Mohon tunggu...
Maulana Humam Daffa
Maulana Humam Daffa Mohon Tunggu... -

Menikmati baca dan tulis sebagai sebuah kegiatan..

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Kopi Ulee Kareng, Kopi Bubuk Cita Rasa Khas Aceh

26 Januari 2011   07:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:10 4068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_85809" align="alignleft" width="320" caption="Kopi Ulee Kareng"][/caption] Aroma kopi Aceh sudah sejak lama terkenal di Indonesia, mungkin pula di dunia. Aceh adalah salah satu penghasil kopi terbesar di negeri kepulauan ini. Tanah Aceh menghasilkan sekitar 40 persen biji kopi jenis Arabica tingkat premium dari total panen kopi di Indonesia. Dan Indonesia merupakan pengekspor biji kopi terbesar keempat di dunia. Bicara kopi Aceh pascatsunami, tak bisa lepas dari berdatangannya komunitas internasional di bumi Serambi Mekkah ini. Mayoritas mereka juga menyukai kopi Aceh. Tak kurang dari seorang Bill Clinton, yang mantan Presiden Amerika Serikat itu pun, mengagumi kopi Aceh. Dirintis sejak tahun 1960, kopi Ulee Kareng menjadi salah satu kopi bubuk lokal terkenal di Banda Aceh. Cita rasa khas Aceh adalah salah satu keunggulan dari kopi bubuk warisan keluarga ini. Mutu itu pula yang menjadikan kopi bubuk ulee kareng mampu bertahan hingga sekarang. Bahkan, kopi ini memiliki cita rasa yang identik dengan daerah asal kopi itu sendiri, seperti Pidie dan Banda Aceh.  Ketenaran kopi Ulee Kareng sudah menyebar sampai ke Malaysia dan Singapura.

Di Aceh, telah menjadi tradisi bagi kaum prianya untuk menikmati kopi di warung-warung. Jumlah warung kopi di Aceh, khususnya di Banda Aceh, sangat banyak. Warung kopi di Aceh tidak sama dengan warung kopi yang ada di Pulau Jawa, karena warung kopi di Aceh bentuknya seperti restoran. Dari sekian banyak warung kopi di Kota Banda Aceh, terdapat satu warung kopi yang sangat populer dan selalu dipenuhi pengunjung dari pagi hingga malam hari, yaitu warung kopi Ulee Kareng “Jasa Ayah” atau lebih dikenal dengan sebutan Solong. Warung kopi ini dimiliki oleh seorang pria Aceh yang bernama Nawawi. Sebelumnya warung kopi ini telah ada sejak tahun 1958, namun bukan dengan nama “Jasa Ayah”, yang dikelola oleh orang tua Nawawi, yang bernama Haji Muhammad.

Bagi kaum lelaki Aceh, warung kopi tidak hanya sebagai tempat untuk menikmati secangkir kopi dan beberapa makanan khas Aceh lainnya, namun ia berkembang dengan fungsinya yang lebih luas, seperti fungsi sosial, yaitu sebagai tempat memperkuat ikatan solidaritas antar kelompok atau antar sahabat; fungsi politik, dijadikan tempat diskusi isu-isu politik dan pemerintahan baik tingkat lokal, nasional maupun internasional; dan fungsi ekonomi, yaitu sebagai tempat pertemuan dan lobi-lobi bisnis.

[caption id="attachment_85806" align="alignright" width="320" caption="Bubuk Kopi Ulee Kareng yang sudah mendunia"]

12960273602081383454
12960273602081383454
[/caption] Di Banda Aceh, yang disebut warung kopi bentuknya hampir sama seperti restaurant. Bukan duduk di bangku kayu, melainkan di kursi plastik dengan sandaran yang memungkinkan orang yang menduduki bersandar dengan santainya. Kursinya pendek, tempat dudukannya sejajar dengan meja. Jadilah para penikmat kopi itu makin nikmat meneguk minuman pahit itu. Sambil menikmati kopi, di meja akan disuguhi beberapa jenis kudapan khas Aceh yang semua rasanya manis. Rupanya rasa ini menjadi favorit di sini. Kopinya sendiri, kebanyakan hadir dalam gelas kecil. Meskipun begitu, rasanya pas dan tidak terlalu pahit seperti espresso.

Warung kopi “Jasa Ayah” tidak hanya populer di Aceh, namun juga di Indonesia. Kepopulerannya semakin bertambah pasca tsunami di Aceh, karena banyak pekerja nasional dan internasional yang berdatangan ke Aceh. Tidak hanya media massa nasional yang memuat berita tentang kekhasan aroma dan rasa kopi “Jasa Ayah”, namun juga media internasional.

[caption id="attachment_85808" align="alignleft" width="213" caption="Kopi Ulee Kareng, penuh citarasa"]

129602777764334836
129602777764334836
[/caption] Keistimewaan aroma dan rasanya berasal dari pengolahan kopi arabika yang jitu. Kopi itu didatangkan dari Lamno, Kabupaten Aceh Jaya. Diolah dengan cara-cara khusus dan penuh kesabaran, dan keuletan, mulai dari penyangraian (penggosengan) hingga penggilingan. Ketika kopi itu disangrai, apinya tidak boleh terlalu besar, karena dapat menyebabkan kegosongan. Setelah itu baru kopi digiling. Pada saat kopi itu akan disajikan, ia harus diseduh dengan air mendidih agar mengeluarkan aroma yang harum hingga beberapa meter dan barulah setelah itu disaring dan siap disajikan. Umumnya pengunjung yang menikmati kopi arabika “Jasa Ayah”, menikmatinya sambil menyantap hidangan khas Aceh lainnya, seperti kue sarikaya (asoe kaya), kue timpan, kue bolu, martabak telor, nasi gurih (bu guri -- di Jawa sering disebut nasi uduk) ataupun mie Aceh. (mhd)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun