Mohon tunggu...
Yosri Azwar
Yosri Azwar Mohon Tunggu... mocok-mocok -

Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Healthy

12 Tahun Vaksin Palsu, BPOM untuk Apa?

30 Juni 2016   07:20 Diperbarui: 30 Juni 2016   08:25 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sangat memprihatinkan bahwa vaksin palsu dapat beredar dengan bebas di Indonesia selama 12 (duabelas) tahun tanpa diketahui oleh BPOM selaku satu-satunya badan yang memiliki fungsi, tugas dan tanggungjawab terhadap pengawasan vaksin tersebut. Lantas apa yang dilakukan mereka sebenarnya?

Pantas saja anggota DPR kita salah alamat ketika menanyakan tentang hal ini kepada Menteri Kesehatan, mungkin anggota DPR yang menanyakan tersebut perlu banyak belajar sebelum banyak bertanya, sungguh bikin malu saja.

Dari sejak awal berdirinya BPOM sudah dapat diprediksi bahwa BPOM tidak akan dapat bekerja sebagaimana mestinya.

Padahal sebelumnya fungsi pengawasan obat dan terutama makanan yang sehari-harinya dikonsumsi oleh masyarakat sudah berjalan dengan cukup baik, ini terjadi sebelum reformasi di mana pengawasan langsung terhadap produsen, distributor dan pengguna obat dan makanan dilaksanakan di Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan. Di samping pengawasan, maka Puskesmas juga bertindak dalam hal penanggulangan dampak dari obat dan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Dan karena Puskesmas berlokasi dekat dengan masyarakat maka fungsi pengawasan dapat dilakukan dengan cepat dan menyeluruh.

Ketika fungsi pengawasan obat dan makanan berdiri sendiri dengan BPOM sebagai pelaksananya, maka terjadi peningkatan yang signifikan dalam hal penyalahgunaan dan pelanggaran yang berkenaan dengan obat dan makanan yang sangat merugikan masyarakat. Semakin maraknya penggunaan zat pewarna, pengawet dan bahan makanan yang tidak layak dikonsumsi. Demikian pula halnya dengan obat, semakin maraknya penyalahgunaan obat dan bahan berbahaya, obat-obatan palsu dan lain sebagainya. Dan yang paling mengenaskan adalah vaksin palsu, yang lalau ditanyakan kepada BPOM kira-kira apa yang sudah terjadi dan apa dampaknya terhadap bayi dan anak-anak kita yang sudah divaksinasi dengan vaksin palsu, dan bagaimana penanggulangannya secara menyeluruh, maka sudah hampir dapat dipastikan bahwa BPOM tidak memiliki Jawabannya samasekali. Dan ini adalah FAKTA AKTUAL yang sedang kita hadapi.

Bagaimana caranya pegawai POM yang berjumlah 3604 orang dapat berfungsi secara cepat dan menyeluruh di lebih dari 400 kabupaten dan kota, serta lebih dari 6000 kecamatan di seluruh Indonesia, untuk menggantikan fungsi yang sebelumnya dilakukan oleh Puskesmas? Dan yang lebih anehnya lagi bahwa 1027 orang pegawai POM tersebut berada di BPOM di Jakarta. Janganlah kita terlalu naif untuk berfikir bahwa BPOM mampu membuat program hebat yang akan menggerakkan masyarakat atau instansi lainnya dalam melakukan fungsi, tugas dan tanggungjawabnya, sementara yang menerima gajinya hanya BPOM. Janganlah pernah bermimpi bahwa BPOM dapat berperan layaknya FDA di Amerika, ini hanyalah mimpi yang bodoh. Indonesia adalah Indonesia dengan seluruh apa yang ada di dalamnya, dan tidak satupun yang dapat dipersamakan dengan negara manapun di dunia ini, namun sebagian besar penyelenggara negara saat ini memiliki mimpi yang bodoh dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Untuk apa studi banding ke luar negeri, adalah cukup dan jauh lebih baik melakukan studi di Indonesia, tanpa perlu membanding-bandingkan apapun. Studi akan menghasilkan ilmu, sedang membanding-banding adalah kebodohan yang menghambur-hamburkan uang.

Kembali kepada BPOM, maka sudah terbukti secara empiris bahwa adalah jauh lebih efektif dan lebih efisien untuk meletakkan fungsi pengawasan obat dan makanan kembali seperti semula ke Puskesmas dengan beberapa penguatan yang mungkin diperlukan. Sudah saatnya kita menerima kenyataan dengan besar hati, demi kepentingan masyarakat dan generasi penerus bangsa.

Wallahu’alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun