntukkan bagi masyarakat tidak mampu. Peserta yang ikut BPJS dalam skema ini tidak dipungut biaya atau iuran setiap bulannya, tetapi iuran para peserta akan dibayarkan oleh pemerintah dengan menggunakan pajak.
Namun, masih ada beberapa pihak yang menganggap program ini kurang efektif. Apalagi mengingat bahwa belanja negara dari setiap kementerian sudah sangat besar. Indonesia masih memiliki prioritas lain, seperti pendidikan, pembangunan, dan pertahanan. Mereka mengatakan bahwa pajak yang dipungut dari masyarakat dapat menjadi semakin meningkat sehingga menjadi tambahan beban bagi masyarakat.
Melalui artikel ini, saya menyatakan tidak setuju dengan pendapat tersebut. Pajak yang telah dikumpulkan oleh DJP untuk pengalokasian BPJS PBI terbukti mendukung program pemerintah dalam menciptakan kualitas kesehatan bagi masyarakat secara umum. Menurut data BPS, jumlah peserta BPJS PBI 2021 sebanyak 96,15 juta jiwa, yang dimana sebesar 45,27% merupakan pekerja informal (Dewan Jaminan Sosial Nasional, 2021). Â Pekerja yang termasuk dalam jenis pekerja informal adalah para pekerja mandiri, buruh tidak tetap, dan tidak digaji. Sedangkan, pekerja formal adalah mereka yang bekerja sebagai karyawan pada sebuah organisasi dan mendapatkan gaji.
Mengingat lapangan pekerjaan informal masih banyak diisi oleh masyarakat kelas menengah bawah yang tidak terjangkau layanan kesehatan, pendanaan BPJS PBI ini sangat tepat dalam meningkatkan kualitas kesehatan mereka. Para pekerja informal yang menjadi peserta BPJS PBI dapat mengakses layanan kesehatan yang layak tanpa memikirkan biaya. Penanganan medis juga akan lebih cepat sehingga dapat mencegah kematian dini dan komplikasi. Misal, akses gratis terhadap pembelian obat-obatan.
Hal ini juga dapat membantu peserta BPJS PBI menyimpan uang mereka untuk memenuhi kebutuhan lain, seperti membeli makanan-makanan sehat yang hal tesebut turut membantu meningkatkan kesehatan juga secara keseluruhan. Kualitas kesehatan yang baik dapat meningkatkan produktivitas para pekerja informal yang nantinya juga dapat meningkatkan perekonomian nasional. Dengan demikian, Indonesia sedang berinvestasi bukan?
Sebenarnya bukti nyata kontribusi pajak di bidang kesehatan bukan hanya itu saja. Per 30 April 2024, realisasi #PajakKita untuk kesehatan sudah mencapai Rp46,8 triliun (Inspektorat Jenderal, 2024), diantaranya pemeriksaan 11,3 ribu sampel obat dan 4,4 ribu sampel makanan, fasilitasi pembinaan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) kepada 1,1 juta keluarga dengan anak usia baduta, Bantuan Operasional Kesehatan kepada 3.393 puskemas, Bantuan Operasional Keluarga Bencana kepada 6.094 balai penyuluhan, Pelayanan kesehatan RS TNI/POLRI, dan Jaminan Kesehatan ASN/TNI/POLRI.