Mohon tunggu...
Ibnu Khayath Farisanu
Ibnu Khayath Farisanu Mohon Tunggu... Pengajar -

masih belajar - belum menjadi penulis produktif

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Korban Facebook dari Kabupaten Paser

25 Maret 2010   16:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:12 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ku sadari diri atas ketidaksempurnaan yang ku miliki. Pengetahuan dan pengalaman ku hanyalah tetesan kecil dari milik mu, wahai Bapak Tua -pemimpin ku yang bijaksana-. Aku masih terlampau muda untuk mengetahui dan memahami banyak hal yang mungkin belum siap untuk ku terima. Luapan jiwa muda ku sering dominasi tutupi akal pikiran ku. Tanpa ku sadari terucap kata," Yang Jelas Jangan Yang Sekarang Lagi,...Haram Jadah!" sebagai ekspresi muda itu yang ku ungkap melalui jejaring sosial buah teknologi internet saat ini.

Sakit ... terasa sakit di hati mu ketika anak mu yang masih muda belia ini berani ungkapkan umpatan yang sangat kasar. Percuma semua fasilitas yang pernah Engkau beri. Percuma semua usaha yang pernah Engkau lakukan. Percuma ... semua percuma ...!

Ku sadari itu telah sakiti hati mu. Dengan segala kerendahan hati, aku pun meminta maaf yang setulus-tulusnya. Permintaan maaf atas kebodohan anak muda ini yang benar-benar bodoh yang belum memahami apa pun.

Sayang ... Engkau yang ku anggap pemimpin bijaksana ternyata menutup hati atas permintaan maaf ku. Paku yang ku tancapkan ke dalam dinding hati mu ternyata membekas begitu dalam. Engkau pun mengadukan ku ke polisi karena telah mencemarkan nama baik mu.

[Revisi Baru]

Sayang ... Engkau yang ku anggap pemimpin yang bijaksana menerima permintaan maaf ku dengan beragam syarat. Seluruh rakyat Kalimantan Timur harus tau permintaan maaf ini. Paku yang ku tancapkan ke dalam dinding hati mu ternyata membekas begitu dalam. Engkau pun mengadukan ku ke polisi karena telah mencemarkan nama baik mu, yang sebenarnya karena ketidakmampuan ku tuk penuhi syarat permintaan maaf mu.

Ku tercengang dan terdiam atas semua langkah mu. Apa yang ku pahami dan terima selama ini bahwa seorang pemimpin yang bijak adalah pemimpin yang luas hati dan mampu memaafkan kesalahan, sebesar apapun itu. Pemimpin itu akan dengan sabar menjelaskan semua kesalahan ku dan mengembalikan langkah ku ke jalan yang seharusnya.

ALLAH YANG MAHA KUASA ... contoh kebesaran hati dari utusan MU yang tetap memaafkan orang yang melemparkan kotoran belum menjadi contoh yang bisa diikuti. Itu hanyalah OMONG KOSONG dalam kehidupan nyata! Bapak Tua -Sang Pemimpin ku- yang seharusnya menjadi suri teladan ternyata bukanlah pemimpin yang bisa mengikuti jejak utusan MU.

Ku hanya bisa ikuti dan jalani proses yang sudah terjadi. Hari-hari persidangan yang berlangsung akan menjadi pengisi hari-hari ku. Ku tidak berharap bebas ... namun sebuah pengetahuan dan pengalaman berharga dalam mengetahui dan memilih pemimpin sejati merupakan hal yang ku pelajari hari ini. Alhamdulillah atas semua pengetahuan dan pengalaman yang KAU limpahkan, wahai SANG MAHA PENGUASA!

* * *

[caption id="" align="aligncenter" width="150" caption="Persidangan 1 - 25 Maret 2009 "][/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun