Mohon tunggu...
Yosri Azwar
Yosri Azwar Mohon Tunggu... mocok-mocok -

Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Esensi Manusia

8 Desember 2015   17:48 Diperbarui: 8 Desember 2015   17:57 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menurut ulama besar islam Al Imam Abu Hamid Al-Ghazali (1058-1111 M), bahwa manusia mempunyai identitas esensial yang tetap, tidak berubah-ubah yaitu al-nafs (jiwa). Yang dimaksud dengan al-nafs adalah "substansi yang berdiri sendiri, tidak bertempat, dan merupakan tempat pengetahuan intelektual (al-ma'-qulat) berasal dari 'alam al-malakut' atau 'alam al-amr'.

Ini menunjukkan bahwa esensi manusia bukan fisiknya dan bukan fungsi fisiknya, sebab fisik adalah sesuatu yang mempunyai tempat sedangkan fungsi fisik adalah bergantung kepada fisik. Alam al-malakut adalah realitas-realitas di luar jangkauan indera dan imajinasi, tanpa tempat, arah dan ruang dan lawannya adalah 'alam al-khalq' atau 'alam al-mulk' yaitu dunia, tubuh dan aksiden-aksidennya. Esensi manusia dengan demikian adalah substansi immaterial yang berdiri sendiri, tidak bertempat, tidak terbagi-bagi, dan mempunyai kemampuan mengetahui, bersifat kekal dan diciptakan.

Setiap manusia mempunyai al-nafs yang lain daripada yang dimiliki manusia lainnya, dan hanya diciptakan untuknya, jadi setiap manusia bersifat individual yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri.

Di dalam salah satu buku filsafatnya Mi'ral al-Salikin, Al Imam Al-Ghazali menggambarkan bahwa manusia terdiri dari al-nafs, al-ruh dan al-jism. Di sini yang dimaksud dengan al-ruh bukanlah al-ruh dalam arti esensi manusia (beberapa ulama Islam memberi istilah yang sama untuk nafs dan ruh). Untuk ketiganya Imam Al-Ghazali menjelaskan arti masing-masing. Al-nafs adalah substansi yang berdiri sendiri, tidak bertempat seperti yang telah disebutkan di atas; al-ruh adalah energi alam (al-hararat al-ghariziyyat) yang berada di seluruh sel tubuh manusia sebagai 'pembawa hidup'; sedangkan al-jism adalah tubuh manusia yang tersusun dari unsur-unsur materi.

Jadi al-jism adalah bagian yang paling tidak sempurna pada manusia. Ia terdiri dari unsur-unsur materi yang pada suatu saat komposisinya bisa rusak, oleh karena itu ia tidak memiliki sifat kekal. Disamping itu al-jism tidak memiliki daya sama sekali, ia hanya mempunyai mabda' thabi'i (prinsip alam) yang tunduk kepada kekuatan-kekuatan di luar dirinya. Jelasnya al-jism tanpa al-ruh dan al-nafs adalah benda mati.

Di dalam bukunya Ma'arij al-Quds, Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa manusia terdiri atas substansi yang memiliki dimensi (al-jism) dan substansi yang tidak memilki dimensi memiliki kemampuan merasa dan bergerak dengan kemauan (al-nafs). Di sini ia tidak membicarakan al-ruh namun menambahkan bahwa ada dua tingkatan al-nafs lagi setelah al-nafs yang disebutkan di atas. kedua jiwa ini disebut di bawah jiwa manusia karena dipunyai juga oleh makhluk lainnya yaitu al-nafs al-nabatiyyat (jiwa vegetatif) yang dimiliki juga oleh tumbuh-tumbuhan dan al-nafs al-hayawaniyyat (jiwa sensitif) yang juga dimiliki oleh hewan dan tumbuh-tumbuhan. Dan untuk keduanya Imam Al-Ghazali menyebutnya dengan al-ruh al-hayawani.

Untuk lebih memahami tentang jiwa (al-nafs), dapat merujuknya kepada Al-Qur'an antara lain: QS. [4; 63], [91; 7-10], [82; 5], [40; 17], [74; 38] dan tentang ruh (al-ruh) QS. [32; 9], [15; 29], [66; 12], [17; 85].

Wallahu'alam.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun