Mohon tunggu...
Yayat S. Soelaeman
Yayat S. Soelaeman Mohon Tunggu... Penulis - Berbagi Inspirasi

writer and journalist / yayatindonesia@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memahami Uji Kalibrasi dan Isu Strategis yang Belum Tuntas

26 September 2023   16:49 Diperbarui: 26 September 2023   17:02 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Audiensi dengan Ketua MPR RI (Foto: Alfakes)

Jakarta -- Berbagai isu strategis dan persoalan penting mengenai sektor pengujian dan kalibrasi alat-alat kesehatan nasional kembali menyeruak ke permukaan di tengah-tengah berlangsungnya Musyawarah Nasional (Munas) Asosiasi Perusahaan Laboratorium Pengujian, Kalibrasi, Pemeliharaan dan Perbaikan Fasilitas Kesehatan (Alfakes) III di Hotel Horison, Tangerang, Rabu (20/9/2023) pekan lalu.

Alfakes adalah organisasi yang dibentuk oleh beberapa perusahaan laboratorium pengujian dan kalibrasi alat-alat kesehatan nasional. Saat ini ada sekitar 55 perusahaan laboratorium swasta secara nasional, paling banyak ada di  Jakarta (20 perusahaan). Kemudian di Banten/Tangerang Selatan (9); Jawa Barat (12), terutama di Bekasi, Depok dan Bandung; Jawa Tengah (6), Jawa Timur (5), dan  masing-masing satu perusahaan lab di Yogyakarta, Makassar, dan Pekanbaru.

Perusahaan lab pengujian dan kalibrasi ala-alat kesehatan inilah yang saat ini melayani pelaksanaan kalibrasi (peneraan) alkes milik rumah sakit, puskesmas, klinik kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan lainnya di seluruh Indonesia.

Namun selain perusahaan lab milik swasta, terdapat pula beberapa institusi laboratorium pengujian dan kalibrasi alkes milik pemerintah (Kementerian Kesehatan RI), yaitu Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) dan Loka Pengamanan Fasilitas Kesehatan (LBFK). BPFK di antaranya ada di Medan, Jakarta, Bandung, Surakarta (Solo), Surabaya, dan Makassar, sedangkan LPFK ada di Surakarta dan Banjar Baru (Kalsel).

Agenda utama Munas Alfakes III pekan lalu adalah pemilihan ketua umum baru karena kepengurusan Alfakes periode 2018-2023 yang dipimpin Dr Hendrana Tjahjadi telah berakhir masa baktinya.

Dua kandidat ketua umum adalah Adhi Prihasto, ST (pemilik PT Medcalindo) dan Hanafi, ST, MT (Direktur SDM PT Mitra Solusi Elektromedik). Keduanya kemudian dipilih secara langsung oleh 42 suara anggota Alfakes yang hadir. Adhi Prihasto akhirnya tampil sebagai ketua umum baru Alfakes setelah meraih 25 suara, sedangkan kompetitornya Hanafi memperoleh 17 suara.

Isu Strategis

Tantangan pertama kepengurusan baru Alfakes adalah menjaga dan meningkatkan kualitas hasil pengujian kalibrasi dan meningkatkan kepercayaan publik, terutama dari institusi sarana pelayanan kesahatan, yaitu rumah sakit (pemerintah dan sgota Alfakes wasta), puskesmas, dan klinik kesehatan, agar mereka melakukan kalibrasi alkes setidaknya setahun sekali.

Isu lain yang tidak kalah penting adalah, hingga saat ini, jumlah perusahaan lab pengujian dan kalibrasi alkes anggota Alfakes tidak lebih dari 55 lab, dan jumlah itu sangat kurang, apalagi perusahaan itu terkonsentrasi di sekitar DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain di wilayah itu, hanya ada satu lab di Yogyakarta, Pekanbaru, dan Makassar.

"Alfakes ke depan harus mendorong anggotanya untuk mendirikan cabang perusahaan di daerah-daerah yang belum memiliki laboratorium pengujian kalibrasi, sehingga bisa melayani jasa pengujian kalibrasi alkes sarana pelayanan kesehatan setempat," kata mantan Ketua Umum Alfakes Dr Hendrana Tjahjadi di sela-sela acara Munas Alfakes III.

Dikemukakan, jumlah anggota Alfakes ada 55 perusahaan, ditambah dengan BPFK dan IPFK milik pemerintah, jumlahnya tidak sampai 70 laboratorium se Indonesia.

