Mohon tunggu...
Ya Yat
Ya Yat Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

Penyuka MotoGP, fans berat Valentino Rossi, sedang belajar menulis tentang banyak hal, Kompasianer of The Year 2016, bisa colek saya di twitter @daffana, IG @da_ffana, steller @daffana, FB Ya Yat, fanpage di @daffanafanpage atau email yatya46@gmail.com, blog saya yang lain di www.daffana.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pulau Harapan, Takut... tapi Indah Melenakan

21 Agustus 2015   17:49 Diperbarui: 21 Agustus 2015   17:58 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anda bosan dengan ribuan gedung-gedung yang ada di Jakarta dan pengen suasana berbeda? Tapi nggak jauh dari Jakarta dan cuman punya waktu sedikit buat berwisata? Capcussss ke Pulau Seribu yuk. Baberapa pulau di Kepulauan Seribu menyuguhkan pemandangan yang eksotik. Buat Anda yang menyukai suasana pantai tapi nggak punya waktu dan dana banyak buat liburan bisa menyambangi salah satu pulau di Kepulauan Seribu. Ada beberapa pulau yang punya suasana eksotis, yaitu Pulau Harapan, Pulau Bidadari, Pulau Tidung, Pulau Pramuka, Pulau Pari dan lain-lain.

Saya dan teman-teman mengunjungi Pulau Harapan, Sabtu 15 Agustus 2015 kemarin. Karena pengen liburan dengan biaya seminim mungkin, kami berangkat dari pelabuhan kaliadem di Muara Angke. Seumur-umur baru kali itu saya ke wilayah Muara Angke. Kami tiba di Muara Angke sebelum setengah tujuh pagi. Hari itu awal long weekend, jadi saat tiba di gerbang Muara Angke kami sudah disambut dengan kemacetan yang ruaarrr biasa. Terpaksa kami turun dari mobil dan niatnya jalan kaki menuju ke pelabuhan. Ternyata di tengah jalan ada angkutan (mobil odong-odong) yang bisa membawa kami ke pelabuhan. Ongkosnya lima ribu rupiah per orang.

Perjalanan menuju pelabuhan dihiasi macet, genangan air dan bau yang bikin saya mabok. Namanya juga pasar ikan.. di sepanjang jalan ada area penjemuran ikan asin yang luas banget. Tau cara bikinnya seperti ini saya nggak akan makan ikan asin lagi. Dermaga penuh dengan orang-orang yang mau pergi ke pulau juga. Wakil guide yang menunggu kami langsung mengarahkan kami untuk naik ke kapal Garuda Express yang akan membawa kami ke Pulau Harapan. Jangan bayangkan kapalnya seperti kapal fery yak karena kapal ini kapal kayu, dua tingkat dan sudah full dengan manusia yang akan liburan. Mungkin ada 500 an lebih di kapal ini. Sungguh saya nyaris balik pulang melihat kondisi ini.

Karena sudah full dan kalo dipaksa masuk bisa mengancam keselamatan kapal dan orang-orang di dalamnya, maka orang-orang yang nggak kebagian masuk ke kapal Garuda Express diarahkan untuk naik kapal yang satunya lagi, namanya Sena Express. Kondisi kapal ini sama dengan Garuda Express, full dengan manusia. Kapal sampai delay dua jam gara-gara pengawas Dishub di dermaga melarang kapal jalan gara-gara kepenuhan penumpang. Berbahaya katanya. Kebayang nggak sih.. berdesakan di kapal yang nggak tau kapan jalan dan panas pula. Untuk kedua kalinya saya berniat balik pulang.

Akhirnya nyaris jam 11 siang kapal baru diijinkan jalan. Oh iya, posisi saya di kapal ini adalah di ruang nahkoda bersama belasan orang. Saya berdiri di sisi sang nahkoda, udah kayak nahkoda pengganti aja saya. Di meja nahkoda nggak ada kompas penunjuk arah dan alat komunikasi standar yang bisa memberitahukan ke pengawas dermaga bila terjadi apa-apa. Jadi kapal jalan berdasarkan ingatan si nahkoda aja. Kalo nahkoda lupa arah dan nyasar.. yah paling kita cuma bisa berharap agar kapal ini berlabuh di Itali (ngarep).

Perjalanan dari Muara Angke menuju Pulau Harapan memakan waktu 3 jam. Kapal kayu melaju di sela hantaman ombak yang bikin kapal miring ke kiri dan ke kanan. Beberapa kali terdengar teriakan penumpang yang kaget saat kapal miring kena hantaman ombak. Bunyi "kriet.. kriet" dari kayu kapal menambah horor suasana. Perut rasanya diaduk-aduk. Banyak penumpang yang sudah mengeluarkan isi perutnya dengan sukses. Doa dan Istighfar terucap sepanjang jalan.. perjalanan ini membuat saya jadi ingat Tuhan. Di sela ketakutan saya akan hal buruk yang mungkin terjadi, saya melihat si nahkoda begitu tenang menghadapi ombak yang bikin kapal miring ke kiri dan ke kanan. Ketenangan si nahkoda membuat saya tenang.. untuk sedetik.

Penderitaan ini berakhir ketika kapal kayu menepi di dermaga Pulau Harapan. Terima kasih Tuhan.. kami selamat sampai tujuan. Lokal guide telah menunggu kami dan langsung mengantar kami ke homestay tempat kami menginap. Pulau Harapan penuh dengan rumah-rumah penduduk. Banyak diantaranya yang segaja disewakan untuk turis-turis domestik yang berwisata ke pulau ini. Saat long weekend begini, semua rumah yang disewakan telah full dengan wisatawan yang datang berombongan. Pulau Harapan sangat riuh. Kami bersembilan orang, menempati sebuah rumah dengan kondisi bagus dan punya dua kamar. Miko, lokal guide kami bilang, kami istirahat sebentar lalu pergi untuk snorkling. Yaelah.... mabok lautnya juga belum hilang.

Jam 3 sore kami berangkat ke Pulau Genteng Besar untuk snorkling. Lagi-lagi menggunakan kapal kayu tapi berukuran kecil. Biasanya kapal ini digunakan nelayan buat mencari ikan. Mabok laut hilang setelah kami melihat suasana laut dengan latar belakang pulau-pulau hijau. Tiga puluh menit perjalanan dari Pulau Harapan ke Pulau Genteng Besar. Ada beberapa kapal dengan serombongan penumpang saat kami tiba di Pulau genteng Besar. Mereka sedang snorkling juga. Setelah jaket pelampung dan kacamata dibagikan kamipun nyemplung ke laut.. Byyuuuuurrr.....

Mestinya kami ke satu pulau lagi buat snorkling tapi karena hari sudah sore dan temen-temen juga capek maka kamipun balik pulang. Angin laut menyegarkan dan langit yang menyemburatkan warna matahari menjelang tenggelam menemani kami kembali ke Pulau Harapan. Setelah mandi dan makan malam, kami dijemput Miko untuk ber-barbeque-an. Makan ikan bakar di pinggir pantai, di bawah langit penuh bintang sambil mendengar alunan lagu-lagu betawi dari para penyanyi di panggung hiburan dekat dermaga sungguh melenakan. Saya lupa dengan perjalanan menakutkan tadi siang.

Minggu, 16 Agustus 2015 adalah hari terakhir kami di Pulau Harapan. Kami memang hanya dua hari satu malam di pulau ini. Jadwal pagi ini adalah jelajah pulau. Setelah sarapan, kami menuju Pulau Bira menggunakan kapal kayu yang kami pakai snorkling kemarin. Pulau Bira tak seriuh Pulau Harapan. Di pinggir pantai Pulau Bira berjejer rumah-rumah yang disewakan untuk wisatawan, tapi kondisinya nggak sepadat Pulau harapan. Pulau ini cocok untuk Anda yang benar-benar ingin menikmati suasana pantai dan pulau yang sepi. Pasir putihnya begitu lembut terasa saat terinjak kaki.

Inginnya kami lama menikmati suasana pantai Pulau Bira, sayangnya kami harus kembali ke Jakarta siang itu. Kapal kayu Garuda Express yang akan membawa kami ke Jakarta dijadwalkan tiba di dermaga jam 11 siang. Jadi kami pergi dari Pulau Bira yang suasananya bikin adem hati. Balik ke homestay cuma untuk ambil tas dan kami jalan menuju dermaga. Ratusan orang sama akan kembali ke Jakarta juga. Bayangan saya pasti kapal akan overload seperti saat berangkat kemarin. Jalan dermaga yang lebarnya dua meteran penuh sesak dengan penumpang yang akan kembali ke Jakarta dan penumpang yang baru datang dari Jakarta. Benar-benar penuh sesak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun