Adalah sangat menyedihkan ketika sekelompok dokter di Indonesia sudah mulai melakukan unjuk rasa untuk memperjuangkan “hak-nya”. Kejadian ini dapat dijadikan salah satu penunjuk (indicator) kepada kita bahwa para dokter tersebut sudah mulai berperilaku “mengutamakan hak pribadinya” di atas hak rakyat Indonesia yang butuh pertolongan bagi kesehatannya. Adalah fakta bahwa sebagian besar dokter di Indonesia hidup dalam kemewahan, punya mobil mewah, punya rumah mewah, berpenampilan mewah, dan sedikit sekali dokter yang hidup bersahaja apa adanya. Dokter hidup mewah bukan hal yang tabu, namun apabila kemewahan tersebut diperoleh dari pasien-pasien yang meminta pertolongan kepadanya, itu hal yang memalukan dan tidak berperikemanusiaan. Pada masa 20 tahun terakhir ini di Indonesia, gejala inilah yang terjadi dan cenderung semakin parah.
Sebagian besar pasien mengeluh akan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan mereka untuk berobat. Bahkan tidak sedikit rakyat Indonesia yang menjadi “bangkrut” ketika mereka jatuh sakit, semua dikarenakan biaya perobatan yang tinggi dan tidak terjangkau. Gejala lain yang juga sangat memalukan adalah bahwa sebagian besar dokter-dokter di Indonesia sudah sangat tergantung kepada peralatan kesehatan “canggih” dan obat-obatan “paten” yang lagi-lagi berbiaya mahal dan sangat mahal. Padahal di masa kakek saya yang seorang dokter (60 tahun yang lalu) dimana peralatan canggih belum ada, tokh sebagian besar pasiennya juga sembuh. Mereka hanya bermodalkan niat yang tulus disertai permohonan dan do’a kepada Allah yang memiliki kekuasaan atas penyakit dan obatnya. Sedangkan dokter sekarang lebih banyak yang berniat meningkatkan kesejahteraannya, dan meminta pertolongan kepada peralatan kesehatan dan obat-obatan. Mereka para dokter tidak sadar bahwa mereka sudah “dikendalikan” oleh perusahaan-perusahan peralatan kesehatan dan obat-obatan yang berorientasikan kepada keuntungan (profit oriented) semata.
Fungsi dan peran BPJS Kesehatan yang utama adalah sebagai “pengendali” terhadap pembiayaan kesehatan. Prinsip “menanggung risiko bersama” akan menjamin terciptanya keterjangkauan biaya kesehatan bagi seluruh peserta, dan fungsi kontrol terhadap tata-kelola dan prosedur pengobatan akan menjamin terwujudnya pembiayaan kesehatan yang rasional. Dan dua hal inilah yang telah membuat banyak rakyat Indonesia menderita dan kehilangan haknya dalam 20 tahun terakhir ini.
Namun yang disayangkan dari sisi BPJS Kesehatan adalah bahwa walaupun persiapan untuk sistem sudah dimulai sejak lebih dari 10 tahun yang lalu, namun hasilnya masih saja banyak kekurangan dan kesalahan, dan “gerak lambat” dari manajemen BPJS Kesehatan yang sekarang ini di dalam membenahinya sangat merugikan, baik terhadap para peserta, terlebih lagi terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan yang terlibat di dalam sistem.
Adalah sangat “elegan” bagi para dokter untuk duduk bersama-sama dengan pihak BPJS Kesehatan untuk melakukan berbagai perbaikan yang diperlukan bagi terselenggaranya sistem yang baik secara menyeluruh. Hendaknya pihak Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan sadar dan mau bertaubat bahwa kesalahan fatal yang telah mereka lakukan di dalam mempersiapkan sistem Jaminan Kesehatan Nasional adalah “tidak melibatkan seluruh sub-sistem yang berperan, dan para pemangku kepentingan” terutama di dalam tahap perencanaan sistem, sehingga terwujudlah sistem jaminan kesehatan nasional yang seperti sekarang ini (baca: amburadul).
Bertaubatlah wahai para dokter yang sudah terlanjur lupa atau terlanjur melanggar sumpah dan kode etik sebagai seorang dokter. Gunakanlah kembali mata, tangan, telinga dan sebuah stetoskop yang tidak mahal sebagai modal untuk mengobati pasien, dan dengan niat yang tulus serta do’a kepada Allah SWT maka yakinlah bahwa penyakit akan teratasi dan pasien benar-benar tertolong. Apalah artinya apabila penyakit sembuh, namun mereka para pasien justru jatuh ke dalam jurang kemiskinan dan kesusahan oleh karena membayar biaya dokter dan rumah sakitnya.
Wahai para dokter, ingatlah bahwasanya rezeki itu datangnya dari Allah SWT dan rezeki yang berkah itu adalah ketenangan hidup di dunia dan akhirat, sedangkan kemewahan hanya akan mendatangkan celaka.
Wallahu’alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H