Kemarin, sebelum senja menutup hari, mulutmu bercerita tanpa henti.Â
Sebentar dengan kesal hati, sebentar geli, sebentar menyesal, begitu terus dan berulang.
Katamu, seumur-umur baru kali ini merasa bersyukur, karena hidungnya masih berfungsi normal.Â
Sesaat ia tersenyum, meski matanya merah karena tangis semalam-malaman.Â
Katamu, bapak tak percaya cerita-cerita rekayasa wabah penyakit
Karenanya, bapak tak pernah takut terjangkit: Gusti Allah sudah kasih kekebalan alami kepada kita.
Bapak pergi ke sawah seperti biasa, menanam jagung di ladang, juga tetap merokok sebagaimana biasa
Tapi pagi ini, bapak menyerah.Â
Dan pagi ini, kamu pontang-panting mencari nafas sejati
bahkan waktu pun belum menunjuk pukul delapan,
Tapi puluhan orang telah mengantri sejak dini hari