Masih berita seputaran Valentino Rossi. Jangan pada protes ya…. Kan di sini lapak khusus Rossi gitu lho. Kalau mau cari berita soal Titatitut di lapak sebelah aja. Ada 3 berita tentang Rossi yang ingin saya sampaikan pada Anda yang menggilai Rossi dan membencinya (biar adil). Berikut ini 3 berita itu :
THE MASTERPIECE
Valentino Rossi Sabtu lalu menerbitkan buku baru yang berjudul “The Masterpiece”. Aslinya buku ini terbit dalam bahasa Italia (pastinya lah yaw) yang judulnya Il Capolavoro. Ini adalah buku kedua The Doctor setelah tahun 2005 ia menerbitkan buku otobiografi yang berjudul Pensa se non ci avessi provato? (What if I Had Never Tried It?). Kedua buku ini sama-sama ditulis oleh Enrico Borghi. Namun ada perbedaan di antara keduanya.
[caption id="attachment_145724" align="aligncenter" width="459" caption="Cover buku The Masterpiece atau Il Capolavor yang bikin puyeng (dok.sportrider.com)"][/caption]
Buku pertama menitikberatkan pada kehidupan Rossi ketika di Honda dan ketika pindah ke Yamaha dengan flash back kehidupan dia sebelum balapan. Sementara buku kedua menitikberatkan kiprah Rossi selama di Yamaha dan latar belakang kepindahannya ke Ducati. Tentu yang diceritakan adalah kisah-kisah yang tak diumbar media dan berdasarkan sumber dari Rossi sendiri, Masao Furusawa, Jeremy Burgess, Davide Brivio dan orang-orang yang ikut serta mendampingi Rossi di rentang tahun 2004-2010.
Pada peluncuran The Masterpiece di Bologna, Italia hadir Davide Brivio yang saat ini menjadi manager pribadi Rossi dan tentu saja penulisnya. Rossi tak hadir karena sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti rally Monza akhir pekan ini.
Saya belum tahu pasti bagaimana isi buku ini, karena di Indonesia belum ada. Namun dari berita di GP One saya bisa mengintip sedikit isi bukunya. Masao Furusawa sebenarnya merasa sedikit nervous ketika Rossi menyetujui pindah ke Yamaha dari Honda. Saat itu dia bilang bahwa jika Rossi menang dengan Yamaha maka itu akan jadi kredit tersendiri untuknya, tapi jika Rossi kalah maka kesalahan ada di pihak Yamaha.
Akhirnya kekhawatiran itu tak terjadi memang karena Rossi mendominasi MotoGP dengan titel juaranya. Lalu kenapa di Ducati ia tak bisa berbuat hal yang sama? Seperti kita tahu banyak sebab yang membuat Rossi keteter ketika menunggang Ducati.
Davide Brivio menjelaskan 2 hal yaitu faktor Casey Stoner dan Ban Bridgestone. Stoner cepat dan memiliki kemampuan untuk mendapatkan hasil maksimal dari motor yang ia naiki tapi Stoner tidak seperti Rossi yang memahami apa yang dibutuhkan dan apa yang harus dilakukan pada sebuah motor.
Terus soal ban, dulu tim bisa berbuat banyak pada set up ban dan membuatnya lebih fleksibel tapi sekarang hanya pabrikan Jepang yang bisa melakukannya dengan lebih baik. Tapi Davide memastikan bahwa seluruh tim bekerja dengan gairah yang sama, semangat yang sama dan komitmen yang sama di Ducati. Rossipun tak berhenti mengasah kemampuannya.
Jadi ada yang berani bilang bahwa masa Rossi sudah habis? Ayo berhadapan sama saya… berhadapan makan mie ayam sama-sama saya maksudnya sambil menunggu buku The Masterpiece edisi Bahasa Indonesia tiba.
RALLY MONZA
Italia punya even tahunan balap roda empat. Namanya Rally Monza dan sesuai namanya rally ini diadakan di Monza Italia. Untuk tahun 2011 Rally Monza dilangsungkan pada 25 November hingga 27 November 2011. Valentino Rossi merupakan pebalap yang setia mengikuti rally ini.
[caption id="attachment_145872" align="aligncenter" width="576" caption="Rossi di belakang stir Ford nya saat latihan di Rally Monza (dok.MotoGP-mania.com)"][/caption]
Tahun lalu ia absen mengikuti rally Monza karena cedera dan tempatnya di gantikan oleh sohibnya, mendiang Marco Simoncelli. Selain para pebalap dari WRC, IRC dan kejuaraan “24 hours of Le Mans” rally Monza Minggu ini diikuti juga oleh para pebalap Italia yang biasa wara wiri di MotoGP. Selain Rossi ada Andrea Dovizioso, Andrea Iannone dan Claudio Corti.
Ada yang special pada penyelenggaraan rally Monza kali ini, yaitu penyelenggaraan rally didedikasikan sebagai penghargaan untuk mendiang Marco Simoncelli. Maka tak heran jika banyak pebalap memasang angka 58 pada mobil masing-masing.
Rossi mengendarai WRC Ford Fiesta warna hitam dengan corak kuning dan merah serta tentu saja angka 46 dan angka 58. Mobil Rossi didesain oleh Aldo Drudi. Beberapa hari yang lalu Rossi melalui twitternya me-retweet follower yang memberinya foto ia dan Marco Simoncelli. Katanya ia sedang ingin mengenang Super Sic. Sabar ya mas Vale… semoga Sic damai di sana.
FASTEST THE MOVIE
Mark Neale yang membuat film tentang MotoGP, the Faster, bulan lalu meluncurkan film lagi yang berjudul Fastest. Kedua film ini sama-sama tentang balap MotoGP namun pada The Faster yang terbit 2003, menitikberatkan pada serunya persaingan antara Valentino Rossi dan Max Biaggi. Pada Fastest film berkisah tentang semua yang terjadi di MotoGP di kisaran tahun 2010 yaitu bagaimana kiprah Valentino Rossi dan para pebalap muda lainnya.
Film ini berbentuk documentary maka semua yang ada dalam film itu adalah yang sebenarnya terjadi. Baik ketika balapan berlangsung ataupun ketika di luar trek. Untuk Anda yang tak kuat jantungnya saya menyarankan tak melihat film ini karena Mark Neale membuat film ini lebih seru dan dramatis dari balapan yang sebenarnya.
Menariknya adalah di film ini ada komentar dari beberapa pebalap papan atas yang tak dikatakan pada media. Jorge Lorenzo misalnya. Tentang Rossi ia bilang, “Rossi memang telah menang di banyak balapan, tapi ia bukan Tuhan, Rossi bisa dikalahkan”.
[caption id="attachment_145733" align="aligncenter" width="597" caption="Rossi dan Lorenzo ketika duel di Motegi tahun 2010 (dok.MotoGP.com)"][/caption]
Kalimat ini cocok dengan pertempuran yang terjadi antara Lorenzo dan Rossi ketika di Motegi tahun lalu. Kedua pebalap yang saat itu masih satu tim memang berduel hebat, dan Fastest mengabadikan duel keduanya dengan indah.
Pebalap juga manusia. Itulah yang tercermin pada Rossi di film Fastest. Sejago-jagonya pebalap ada saatnya dia sial juga. Sekuat-kuatnya mental pebalap ada saatnya ia lemah juga. Saat Rossi jatuh di Misano ia bilang bahwa ia merasa sangat putus asa ketika tahu kakinya patah. Mungkin Rossi takut karir balapnya akan berakhir saat itu juga.
Ada lagi komentar dari mendiang Marco Simoncelli, ia bilang, “di trek kami saling bunuh dengan pebalap lain, tapi di luar trek kami minum bir bareng”. Artinya perseteruan di dalam trek tidak terbawa keluar arena. Namun penekanan pada kata “bunuh” membuat komentar Marco menjadi sangat berarti. Marco akhirnya “terbunuh” di atas aspal lintasan.
Saya tak tahu apakah Fastest akan di putar di Indonesia, namun untuk mengobati rasa penasaran Anda silakan intip trailer film Fastest di sini http://www.facebook.com/photo.php?v=10150175846571596 .
Note : Dari berbagai sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H