Mohon tunggu...
Rahmat Hidayat
Rahmat Hidayat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penjaga Toko | Toko Rahmat Mandiri | Membaca | Menulis | Puisi | Sosial Budaya | Diari | Jeneponto | Sulawesi Selatan | Email : rahmatcembo@gmail.com | Blog : lentera-turatea.blogspot.com |

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Fenomena Pilkada: Fajar Menyerang, Budi yang Membalas

26 November 2024   22:31 Diperbarui: 26 November 2024   22:31 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi politik uang. Sumber : pixabay.com / Frank_Rietsch

Tinggal menghitung jam para pemilih akan datang ke TPS untuk menyalurkan suaranya pada Pilkada serentak tahun ini. Masa tenang pun sudah berlangsung beberapa hari ini setelah semua paslon merampungkan kegiatan kampanyenya. 

Setiap paslon yang bertarung pastinya menginginkan sebuah kemenangan, tetapi tak bisa dipungkiri jika hanya satu paslon yang akan memenangkan. Maka tak ada jalan lain kecuali mengoptimalkannya di masa kampanye.

Di masa tenang seperti saat ini sudah tak diperbolehkan lagi kepada semua paslon untuk melakukan kampanye. Semua paslon pun dihimbau untuk menertibkan seluruh alat peraga kampenya (APK) yang masih terpasang.

Namun ada fenomena yang kerap kali menjadi perbincangan di tengah masyarakat. Entah diterima atau ditolak, fenomena politik uang (money politics) sudah sangat mengakar dalam proses demokrasi kita selama ini.

Politik uang atau biasa dikenal dengan istilah serangan fajar merupakan pertanda rusaknya proses demokrasi yang kita jalankan. Memberikan suatu imbalan guna menukar dengan satu suara seakan sudah menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat. 

Penentuan kepala daerah yang semestinya dilakukan dengan proses yang bersih dan adil menjadi tercederai dengan adanya praktik seperti ini. Maka bukan tidak mungkin jika pemimpin yang lahir dari praktik kotor justru menciptakan tata kelola pemerintahan yang juga kotor. Bukannya mengedepankan kepentingan umum, malah mengutamakan kepentingan pribadi dan keluarga.

Praktik money politik yang dipertontonkan mengindikasikan besarnya dana yang digelontorkan bagi paslon yang berbuat demikian. Maka untuk mengembalikan dana yang digunakan untuk money politik, maka jalan yang melanggar konstitusi seperti tidakan korupsi pun pasti akan ditempuh.

Perilaku money politik yang semakin banyak dilakukan untuk mempengaruhi atau mengubah pilihan politik seseorang seakan mempermainkan asas demokrasi. Alih-alih melihat dan menjajaki visi-misi yang diusung oleh para paslon, pemilih justru lebih terpikat dengan besaran dana yang dikucurkan. Tindakan seperti ini menjadi pendidikan politik yang tidak sehat di tengah masyarakat. 

Dengan melakukan tindakan money poltics maka besar kemungkinan seseorang akan mampu memenangkan pilkada. Namun tindakan ini tentu saja akan menuai polemik yang bisa berujung ke meja hijau sebagai sengketa pilkada sebab ada paslon yang akan keberatan.

Sementara fenomena yang kerap juga kita jumpai berkaitan dengan perilaku pasca pilkada yaitu perilaku balas budi paslon yang menang kepada seluruh simpatisan yang memberikan dukungan baik itu penggalangan suara atau pun sumbangan dana. Di titik inilah paslon akan diperhadapkan kepada janji-janji untuk kepentingan umum dengan janji-janji kepada kepentingan kelompok tertentu yang membantunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun