Kearifan lokal berasal dari nilai-nilai luhur yang berlaku didalam tata kehidupan masyarakat yang berguna untuk mengelola lingkungan hidup, melindungi, dan melestarikan. Kearifan lokal selalu terhubung pada kehidupan manusia yang hidup di lingkungan hidup yang arif. Aktivitas manusia secara perlahan akan membawa pengaruh baik positif atau negatif terhadap lingkungan di sekitarnya. Aktivitas manusia harus dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap lingkungannya dengan menjaga dan melestarikan daya dukung lingkungannya.
Kearifan lokal tidak lepas dari keragaman budaya pada setiap daerah. Keragaman budaya beraneka ragam, sebagai contoh upacara adat Merti bumi yang dilakukan pada Desa Tunggul Arum, Kabupaten Sleman Yogyakarta.
Yuk Mengenal Tradisi Upacara Merti Bumi
Â
Upacara Merti Bumi diselenggarakan di Desa Tunggul Arum, Kabupaten Sleman Yogyakarta yang diadakan setiap setahun sekali. Upacara ini diadakan dalam rangka sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen pertanian yang melimpah masyarakat daerah setempat. Hasil panen masyarakat daerah tersebut yaitu salak karena sebagian besar masyarakat desa ini berprofesi sebagai petani salak yang cukup terkenal. Jenis salak yang ditanam adalah salak pondoh yang memiliki rasa manis.
Asal mula dusun Tunggul Arum berawal dari seorang tokoh Kyai Wulung Arum yang menetap di dusun Tunggul dengan pusaka yaitu tombak. Tokoh Kyai Wulung Arum berasal dari Gresik dan mengembara ke Serang Banten, setelah itu ke Demak dan menetap di kraton panjang hingga peperangan. Kemudian  untuk menyelamatkan diri dan keluarganya ia pergi ke Tunggul untuk menyebarkan agama Islam. Wulung meninggal dunia serta dimakamkan di Tunggul lama, di makam tersebut tumbul 7 bunga dan seiring berjalannya waktu nama tokoh tersebut diabadikan menjadi dusun Tunggul Arum. Wafatnya tokoh tersebut di peringati pada bulan sapar dan menjadi saparan atau sekarang disebut dengan nama Merti bumi (1).
Upacara merti bumi sifatnya membudayakan tradisi leluhur melalui serangkaian kegiatan upacara adat yang didasarkan atas rasa syukur, rasa terimakasih melalui kerjasama dan gotong royong untuk menjaga ikatan solidaritas yang sudah terbangun sebelumnya. Tidak hanya sekedar kirab budaya namun upacara ini juga untuk mengenang almarhum Kyai Wulung Arum (2).
Pada upacara merti bumi ini ada banyak kegiatan yang dilakukan yaitu kirab pusaka Kyai Wulung Arum bersama kirab tumpeng wulu wetu, kirab tumpeng lanang wadon yang disertai tari persembahan, dan gunungan salak serta hasil panen lainnya yang dibawa dengan diarak bersama dengan para prajurit pager bumi disertakan juga pelepasan burung dan gejong lesung. Gunungan salak serta hasil panen lainnya menjadi simbol rasa syukur.
Keterkaitan Kearifan Lokal Adat Merti Bumi Dalam Pertanian Berkelanjutan
Kearifan lokal menekankan perlindungan fungsi dan sumberdaya alam yang berpijak pada prinsip 3P dalam pertanian berkelanjutan yaitu Aspek ekonomi (profit), aspek sosial budaya (people), aspek ekologi (planet)
- Aspek ekonomi (profit) Hasil panen yang melimpah dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat tersebut dan meningkatkan profitabilitas bagi petani di daerah tersebut.
- Aspek sosial budaya (people)Ritual Merti Bumi mengandung nilai kerukunan untuk seluruh masyarakat dalam toleransi, gotong royong, dan kesetaraan baik semua lapisan masyarakat dari latar belakang yang berbeda-beda.
- Aspek ekologi (planet) :Tradisi ini berlangsung sebagai ucapan syukur atas hasil panen petani pada daerah tersebut. Supaya tradisi ini dapat berlangsung terus menerus perlu adanya pemeliharaan, melestarikan lingkungan sekitar dengan memperhatikan sumber daya alam yang ada pada daerah tersebut.
Tradisi Merti Bumi menjadi salah satu kearifan lokal pendukung pertanian berkelanjutan. Merti Bumi bermakna memelihara, mengolah, menjaga, melestarikan dimana sebagai tempat penghidupan bagi masyarakat karena telah memberikan hasil panen pertanian. Tradisi yang dilakukan mencerminkan perbuatan untuk saling menghargai, menghormati, dan mengasihi satu sama lain sehingga dapat mengkokohkan kerukunan.