Mohon tunggu...
Yuanita Dyah Ayu Maharani
Yuanita Dyah Ayu Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Prodi D-IV Manajemen Keuangan Negara

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kesulitan Likuiditas: Bolehkah Mengangsur atau Menunda Pembayaran Pajak? Berikut Penjelasannya

17 Januari 2024   22:02 Diperbarui: 17 Januari 2024   22:05 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh seluruh warga negara dalam suatu negara, sebagai wujud kontribusi yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Sifatnya yang memaksa menjadikan setiap warga negara, terutama Wajib Pajak, harus memenuhi kewajiban tersebut. Direktorat Jenderal Pajak, sebagai lembaga hukum yang bertanggungjawab dalam pemungutan pajak, menjalankan tugasnya dengan merujuk pada administrasi pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan.

Namun, bagaimana jika seorang Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas dan tidak mampu sepenuhnya memenuhi kewajiban pembayaran pajak yang telah ditetapkan? Contoh kasus dimana sebuah perusahaan yang pada awal tahun memiliki omset tinggi namun mengalami musibah bencana pada akhir bulan Desember, sehingga omsetnya mengalami penurunan drastis dan menghadapi kesulitan dalam membayar pajak.

Oleh karena alasan tersebut, merujuk pada Pasal 9 ayat (4) UU KUP, dijelaskan bahwa Direktorat Jenderal Pajak dapat memberikan persetujuan bagi Wajib Pajak untuk melakukan angsuran atau penundaan pembayaran pajak selama maksimal 12 bulan, termasuk kekurangan pembayaran pajak yang masih harus diselesaikan berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan. Adapun objek yang dapat diajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak:

  • Pajak yang terutang atas SKP PBB;
  • Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan(SPT) Pajak Penghasilan;
  • Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali;
  • Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga Wajib Pajak tidak mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya.

Berdasarkan keempat objek tersebut, kita dapat memahami bahwa Wajib Pajak yang menghadapi kesulitan likuiditas atau situasi di luar kendalinya, sehingga tidak mampu memenuhi kewajiban pajak tepat waktu, diizinkan untuk melakukan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak. Dengan kata lain, perusahaan diperbolehkan melaksanakan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Lalu bagaimana cara permohonan angsuran atau penundaan pembayaran pajak dapat dilakukan? Berdasarkan ketentuan pasal 21 PMK Nomor 242/PMK.03/2014 yang diubah oleh PMK Nomor 18/PMK.03/2021, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan tersebut melalui surat permohonan pengangsuran atau surat permohonan penundaan pembayaran pajak. Dalam surat permohonan tersebut, Wajib Pajak diminta untuk melampirkan alasan dan bukti kesulitan likuiditas, yang dapat berupa laporan keuangan interim, laporan keuangan, atau catatan tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto.

Selain itu, Surat permohonan juga harus mencantumkan jumlah angsuran, masa angsuran dan besarnya angsuran untuk permohanan angsuran dan untuk permohonan penundaan harus mencantumkan jumlah penundaan pajak dan jangka waktu penundaan. Surat permohonan ini bisa disampaikan secara elektronik atau tertulis(secara langsung, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat).

Persyaratan bagi Wajib Pajak yang dapat mengajukan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak antara lain tidak memiliki tunggakan PBB pada tahun sebelumnya, dan permohonan tersebut harus menyertakan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB, atau Surat Tagihan Pajak PBB yang diminta untuk diajukan pengangsuran atau penundaan.

Surat permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak harus diajukan paling lambat saat SPT Tahunan disampaikan untuk pajak terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh atau dapat juga diajukan sebelum Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak.

Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak setelah melewati batas waktu diwajibkan menyediakan jaminan berupa aset berwujud dengan nilai yang sama dengan utang pajak yang diajukan untuk pengangsuran pembayaran pajak. Kriteria aset tersebut harus merupakan milik pribadi dan tidak sedang digunakan sebagai jaminan dalam konteks lain.

Jika permohonan Wajib Pajak disetujui atau disetujui sebagian, Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan keputusan persetujuan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak. Sebaliknya, jika permohonan tersebut ditolak, Direktur Jenderal Pajak akan menerbitkan keputusan penolakan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja tidak ada keputusan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak, permohonan dianggap disetujui sesuai dengan apa yang dimohon oleh Wajib Pajak. Keputusan persetujuan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak harus dikeluarkan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah berakhirnya jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun