Pengalaman manis dan lebih manis Kuliah Kerja Nyata (KKN) memang tidak terlupakan. Kegiatan KKN merupakan salah satu mata kuliah wajib yang dilaksanakan di lapangan oleh mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. Penulis akan menceritakan pengalaman KKN Â di tanggal 10 Juli - 10 September 1996. Para mahasiswa menemui sendiri atau menghadapi peristiwa bagaimana kepentingan warga lebih didahulukan daripada kepentingan diri yang sangat mencolok.
Saat tiba di lokasi KKN, perangkat desa menerima kami para mahasiswa dengan penuh kekeluargaan saat pihak kampus perguruan tinggi menyerahkan pada mereka. Setelah acara seremonial penyerahan mahasiswa kepada Kepala Desa Argomulyo yang waktu itu diwakili oleh Sekretaris Desa atau biasa disingkat dengan Sekdes, para mahasiswa diterima pula oleh para kepala dusun.
Ada beberapa kelompok yang ditempatkan di dusun-dusun desa Argomulyo. Salah satu pesan sambutan penerimaan mahasiswa KKN, kami para mahasiswa diminta untuk memperindah gapura yang sudah dimiliki desa selama ini. Selebihnya, mahasiswa KKN diminta fokus untuk untuk pelaksanaan program-program yang akan dilakukan di dusun masing-masing.
Kami para mahasiswa menawarkan program-program beberapa program pagarisasi, bolamisasi, bimbingan belajar untuk anak-anak sekolah, lantainisasi, pengecatan gapura desa, dsb. Khusus pengecatan gapura dilakukan bersama kelompok lain di dusun. Selain melaksanakan program tersebut, para mahasiswa juga mengikuti kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan warga dusun.
Dalam melaksanakan program lantainisasi, kami para mahasiswa KKN mencoba mengajukan permohonan bantuan pemerintah daerah. Berdasarkan data, lantai semua warga sudah dilakukan pengerasan atau lantainisasi dari berbagai bantuan ataupun usaha warga dusun. Salah satu rumah warga notabene rumah orang tua kepala dusun sendiri malah belum diperkeras. Tinggal satu rumah ini yang belum diperkeras.
Rumah orang tua kepala dusun menjadi perhatian para mahasiswa. Mereka mempertanyakan tentang belumnya diperkeras oleh kepala dusun. Sempat kepala dusun bersikeras untuk memperkeras sendiri nantinya. Secara khusus kami berembug dengan kepala dusun. Kalau permohonan bantuan atau proposal mahasiswa direalisasikan, kami akan bergotong royong untuk memperkerasnya. Para mahasiswa pun tidak bisa memberi kepastian. Meskipun ada penolakan dari kepala dusun, para mahasiswa mendesak agar kepala dusun berkenan menerima bantuan tersebut untuk rumah orang tuanya.
Dosen pembimbing pun mempertanyakan mengapa kami mengajukan proposal bantuan semen. Kami menjelaskan tentang kondisi salah satu rumah milik orang tua kepala dusun. Dosenpun memahami rencana kami para mahasiswa.
Ternyata pada tahun 1996, para mahasiswa telah menjadi saksi bahwa kepala dusun selama ini mengalah untuk warga dusun. Kepala dusun mendahulukan segala bentuk bantuan untuk warga terlebih dahulu. Hingga rumah orang tua sendiri terabaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H