Sore ini, aku berkabar tentang kesehatanku.
"Aku baik-baik saja, bagaimana dengan bapak & ibu?"
Lama tak dijawab. Aku menunggu:
"Bapak sehat. Ibu juga sehat."
Aku tak langsung percaya.
Sebab, hari-hari lalu, pesan-pesan yang terkirim adalah palsu
Bapak bilang, 'Sehat!'
Nyatanya bapak sedang mengerang kesakitan, karena kakinya terluka oleh benda tajam.
Ibu yang tak kuat, membocorkan cerita. Â "Bapak sedang belah kayu, tapi kapaknya meleset kena ke kaki."
Sejak itu, (terutama) sejak bapak sedikit mahir gunakan whatsapp, aku tak bisa langsung terkesima dengan pesan yang "baik-baik" saja.
Maka, kudesak lagi: "Asam uratnya sudah sembuh?"
Lama tak dijawab. Aku tak sabar menunggu.
"Iya. Masih terasa nyeri di kaki..."
Naah.. apa kubilang, bapak selalu bohong di awal berkirim pesan.
Nyatanya, bapak sedang kesakitan.
Buru-buru pesan berikutnya memburu.
"Padahal segala makanan pantangan sudah bapak hindari!"
Oo.. syukurlah, bapak semakin tahan uji: berpantang jeroan.
Aku menjawab:
"Jika boleh memberi saran. Perbanyaklah minum air putih dan jangan lupa olahraga!"
Bapak menjawab singkat: Oke