Bukit Lawang, sebuah kawasan wisata di satwa liar, khususnya Orang Utan. Meski menjadi daya tarik wisata, keberadaan satwa liar ini kerap menyebabkan konflik dengan warga sekitar.  Satwa liar yang masuk permukiman warga menyebabkan warga kesal karena habitatnya diganggu oleh manusia. Padahal, habitat satwa liar yang diganggu oleh manusia itu sendiri yang menyebabkan hewan-hewan buas mengganggu permukiman warga.
Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, terkenal karena keanekaragamanSatwa liar yang masuk ke pemukiman warga sering menjadi polemik. Fenomena ini biasanya dipicu oleh perubahan habitat alami satwa yang disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti pembangunan dan deforestasi. Dalam banyak kasus, ini bukanlah kesalahan satwa, tetapi lebih kepada dampak dari interaksi yang semakin meningkat antara manusia dan satwa liar.
Satwa liar, seperti orangutan dan harimau Sumatera, cenderung mengganggu pemukiman warga di Bukit Lawang. Orangutan yang menjadi daya tarik wisatawan di Bukit Lawang merupakan spesies semi-liar, dan kehadiran wisatawan dapat memengaruhi perilaku mereka, membuat mereka kembali ke area pemberian makanan. Hal ini dapat menimbulkan konflik dan ancaman bagi warga serta satwa itu sendiri
Orang Utan, sebagai spesies yang dilindungi, hidup bebas di Hutan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Bukit Lawang. Namun, mereka tidak hanya berhabitat di kawasan TNGL, tetapi juga kerap menyambangi hutan milik warga di seputaran kawasan hutan. Hal ini tentu menimbulkan keresahan di kalangan warga, sekaligus menimbulkan pertanyaan, siapa yang salah dalam kasus ini?
Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) telah berupaya mengatasi masalah ini. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan mengamankan satwa liar yang masuk ke pemukiman warga, seperti kasus penangkapan owa Dan harimau sumatera di Bukit Lawang.
Namun, penyelesaian masalah ini bukan hanya soal pengamanan satwa. Lebih dari itu, diperlukan upaya konservasi dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem. Bukit Lawang, dengan keindahan alam tropisnya, aktivitas wisata yang beragam, dan keterlibatan komunitas lokal dalam pelestarian alam, sejatinya memiliki potensi besar untuk menjadi contoh harmoni antara manusia dan satwa liar.
Masyarakat Bukit Lawang, Medan, memiliki pandangan yang cukup unik terhadap keberadaan satwa liar di pemukiman mereka. Dari beberapa sumber yang saya temukan, terlihat bahwa masyarakat setempat memandang satwa liar, khususnya Orang Utan, sebagai daya tarik wisata yang berharga.
Masyarakat setempat berperan penting dalam pengembangan pariwisata dan pelestarian alam. Mereka menjadi pemandu wisata, porter, dan karyawan di penginapan serta restoran lokal. Bahkan, kerajinan tangan berbentuk miniatur Orang Utan menjadi salah satu oleh-oleh yang populer di Bukit Lawang.
Namun, tentu saja, ada juga kekhawatiran tentang bagaimana interaksi antara manusia dan satwa liar ini dapat berpotensi mengganggu kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan organisasi konservasi untuk terus berupaya menjaga keseimbangan antara pelestarian satwa dan kesejahteraan masyarakat.Selain itu, faktor-faktor seperti kekurangan mangsa di hutan, perubahan perilaku akibat interaksi dengan manusia, dan kebutuhan mencari teritorial baru juga dapat mendorong harimau Sumatera keluar dari habitatnya dan masuk ke pemukiman warga, menyebabkan konflik dengan manusiaKondisi ini menunjukkan pentingnya pengelolaan ekowisata dan konservasi satwa liar di Bukit Lawang untuk mengurangi konflik antara satwa liar dan manusia.
By:SDGS KELOMPOK 4 BUKIT LAWANG:
IKKE,RASYALYTA,GRACE,DEVI, NATHALIEE,YEFTA,YOEL,WARSA,WANDA,SAUT,STEPHEN.
DOSEN PENGAMPUH: IBU RATNA S.HUT,s.pd
MATKUL: PENDIDIKAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN,DENGAN PAR METHODS
PRODI: MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS: PERTANIAN DAN KEHUTANAN
UNIVERSITAS SATYA TERRA BHINNEKA,MEDAN SUNGGAL
To:KOMPAS.ID
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H