Munas Alfakes III/2023 (Foto: Alfakes)
Munas Alfakes III/2023 (Foto: Alfakes)
"Apabila satu lab maksimum hanya mampu melayani 15.000 -- 20.000 unit alkes setahun, maka dengan jumlah alkes yang mencapai 2,9 juta unit lebih di seluruh rumah sakit dan puskesmas, setidaknya dibutuhkan 150 perusahaan laboratorium untuk melayani kalibrasi alkes," kata Hendrana.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Tahun 2022, jumlah rumah sakit di seluruh Indonesia mencapai 3.072 rumah sakit, sedangkan jumlah puskesmas di seluruh Indonesia sebanyak 10.205 puskesmas (rawat inap/non rawat inap). Tidak termasuk klinik khusus dan praktik dokter bersama.

Perang harga

Persoalan lain adalah adanya perang tarif antara sesama anggota Alfakes, padahal ceruk permintaan pasar untuk kalibrasi seharusnya tak terbatas. "Memang terjadi anomali dalam penetapan tarif jasa kalibrasi di antara sesama anggota Alfakes, hal ini amat disayangkan," kata Dr Hendrana.

Menurutnya, terjadinya perang harga disebabkan perusahaan laboratorium hanya berebut pasar di kota-kota besar di sekitar DKI Jakarta dan Pulau Jawa, sedangkan potensi pasar yang sangat besar yang berada di luar Pulau Jawa dianggap tidak menguntungkan karena perusahaan harus mengeluarkan biaya akomodasi dan transportasi yang cukup besar untuk mengkalibrasi alkes.

"Dugaan kami, kondisi saat ini seluruh perusahaan laboratorium kalibrasi cenderung diatur oleh pasar, sehingga setiap perusahaan berusaha menetapkan tarif rendah agar memperoleh kontrak dari rumah sakit atau puskesmas, baik melalui undangan lelang langsung atau melalui e-katalog," katanya.

Isu strategis lain, menurutnya, Alfakes harus mendorong pemerintah agar mendirikan institusi pengawas lembaga kalibrasi, termasuk institusi yang mengawasi rumah sakit-rumah sakit dan puskesmas terkait kewajiban pelaksanaan pengujian dan kalibrasi alkes.

"Harus ada institusi yang mengawasi, bahkan kalau bisa, memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi terhadap sarana pelayanan kesehatan yang mengabaikan kewajiban melakukan kalibrasi alkes mereka," katanya.

Hendrana Tjahjadi menambahkan, secara umum, para pemimpin sarana pelayanan kesehatan di Indonesia masih memandang kurang penting kewajiban melakukan kalibrasi alkes. Bahkan uji kalibrasi hanya dianggap sebagai bagian kecil dari pemeliharaan dan perbaikan alkes.

Padahal sudah ada Peraturan Menkes RI No. 363/Menkes/Per/IV/1998 tentang Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan yang mewajibkan setiap alat kesehatan yang dipergunakan di Sarana Pelayanan Kesehatan (rumah sakit, puskesmas) dilakukan pengujian dan kalibrasi secara berkala, sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun. "Sayangnya peraturan itu kurang efektik dan tidak berjalan dengan baik," katanya.

Pentingnya Kalibrasi

Meskipun demikian, katanya menambahkan, dalam tiga tahun terakhir ini, terjadi perkembangan yang menggembirakan, karena para pengambil keputusan di pemerintah pusat, pemerintah daerah, rumah sakit dan puskesmas, sudah mulai memahami pentingnya kewajiban melakukan kalibrasi alkes.

Audiensi dengan Ketua MPR RI (Foto: Alfakes)
Audiensi dengan Ketua MPR RI (Foto: Alfakes)
Sangat mungkin perubahan itu terjadi setelah pimpinan Alfakes periode 2018-2023 melakukan berbagai terobosan, termasuk melakukan pendekatan kepada para pejabat pemerintahan di tingkat pusat, daerah, bahkan anggota DPR/DPRD.

Hendrana membenarkan bahwa kepengurusan Alfakes sebelumnya telah melakukan pendekatan kepada beberapa petinggi pemerintahan, termasuk bertemu dengan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, anggota DPR RI dari komisi terkait, pimpinan DPRD DKI Jakarta, dan beberapa pejabat pemerintah di dinas-dinas terkait.

