Mohon tunggu...
Rahmat Hidayat
Rahmat Hidayat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penjaga Toko | Toko Rahmat Mandiri | Membaca | Menulis | Puisi | Sosial Budaya | Diari | Jeneponto | Sulawesi Selatan | Email : rahmatcembo@gmail.com | Blog : lentera-turatea.blogspot.com |

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membaca Kembali Pandangan Hidup Demokratis "Cak Nur" di Tengah Pesta Demokrasi

3 September 2024   20:00 Diperbarui: 3 September 2024   20:14 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pilkada serentak 2024 adalah bagian  dari proses  yang sedang kita jalankan sebagai negara demokrasi. Pemilihan kepala daerah di seluruh wilayah Indonesia diharapkan menjadi momen fundamental menentukan sosok pemimpin yang akan membawa masyarakatnya kepada kesejahteraan dan kemajuan. Pilkada seyogyanya menjadi proses pendidikan demokrasi  bagi semua elemen, terutama para pihak yang ikut bersaing dalam kontestasi pilkada diharapkan memiliki pandangan yang baik terhadap kehidupan berdemokrasi, sebab kemajuan demokrasi sangat ditentukan oleh pemahaman para pelaksana itu sendiri.  Melihat berbagai fenomena demokrasi yang terjadi akhir-akhir ini, mengetuk hati dan pikiran kita bagaimana seharusnya menjalankan demokrasi. Oleh karena itu, ada baiknya jika kita membaca kembali  pandangan hidup demokrasi yang diperjuangkan oleh Nurcholis Madjid (Cak Nur), seorang tokoh intelektual yang kiprahnya dikenal sebagai pemikir pembaharu baik dari segi keislaman maupun keindonesiaan. 

Menurut pandangan Nurcholis Madjid, demokrasi ialah sesuatu yang dinamis, yang senantiasa bergerak, mundur ataupun berkembang. Oleh karena itu, menurutnya suatu negara dapat dikatakakan demokratis jika terjadi perkembangan ke arah yang lebih baik dalam menjalankan nilai-nilai demokrasi. Dalam buku "Cak Nur Sang Guru Bangsa", karya Muhammad Wahyuni nafis, diuraikan setidaknya ada tujuh hal penting yang menjadi pandangan hidup demokrasi menurut Cak Nur yang telah berkembang baik secara teoritis maupun praktis, di negeri-negeri yang taraf demokrasinya terbilang mapan. Pertama, kesadaran akan kemajemukan. Menurut Cak Nur, hal ini bukan hanya pengakuan pasif akan kemajemukan, tetapi lebih kepada tanggapan positif terhadap kemajemukan itu sendiri secara aktif. Dari pandangan pertama ini, kita dapat menilai bagaimana seharusnya melihat kemajemukan sebagai suatu hal yang harus diperjuangkan dan dilibatkan dalam proses demokrasi. 

Kedua, kesadaran akan musyawarah. Menurut Cak Nur, pandangan musyawarah menuntut agar setiap orang menerima kemungkinan terjadinya "partial functioning of ideals", yang menjadi pandangan dasar bahwa belum tentu, dan tidak harus, seluruh keinginan atau pikiran seseorang maupun kelompok akan diterima dan dilaksanakan sepenuhnya. Pandangan ini yang akan membawa kita bersikap dewasa dalam berpendapat, mendengarkan pendapat orang lain, menerima perbedaan pendapat , dan kemungkinan mengambil pendapat yang lebih baik. Ketiga, pandangan yang mewajibkan adanya keyakinan bahwa cara haruslah sejalan dengan tujuan. Pandangan ini tentunya menuntut keselarasan antara tujuan yang ingin dicapai dengan cara untuk mencapainya. Menurut Cak Nur, di antara keduanya tidak boleh bertentangan. Pertentangan yang terjadi antara cara dan tujuan, akan mengundang reaksi-reaksi yang dapat menghacurkan demokrasi.

Keempat, pandangan akan permufakatan yang jujur dan sehat. Menurut Cak Nur, permufakatan adalah hasil dari musyawarah, olehnya itu,kita dituntut untuk menguasai dan menjalankan permusyawaratan  yang sehat dan jujur guna mencapai permufakatan yang jujur dan sehat pula. Permufakatan yang dicapai dengan manipulasi dan taktik yang merupakan sebuah konspirasi bukan hanya dapat dikatakan permufakatan curang, cacat dan sakit, tetapi merupakan penghianatan terhadap nilai dan semangat demokratis. Kelima, terpenuhinya kebutuhan pokok pangan, sandang dan papan bagi masyarakat yang akan menjalankan kehidupan demokratis. Sulit dibayangkan berbicara dan menjalankan demokrasi tanpa terpenuhinya ketiga kebutuhan pokok masyarakat. Keenam, kesadaran akan pentingnya kerjasama antar masyarakat dan kepercayaan terhadap itikad baik masing-masing. Menurut Cak Nur, masyarakat yang terkotak-kotak dan saling mencurigai bukan hanya mengakibatkan tidak efisiennya cara hidup demokratis, melainkan dapat melahirkan pola tingkah laku yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi.

Ketujuh, pentingnya pendidikan demokrasi dengan memberikan contoh pentingnya integritas, dengan menjalankan yang dikatakannya baik dan meninggalkan yang dikatakannya buruk. Pada pandangan ini diharapkan kepada para pelaku yang terlibat dalam proses demokrasi menjadi teladan yang memberikan cotoh integritas atas keberlangsungan hidup berdemkrosi. Demikian tujuh pandangan hidup demokratis Cak Nur yang dianggap masih sangat relevan dengan kondisi demokrasi yang terjadi saat ini. Meski pandangan Cak Nur tentang kehidupan demokratis tidaklah mengikat namun, sangat penting untuk dijadikan rujukan dalam menjalankan proses demokrasi. Dapat dibayangkan sekiranya tujuh poin pandangan hidup demokratis Cak Nur tidak dijalankan, maka akan membawa bangsa kita kepada kemunduran kualitas demokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun