Setiap orang lahir dengan takdirnya masing-masing. Setiap orang yang lahir memiliki jalan ceritanya masing-masing. Dan tidak semua orang lahir dengan “BEJO” . Benarkah ada yang namanya keberuntungan dan bejo? Dan setiap orang berbeda untung dan bejo-nya? Baiklah ditulisan saya kali ini , saya akan mencoba membahas tentang ke-bejo-an dan keberuntungan yang katanya tidak setiap orang lahir dengan “keberuntungan” dan “bejo”nya dan mereka bernasib malang alias tidak mujur. Sebuah tulisan galau yang mungkin juga dialami orang lain dalam hidup mereka.
Saya pribadi kurang setuju dengan pernyataan seperti itu. Karena menurut saya setiap orang yang lahir didunia ini adalah suatu rahmat dari Sang Pemberi hidup. Setiap orang punya jalan ceritanya masing-masing sesuai dengan skenario dari sang Maha Sutradara. Tidak ada orang yang lahir dengan membawa nasib buruk, ataupun keberuntungan dan hoki. Semua itu sudah ada yang mengatur. Namun pada realitanya, kita semua dapat melihat orang-orang yang seakan-akan dinaungi awan keberuntungan. Dimana-dimana dia selalu “beruntung” dan kelihatannya hidupnya seneng-seneng aja dan untuk mendapatkan sesuatu yang diingini tidak perlu usaha ekstra. Sedangkan ada orang yang sudah berusaha mati-matian namun tetap juga gagal. Ada juga yang sudah berdoa siang malam namun Allah belum juga mengabulkan doa’nya.
BENARKAH ALLAH TIDAK ADIL?
Benarkah ALLAH mau mempermainkan hambaNya?
Kenapa ALLAH memberikan “keberuntungan” tidak kepada semua orang, karena masih banyak kita temui perbedaan?
Saya banyak menemui orang-orang disekitar saya, dan bahkan diri saya sendiri masih mengeluh dan tidak bersyukur dengan nikmat yang diberikan ALLAH. Iri dengan keberuntungan orang lain dan mengutuk kesialan dan nasib malang yang menimpa diri kita. Bila ada anggapan orang “bejo” dan orang “puntung” maka saya termasuk orang yang lahir dengan tidak bejo. Karena untuk mendapatkan sesuatu saya harus bekerja berkali lipat daripada dengan apa yang dikerjakan oleh teman saya. Contoh kecil saja, untuk mendapatkan sebuah handphone saya harus menabung uang saku saya hingga berbulan-bulan dan itupun hanya cukup untuk membeli hp low-end. Sedangkan ada teman saya hanya perlu omongan “aku mau itu” maka ia sudah bisa memiliki apa yang dia mau.
Contoh lain ketidak-bejo-an saya adalah saya tidak pernah memenangi undian walaupun saya punya segepok tiket undian. Sedangkan ada orang yang hanya punya satu tiket undian dan itupun hasil “nemu” dijalan bisa dapat undian mobil bahkan umroh. Saat sekolah di SMA , beasiswa yang seharusnya saya dapatkan ditarik kembali olah pihak sekolah karena katanya saya sudah kaya, “anake Pak Lurah mosok kok dapat beasiswa (anak Kepala Desa masak dapat beasiswa)?” begitu alasan pihak sekolah ketika saya konfirmasi. Padahal mereka tidak tahu, bahwa dirumah pak Lurah itu saya mengabdi, saya hanya numpang dirumahnya. Hanya karena kebaikan Pak Lurah dan keluarga maka status sosial saya bisa terangkat. Sedangkan ada teman saya, yang Bapaknya punya Dieler motor tapi bisa kuliah dengan uang bidik misi dari pemerintah.
Ketika teman-teman seangkatan saya rame-rame masuk kuliah saya harus menjadi pengangguran dan berjuang melawan kerasnya ibu kota hanya demi impian saya yang kesannya sok idealis. Saya harus kembali berjuang untuk menjadi mahasiswa bareng angkatan dibawah saya. Ketika yang lainnya mengeluh kenapa hanya Di Kediri kuliahnya, dan kenapa Komunikasi jurusannya? Saya justru harus jatuh bangun untuk bisa kuliah yang katanya hanya di Kediri dan Jurusannya hanya Komunikasi. Berapa kali saya harus bolak-balik mengurus surat-surat di kelurahan dan kecamatan sebagai syarat penundaan pembayaran uang kuliah pertama. Bagaimana saya harus melawan ketakutan saya pergi ke Malang seorang diri, menghadap PD II (yang waktu itu PD II FISIP UB adalah Bp. Mardiono) untuk menunda pembayaran uang kuliah. Berapa banyak air mata dan keringat yang harus saya keluarkan. Berapakali saya harus bersujud, dan memohon dalam kepasrahan. Bahkan kalaupun harus berdarah saya rela demi satu kursi dikelas impian. Setelah mendapatkan NIM pun , saya harus masih berjuang mempertahankan “kursi” saya , karena banyak hal lain yang berusaha menggagalkan mimpi saya.
Dari pengalaman saya itu, maka bisa saya simpulkan bahwa orang-orang yang katanya lahir tidak bejo (seperti saya) , bisa menciptakan ke-bejo-annya sendiri. Kita bisa menciptakan keberuntungan kita sendiri denga usaha yang keras dan mulut yang tidak pernah berhenti memohon pada sang Maha Kaya. ALLAH TIDAK PERNAH DZALIM apalagi TIDAK ADIL pada hamba-NYA. Setiap apapun yang menimpa kita itu merupakan bentuk rasa cinta ALLAH, dan kasih sayang ALLAH pada kita. Setiap orang memiliki ceritanya sendiri dan diuji dengan cara yang berbeda pula. Ada yang diuji dengan kesenangan, kekayaan, pangkat, dan segala macam “keberuntungan” yang lainnya. Namun ada juga yang diuji dengan kesusahan, kemiskinan, sakit, dan “ketidak-bejo-an”.
Setiap kali gagal, setiap kali terjatuh maka segera bangkit dan bangun. Ketika yang lain berjalan maka berlarilah, ketika yang lain terlelap maka terjagalah dari tidurmu. Seorang guru pernah berkata pada saya.
“ Ketika berdoa, jangan pernah meminta untuk hidup enak. Tapi mintalah supaya kamu dijadikan orang yang kuat dan tahan banting menghadapi segala macam cobaan”.
Bila dirasa hidup kita tidak Bejo dan tidak beruntung. Mari kita ciptakan sendiri Bejo dan Untung itu. Mari kita menjemput kesuksesan kita dengan selalu berusaha dan berdoa karena sang Maha Sutradara tidak pernah menyianyiakan perbuatan baik hamba-NYA walaupun hanya sekecil biji sawi.
“maka nikmat Tuhan-mu yang mana yang kamu dustakan?”
“Let dream and fate takes us where we belong “
Kediri. 22 Oktober 2013
Sebuah catatan kecil dari refleksi diri
yang penuh ketidakpuasan dalam hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H