Tujuannya adalah agar seluruh pusat sarana pelayanan kesehatan, rumah sakit, dan puskesmas, mematuhi aturan Permenkes RI No. 363/1998 tentang Pengujian dan Kalibrasi Alkes, sekaligus memahami pentingnya melakukan kalibrasi terhadap alkes karena menyangkut kepentingan rakyat banyak.

"Melakukan pengujian dan kalibrasi terhadap alkes wajib dilakukan oleh seluruh rumah sakit, puskesmas, maupun pusat-pusat pelayanan kesehatan, sehingga alat-alat kesehatan yang ada benar-benar layak pakai untuk mendiagnosis pasien," kata Dr Hendrana.

Dikemukakan, dengan melakukan pengujian dan kalibrasi alkes, maka sesungguhnya dapat mencegah terjadinya kasus-kasus salah ukur terhadap kondisi pasien. Tanpa uji kalibrasi, maka resikonya sangat besar terhadap keamanan dan keselamatan manusia atau pasien.

Ia mengatakan, masih banyak rumah sakit dan puskesmas yang belum mengkalibrasi alkes mereka, dan menurutnya, kemungkinan pimpinan sarana pelayanan kesehatan itu lebih mementingkan pembelian alat-alat kesehatan baru, pengadaan obat dan makanan, dibanding memelihara dan mengkalibrasi.

"Pengujian dan kalibrasi alkes sesungguhnya menyangkut nyawa manusia, oleh karena itu kewajiban kalibrasi alkes menjadi tanggung jawab penuh Pemerintah, termasuk pihak rumah sakit, puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan," kata Dr Hendrana.

Terobosan lain di kepengurusan Alfakes sebelumnya, menurut Hendrana, pihaknya menjalin kerjasama yang baik dengan kalangan media massa, baik media cetak, online maupun televisi, sehingga berita perkembangan sektor kalibrasi alkes mendapat porsi pemberitaan yang layak.

Mantan Sekjen Alfakes Mujiono Oetojo yang juga Dirut PT Mitra Solusi Elektromedik menambahkan, pengurus Alfakes ke depan dapat meningkatkan kerjasama dengan seluruh anggotanya dan dengan berbagai pihak terkait.

"Saat ini sudah waktunya Alfakes meningkatkan kualitas, integritas, dan menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan jajaran Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah, Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, Asosiasi Rumah Sakit Daerah, Masyarakat Metrologi Indonesia, Lembaga Standardisasi Nasional Satuan Ukuran, dan Komite Akreditasi Nasional atau KAN," kata Mujiono.

Audiensi dengan DPRD DKI (Foto: DPRD DKI)
Audiensi dengan DPRD DKI (Foto: DPRD DKI)
Menurutnya, Alfakes harus menjadi organisasi yang kompeten, dan mampu melakukan kerjasama dan kolaborasi dengan seluruh anggotanya dan dengan pihak yang berkepentingan, serta menghindari persaingan internal yang kurang perlu.

Salah satu anggota Alfakes, Direktur PT Calibramed, Sonny Kasim, SE, juga mengingatkan agar kepengurusan Alfakes yang baru melakukan berbagai terobosa penting, karena tantangan di masa datang akan semakin berat, terutama dengan masih sedikitnya jumlah anggota Alfakes.

"Jumlah perusahaan lab kalibrasi masih sedikit dan tidak merata di seluruh Indonesia, Alfakes ke depan harus mampu lebih mengatur dan mengayomi para anggotanya, termasuk dalam menerapkan tarif uji lab kalibrasi yang dapat menutupi biaya operasional perusahaan," katanya.

Ia juga menyoroti fungsi Balai Pengamanan Fasilitas Keamanan (BPFK) milik pemerintah yang seharusnya melayani rumah sakit dan puskesmas dengan modal terbatas, namun pada kenyataannya, BPFK saat ini juga melayani rumah sakit (swasta dan pemerintah) skala besar, padahal BPFK menerapkan tarif kalibrasi bersubsidi yang lebih rendah, sehingga kenyataan itu cukup mengganggu perusahaan kalibrasi swasta.

"Pengurus Alfakes ke depan harus mampu memimpin dan menjadi solusi bagi permasalahan yang dihadap perusahaan lab kalibrasi, misalnya jangan membiarkan terjadi perang harga dalam penetapan tarif kalibrasi, karena pada akhirnya, anggota Alfakes akan saling bersaing dan mementingkan diri sendiri," katanya. [yss]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun