Mohon tunggu...
Yosepha D
Yosepha D Mohon Tunggu... Mahasiswa - VL-XXI

Sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

UAJY dan Sisi Lain Indonesia

28 April 2018   11:41 Diperbarui: 1 Mei 2018   08:31 780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumen Pribadi

Kala itu mentari bersinar terik, seakan sedang tersenyum lebar menerangi seluruh makhluk hidup di bawahnya. Terdengar riuh burung dari berbagai sudut pohon. Air mengalir deras mengikuti arus yang keras. Bahkan, sesekali riaknya tak malu menyembur hingga ke badan perahu. Angin bertiup sepoi-sepoi, seakan meninabobokan siapapun yang melintasi Sungai Pawan dan Sungai Krio, Ketapang, Kalimantan Barat.

Sepanjang perjalanan, di sisi kiri dan kanan hanya terdapat rerimbunan pohon. Keelokan alam dengan seluruh ciptaan Sang Maha Agung makin menyempurnakan situasi siang itu. Melihat Indonesia dari sudut pandang yang lain. Lepas dari kepenatan dan hingar-bingar kota metropolitan.

Perahu yang sedang melaju kencang ini acapkali berpapasan atau dilewati oleh perahu lainnya. Kebiasaan para penduduk hulu ataupun hilir sungai, selalu menyapa siapapun yang ditemuinya di jalan. Ya, tentu saja terlepas mereka saling kenal maupun tidak. Entah sekadar mengulum senyum, melambaikan tangan, atau bahkan berteriak.

Sumber: Dokumen Pribadi
Sumber: Dokumen Pribadi
Sesampainya di Desa Menyumbung, Kabupaten Hulu Sungai datangnya orang baru ternyata cukup menarik perhatian warga. Apalagi dengan label "mahasiswa" dan "orang kota". Warga tampak amat menghormati para anak muda ini, yang sejatinya masih bau kencur juga sama seperti anak muda lainnya.

Sebulan menjalani hari-hari dengan warga dari hilir hingga hulu sungai. Berkunjung sambil mendengarkan cerita dan keluh-kesah mereka akan kehidupan yang terkadang memang tak adil. Gemah ripah loh jinawi Tanah Borneo, khususnya daerah hilir hingga hulu sungai seolah-olah menjadi bumerang tersendiri bagi mereka.

Ketika ditelusuri lebih dalam, begitu banyak permasalahan kompleks yang ditemui dan sungguh terjadi. Selama ini, kita hanya melihatnya di koran ataupun televisi, kini dengan mata kepala sendiri pun ikut merasakannya.

Tak tiap dusun memiliki sekolah. Jangankan sekolah, bahkan akses untuk ke dusun tertentu pun masih sulit. Belum ada jalan beraspal yang layak untuk dilewati. Sehingga tak heran jika rata-rata warga di Kabupaten Hulu Sungai sungguh menggantungkan hidupnya pada sungai. Tenaga pengajar yang dikirimkan Pemerintah tak mampu menjangkau seluruh dusun. Hanya dusun tertentu dan masih bisa dijangkau yang bisa menikmati pendidikan. Padahal masih banyak dusun di luar sana yang belum terjangkau, namun  tetap saja warganya berhak mendapatkan pendidikan yang layak pula.

Pernah suatu ketika, tepatnya pada 24 Desember 2017 lalu, Pastor V. Hernowo Basuki, CP dari Paroki Menyumbung mengunjungi sekaligus mendoakan seorang umat yang sakit. Thomas Apin namanya dan tinggal di Senduruhan. Ia adalah seorang petani yang sakit sejak 2016. Dokter pun tak ada, apalagi kepemilikan kartu BPJS. Akhirnya, selama setahun belakangan Apin hanya berbaring di rumah panggungnya. Keluarga dan warga sekitar akhirnya hanya merawat ala kadarnya, sebab mereka tak tahu apa yang harus dilakukan. Beberapa hari setelah itu, Apin menghembuskan nafas terakhirnya. Ironisnya, ia meninggal tanpa tahu penyakit yang diidapnya selama ini.

Sumber: Dokumen Pribadi
Sumber: Dokumen Pribadi
Permasalahan lainnya yang belum juga menemukan titik terang. Sebenarnya permasalahan mengenai perusahaan kelapa sawit yang membuka lahan besar-besaran, eksploitasi tak kenal ampun jadi permasalahan tak terperi hingga kini. Dusun Kenyauk (Ampon) salah satunya.

"Di sini sebenarnya bisa dibangun jalan, tapi perusahaan (kelapa sawit) harus masuk. Ketua adat di sini nggak mau, karena kalau perusahaan (kelapa) sawit masuk, ekosistem di sini bisa rusak semua. Makanya akses di sini cuma bisa melalui jalur air," tutur Alex, salah satu pemuda dusun itu.

Tampaknya perusahaan kelapa sawit masih terus menggencarkan niatnya untuk membabat lahan seluas-luasnya, tanpa berpikir panjang dampaknya ke anak cucu warga asli Kalimantan. Padahal bumi beserta isinya ini hanyalah titipan untuk generasi selanjutnya agar mereka masih bisa menikmati alam yang sepatutnya memang masih bisa 'dinikmati'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun