Entah karena apa faktornya saya tidak tahu. Entah karena budaya meniru yang begitu melekat pada diri kita. Ataupun kita terlalu menjunjung tinggi nilai ajaran leluhur, sehingga mengubah kata pun kita enggan. Atau gimana. Namun yang jelas tidak ada nilai sastra dalam isinya.Â
Jarang saya temukan penceramah atau seorang yang berpidato menggunakan mukaddimah dengan bahasa yang indah nan sastrawi. Kebanyakan ya kembali itu-itu aja.
Hal ini tentu berbeda dengan budaya arab. Saya yakin, jika anda membuka kitab 1000 judul saya berani jamin isi muqaddimahnya pasti berbeda. Saya kira para ulama punya standar dan gengsi sendiri dalam menulis muqaddimah.
Entahlah, kadang saya sendiri ketika bicara di depan umum mukaddimahnya juga itu-itu juga. Males sih mau mikir mukoddimah lawong inti omongannya aja kadang belum siap. heheheh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H