Mohon tunggu...
Yedida Gracia Sandika
Yedida Gracia Sandika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Suka berkelit dengan dunia pendidikan dan sains

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perangkingan pada Mahasiswa: Menambah Prestasi atau Membuat Frustasi?

14 Juni 2023   22:04 Diperbarui: 14 Juni 2023   22:19 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://i.pinimg.com/564x/96/6c/6b/966c6b209c01a347ef6e0fb13a31e28b.jpg

Saat ini dunia pendidikan tinggi di Indonesia mempunyai banyak masalah, mulai dari masalah kualitas mahasiswa yang semakin menurun, ketimpangan antara teori di kampus dan praktek pada  dunia kerja, persaingan kerja yang  semakin ketat, peraturan tentang kampus dan dosen yang silih berganti dan tidak ada kepastian. Padahal mahasiswa adalah masa depan bangsa, mahasiswa yang sekarang akan menggantikan generasi yang akan datang dalam 5-10 tahun kedepan. Pendidikan di Indonesia memerlukan perubahan yang drastis untuk mencegah kehancuran bangsa ini.

Masalah etika, rendahnya minat menulis dan penelitian, kurangnya membaca, dan menurunnya daya kritis terhadap persoalan sosial adalah faktor-faktor yang mempengaruhi menurunnya kualitas mahasiswa. Ada dua faktor, yaitu rendahnya minat menulis dan penelitian dan kurangnya membaca terutama bacaan yang sesuai dengan jurusannya, membuat mahasiswa akan kehilangan gelarnya sebagai kaum terpelajar. 

Terkadang bahkan ada mahasiswa yang banyak mengikuti aktivitas organisasi dengan alasan mencari skill dan koneksi, namun acuh tak acuh terhadap perkuliahan. Akibatnya kualitas lulusan bertambah turun dan menjadi masalah pada dunia pekerjaan yang mengeluhkan mengapa ‘mahasiswa zaman sekarang’ tidak mengerti apa-apa.

Mahasiswa cenderung tidak masalah apabila nilainya jelek asalkan temannya juga mengalami hal yang sama. Tidak masalah tidak belajar apabila temannya tidak belajar. Sebenarnya ini adalah mekanisme coping yang cukup baik dari mahasiswa. Namun, apabila semua mahasiswa mempunyai mindset ini tidakkah kualitas lulusan akan semakin menurun? Apa solusi yang mungkin dapat mengatasi hal ini? Semangat belajar dan mencari ilmu mahasiswa harus ditingkatkan.

Pada sistem pendidikan yang lama ada yang disebut sistem pemeringkatan. Sistem pemeringkatan ini menilai mahasiswa berdasarkan Penilaian Acuan Norma (PAN) yang didapatkan. Sistem ini memang memacu motivasi persaingan namun juga mempunyai dampak yang signifikan dalam kehidupan mahasiswa sehingga pada akhirnya sistem ini diganti dengan Penilaian Acuan Patokan (PAP) di mana nilai yang didapatkan   itulah predikat nilainya. Misalnya pada ‘range’ nilai 86-100 mahasiswa mendapatkan nilai A, maka siswa yang mendapat dibawah ‘range’ itu akan mendapatkan predikat nilai dibawah AB. 

Pada sistem PAN tidak ada nilai ‘range’ yang absolut untuk A tapi siapa yang mendapat nilai tertinggi misalnya 5 orang tertinggi akan mendapatkan nilai A, jadi dengan nilai 50pun jika itu adalah nilai tertinggi mahasiswa tetap bisa mendapatkan A atau bisa di hitung mengunakan standar deviasi.

Sistem rangking PAN diubah karena dianggap tidak melihat kompetensi diri mahasiswa secara pribadi. Misalnya jika ada mahasiswa yang mendapatkan nilai 86 tetapi mahasiswa lainnya memiliki nilai 90-95, maka mau tidak mau mahasiswa yang mendapatkan nilai 86 ini mendapatkan predikat nilai yang jelek, padahal nilai 86 sudah merupakan nilai yang cukup bagus. Namun, bagaimana jika sistem penilaian yang ada saat ini memberikan atau menyajikan nilai pada mahasiswa dengan cara pemringkatan atau yang biasa dikenal sebagai ‘rangking’? Jadi siswa tetap mendapat predikat sesuai dengan ‘range’ namun hanya penyajiannya saja dilakukan secara rangking.

Metode ini mungkin bisa menjadi alternatif bagi sistem perkuliahan sekarang, dikarenakan motivasi belajar mahasiswa yang semakin menurun. Dengan adanya sistem ini, mahasiswa dapat melihat posisinya dibandingkan teman yang lain sebagai motivasi dan tidak membuat rangking yang dicapai berpengaruh pada predikatnya. Mungkin jika diterapkan sistem ini pada sekolah SD-SMA akan membuat masalah karena tidak semua anak mempunyai kemampuan yang sama pada tiap bidang. 

Namun pada pendidikan tinggi yang sudah spesifik di mana mahasiswa harus bisa mempelajari mata kuliah untuk profesinya, terutama mata kuliah dasar misalnya pada kedokteran perlu anatomi, histologi, faal, biokimia dan farmakologi sebagai dasarnya.

Tentu saja setiap sistem mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Pada sistem ini walau kita sudah berusaha meminimalisir efek negatif dari pemeringkatan, tetap saja akan ada. Ini bisa menjadi sarana bertumbuhnya persaingan tidak sehat dan menyebabkan saling menjatuhkan satu sama lain. Belum lagi mahasiswa yang merasa kecewa dan depresi karena peringkat yang selalu dibawah dan/atau stagnan.

Namun seharusnya sebagai orang dewasa mahasiswa harus menyikapi persaingan dengan pikiran yang terbuka karena dunia pekerjaan adalah dunia yang lebih ‘tidak pandang bulu’ dibandingkan perkuliahan. Juga seperti yang disebutkan tadi, pemeringkatan ini tidak berpengaruh pada predikat mahasiswa sehingga yang menentukan predikat adalah nilai masing-masing. Jadi mungkin ini dapat dipertimbangkan oleh universitas sebagai sistem selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun