[caption id="attachment_210511" align="aligncenter" width="640" caption="Tahu Sumedang.... siapa mau? (dok.yyt)"][/caption]
Halo teman… sudah makan siang? Pastinya sudah. Buat Anda yang belum makan siang nih saya kasih tulisan, walau tulisan nggak bikin kenyang setidaknya Anda bisa mengisi waktu sembari menunggu pesanan makan siang datang.
Ceritanya lebaran kemarin dalam perjalanan dari Jogjakarta menuju Bandung saya melewati daerah Sumedang. Kalau menyebut kota Sumedang apa yang ada di benak Anda? Tahu Sumedang.. yap.. tahu Sumedang.
[caption id="attachment_210512" align="aligncenter" width="640" caption="Ada yang berani mencelupkan tangan ke dalam wajan ini (dok.yyt)"]
Tahu Sumedang memang khasnya kota Sumedang. Begitu memasuki wilayah Sumedang Anda akan menemui penjaja tahu Sumedang di sepanjang jalan. Tahu digoreng di tempat jadi ketika Anda membelinya, Anda masih merasakan panasnya tahu Sumedang yang baru diangkat dari wajan.
Saya yakin Anda tahu bagaimana rasanya tahu Sumedang. Gurih dan asin menyeruak di lidah ketika si tahu memasuki mulut. Tambah rasa pedas dari cabai rawit yang menemani si tahu saat dikunyah. Biasanya saya memakan 5 cabai rawit sebagai peneman satu tahu Sumedang. Saya memang suka pedas.
[caption id="attachment_210513" align="aligncenter" width="640" caption="Menggarisi tahu agar sama ukurannya (dok.yyt)"]
Ada beda yang paling mencolok antara tahu Sumedang dengan tahu kebanyakan. Tahu Sumedang dalamnya kopong tak banyak isi. Ini ciri khasnya. Kulit tahu Sumedang berwarna coklat dan sedikit beremah. Ini ciri lainnya lagi.
Hari masih pagi ketika saya beristirahat di sebuah pom bensin persis di sebelah warung tahu Sumedang. Si pemilik warung sedang asyik menggoreng tahu ketika saya datang. Wajan yang besar penuh dengan minyak panas hingga asap mengepul dari penggorengan.
[caption id="attachment_210514" align="aligncenter" width="640" caption="Hijau dimana-mana (dok.yyt)"]
Di sebelahnya ada tumpukan tahu yang sudah matang dan menggoda siapapun yang melihatnya untuk mengambil dan memakannya. Harga tahu Sumedang adalah sepuluh ribu rupiah untuk dua puluh lima tahu. Cukup murah. Keranjang dari anyaman bambu menjadi tempat si tahu saat tahu dibawa pergi. Cukup ramah lingkungan.
Sepagi itu saya asyik makan tahu dengan cabe rawit segar yang sepertinya baru dipetik. Sebuah pagi yang sempurna menurut saya. Kenapa sempurna? Karena ternyata pemandangan yang ada di belakang pom bensin ini begitu mempesona. Lihat saja fotonya. Betapa rindunya saya untuk datang lagi ke sana.
[caption id="attachment_210515" align="aligncenter" width="640" caption="Ada ikannya nggak ya di sungai ini? (dok.yyt)"]
Tahu kopong… tahu Sumedang. Semoga kita tak kopong seperti isi tahu Sumedang. Ngomong-ngomong.. Pak Beye adalah penyuka tahu Sumedang juga lho. Anda pasti tahu Pak Beye kan? Itu lho yang pidato semalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H