Baru-baru ini berita tentang anjloknya laba bersih maskapai Garuda Indonesia cukup mewarnai di headline beberapa media mainstream negeri ini. Maskapai pelat merah PT. Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mengutip dari informasi Bursa Efek Indonesia, tercatat hanya menghasilkan laba bersih 8.06 juta dolar AS sepanjang 2016 ini. Laba bersih ini menurun tajam 89.42 persen dibandingkan pencapaiannya pada tahun 2015 yang sebesar 76.48 juta dolar AS.Â
Melalui Konferensi Pers di kantor pusat PT. Garuda Indonesia pada rabu (22/3/2017), Dirut Garuda Indonesia Arif Wibowo mengatakan, penurunan laba bersih ini disebabkan persaingan bisnis aviasi yang ketat pada 2016. Salah satunya, persaingan harga tiket antar maskapai. Ketatnya jalur penerbangan dalam dan luar negeri sangat mempengaruhi sehingga mengalami penurunan pendapatan setiap kursi terisi per kilometer atau yield sebesar 9 persen.
Sebenarnya penurunan laba bersih ini sudah lama terjadi hampir setiap tahunnya. Pada laporan keuangan maret 2015, sepanjang 2014 saja, kinerja maskapai pelat merah ini mencetak rugi bersih senilai 371.97 juta dolar AS, padahal pada 2013 Garuda Indonesia mampu meraup laba bersih 13.58 juta dolar AS.
Ketidakmampuan Garuda Indonesia bersaing pada rute-rute internasional dibandingkan dengan maskapai negara lain merupakan salah satu penyebab anjloknya laba bersih, dimana disebutkan tadi keterisian penumpang per kilometer yang tidak terpenuhi sehingga biaya pengeluaran membengkak dibandingkan pendapatannya.
Kinerja yang buruk dan banyaknya kebijakan yang tidak tepat pada maskapai pemerintah ini sudah lama dikritisi oleh DR. Rizal Ramli yang pada waktu itu menjabat sebagai Menko Maritim. Kurang lebih hampir 1,6 tahun yang lalu, tepatnya medio agustus 2015, DR. Rizal Ramli menyoroti tentang rencana pembelian pesawat Airbus A350 sebanyak 30 unit oleh Garuda Indonesia.Â
Menurut DR. Rizal Ramli pesawat Airbus A350 hanya cocok untuk rute Jakarta-Amerika dan Jakarta-Eropa saja. Ditambah lagi rute internasional yang akan diterbangi Garuda Indonesia tidak menguntungkan karena tingkat keterisian yang hanya 30 persen. Dan lebih baik Garuda membeli pesawat Airbus A320 dan memilih fokus penerbangan domestik dan regional Asia.
Sorotan dari DR. Rizal Ramli tersebut bukan tanpa alasan, sebab pada saat beliau menjabat sebagai Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur, Garuda saat itu tak mampu membayar utang kepada konsorsium Bank Eropa sebesar 1.8 miliar dolar AS dan terancam disitanya semua pesawat Garuda. Namun dengan kepiawaiannya, DR. Rizal Ramli mampu menaklukkan para bankir tersebut dengan mengirim surat grasi ke Frankfurt untuk menuntut balik konsorsium Bank Eropa karena menerima bunga dari kredit dengan ekstra 50 persen.Â
Dan akhirnya mereka meminta damai dan sepakat merestrukturisasi utang Garuda. Oleh sebab itulah DR. Rizal Ramli meminta Presidan Jokowi untuk lebih memperhatikan layanan dan tidak melakukan pemborosan, dikarenakan DR. Rizal Ramli tidak ingin Garuda bangkrut lagi.
Kepretan DR. Rizal Ramli ini ternyata membuat gerah Rini Soemarno sebagai menteri BUMN. DR. Rizal Ramli dianggap mencampuri Garuda Indonesia yang merupakan dibawah koordinasi Kementerian BUMN. Padahal pemikiran dan ide-ide DR. Rizal Ramli adalah sebuah sumbangsih dirinya sebagai menteri yang membantu Presiden, dan sebagai ekonom senior dan sudah mendunia jadi wajar saja kalau DR. Rizal Ramli memberikan saran dan masukan agar Pemerintahan Presiden Jokowi tidak terbebani dengan imbas dari masalah Garuda Indonesia.
Namun saran dari DR. Rizal Ramli dianggap sebagai kegaduhan oleh Rini Soemarno dan para kroninya. Peringatan beliau untuk lebih fokus ke penerbangan domestik dan regional asia daripada penerbangan rute internasional atau long-haul tidak digubris oleh Rini Soemarno. Dan sepanjang 2016 Garuda Indonesia Grup telah mendatangkan 17 unit pesawat baru, salah satu tujuannya adalah untuk melayani penerbangan rute internasional atau long-haul. Apalagi pembelian pesawat ini merupakan dari hutang luar negeri.
Kritik DR. Rizal Ramli soal pemborosan dan kebijakan Garuda Indonesia menjadi kenyataan pada saat ini. Dengan terus anjloknya laba bersih Garuda Indonesia dari tahun ke tahun selama periode Pemerintahan Jokowi saat ini. Dan sebelum kabar anjloknya laba bersih garuda saat ini, pada Januari lalu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengingatkan Direksi Garuda Indonesia untuk tidak main-main dengan rencana pengembangan armada pesawat. BPK mengingatkan agar Garuda tidak lagi melakukan kesalahan lagi dalam pembelian pesawat sehingga menghasilkan pemborosan hingga 94 juta dolar AS per unit. Peringatan ini datang berdasarkan hasil audit laporan keuangan Garuda Indonesia dalam kurun waktu 2011-2015.