Si bapak ikut gemas rupanya. "Sekarang, ada orang yang punya modal, buka usaha "barber shop". Padahal, pegawainya kurang skill-nya."
Ada benarnya kata si bapak. Terbayang tadi pagi, cara mencukurnya pun seperti tak lazim, asal cepat selesai saja. "Oh gitu ya pak. Mencukur rambut kesannya gampang ya pak. Padahal perlu keahlian dan keterampilan khusus." Saya sependapat.
Masih ingat dalam benak, saat Pak Jokowi bercukur pun tak sembarangan memilih "tukang cukur". Kebayang bukan, jika tukang cukur presiden adalah orang-orang dengan keterampilan (mencukur yang) minim, maka bisa-bisa akan jadi lelucon di seluruh pelosok negeri. Reputasi sebagai "tukang cukur" sungguh-sungguh dipertaruhkan.
Nah, akhirnya si adik selesai bercukur. Ia kelihatan hepi. Saya pun hepi. Baru ini, adik bercukur dua kali dalam sehari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H