[caption id="attachment_90992" align="aligncenter" width="604" caption="Pak Beye dan Keluarganya (dok.yyt)"][/caption]
Seri terakhir dari tetralogi buku Pak Beye yang ditulis oleh Mas Wisnu Nugroho telah terbit kemarin. Launchingnya dilakukan di Istora Senayan berbarengan dengan pembukaan Kompas Gramedia Fair. Ada pak Jusuf Kalla yang hadir juga karena buku Pak Kalla dan Presidennya juga kemarin diterbitkan. Kali ini saya akan membahas mengenai buku Pak Beye dan Keluarganya. Buku Pak Kalla nanti dulu ya.
Hadir dengan cover warna merah, buku ini jadi buku yang paling saya suka warnanya. Kalau dilihat dari sukanya saya pada warna covernya saya tempatkan buku ke empat yang berwarna merah ini di posisi pertama, buku kedua yang berwarna biru di posisi kedua, buku ketiga yang berwarna hijau di posisi ketiga dan buku pertama yang berwarna coklat muda di posisi ke empat. Eh kok jadi ngomong soal warna.
Di buku ini Pak Beye jadi lebih membumi menurut saya. Walaupun belum sepenuhnya membumi seperti maunya kita. Meski berjudul Pak Beye dan Keluarganya, buku ini tak melulu bercerita tentang keluarga tapi juga tentang kesukaan Pak Beye pada tahu, bakso, lagu sampai puisi. Anda sudah taukan kalau presiden kita ini sangat menyukai seni. Saking sukanya pada seni sampai judul lagu ciptaannya termasuk soal penting dalam penerimaan pegawai negeri beberapa waktu lalu. Makanya jangan protes kalau lagu Pak Beye diperdengarkan di istana pada saat perayaan hari kemerdekaan negara kita tahun lalu. kapan lagi kita bisa mendengar lagu Pak Beye dinyanyikan dengan semangat oleh generasi muda kita yang berseragam biru.
Di belakang laki-laki hebat ada wanita yang hebat, Anda pasti percaya kalimat ini. Ada tiga perempuan penyandang nama Yudhoyono yang melekat erat dalam kehidupan Pak Beye. Bu Ani di posisi pertama. Ibu Ani adalah sosok yang cerdas di balik kelembutannya. Bisa jadi malah lebih cerdas dari Pak Beye sendiri menurut saya hehehe. Ibu negara ini selalu mendampingi kemanapun Pak Beye pergi. Bahkan ketika Pak Beye pergi tanpa Bu Ani, kepergiannya ini malah batal karena sesuatu hal. Negara Thailand yang dituju untuk menghadiri acara ASEAN Summit, kondisinya sedang tak menentu. Terlalu berbahaya bagi presiden kita untuk pergi ke sana. Maka batal lah kali pertama Pak Beye pergi tanpa Bu Ani. Kalau Anda tetap pergi tidak ya walaupun istri tak mendampingi. Kalau saya tak keberatan, selama kembali segera dan bawa duit tentunya hahahahahah. Eh maaf ya.. ngelantur lagi.
Selain Bu Ani ada Mbak Annisa Pohan. Mbak Annisa menyandang nama Yudhoyono karena menikah dengan Mas Agus anak tertua Pak Beye. Mbak Annisa yang cantik adalah anaknya Pak Aulia Pohan yang pernah merasakan dinginnya AC di hotel prodeo karena kasus korupsi. Lalu perempuan Yudhoyono ketiga adalah Almira Tunggadewi, buah cinta Mas Agus dan Mbak Annisa. Almira masih balita. Layaknya balita yang lagi lucu-lucunya, kehadiran Almira bisa membuat adem suasana hati Pak Beye yang kadang tak menentu karena situasi negara. Hati yang gundah gulana akan ceria lagi setelah melihat senyum Almira. Anda juga begitu bukan? Semarah-marahnya Anda pada sesuatu, yang membuat hati panas tak terkira, melihat senyum anak-anak kita, marah akan hilang entah kemana. Adem. Karena itu saya sering kali tak bisa percaya, pada orang tua yang menganiaya buah hatinya hingga nyawa lepas dari badannya. Juga sering kali tak bisa percaya pada hukum negara yang kadang memihak kepada mereka yang telah menganggap anak-anak bukan manusia dan bisa berbuat sesuka hati padanya. Semoga Pak Beye ingat bahwa banyak anak bangsa yang harus dijaga dan disayangi seperti halnya Almira.
Sekarang mari kita bicara tentang laki-laki kebanggaan Pak Beye, Mas Agus dan Mas Ibas. Mas Agus si anak tertua mengikuti jejak ayahnya menjadi tentara. Karena itu tak terdengar sepak terjangnya di dunia perpolitikan kita. Biarkan saja, belum waktunya Mas Agus ikut serta dalam hiruk pikuk dunia politik kita. Yang sudah terjun dalam dunia politik kita itu justru Mas Ibas, adiknya Mas Agus. Masih muda usianya tapi sudah punya prestasi luar biasa. Jadi juara se Indonesia yang membuatnya berkantor di gedung DPR sana dan juga menjadi Sekjen bagi partai bapaknya. Itu semua dilakukan tanpa harus bersusah payah membuang tenaga meneriakkan janji-janji surga. Cukup diam saja dan timnya yang bekerja. Karena itu jika Anda belum mendengar Mas Ibas bersuara maklumi saja. Mas Ibas tak biasa berkoar-koar seperti kebanyakan para politikus kita. Biasanya Mas Ibas hanya diam, mengamati dan..... apalagi ya? Ada yang bisa bantu saya?
Sudah menjadi hal wajar di negara kita bila kekuasaan yang tadinya ada pada orangtuanya, nantinya akan diteruskan lagi oleh anaknya. Dalam hal ini Pak Beye telah menyiapkan sosok putra mahkota yang akan jadi penerusnya. Bukan cuma satu tapi dua. Kalau putra mahkota masih belum cukup matang ada istri yang cerdas di belakang Pak Beye. Meski ambisi Bu Ani untuk meraih kursi R1 masih malu-malu mengemuka, bukan tak mungkin nantinya Bu Ani akan maju juga. Karena Anda tahu sendiri, apa sih yang tak bisa terjadi di dalam dunia politik kita. Siapkan sekoci dari sekarang kalau anda ingin menyelamatkan diri.
Ada hal yang cukup mengagetkan buat saya yaitu hadirnya Yudhoyono ketujuh dalam keluarga Pak Beye. Kalau menurut saya keluarga adalah orang yang mempunyai hubungan pertalian darah dengan kita. Makanya saya masih heran dengan kehadiran orang ini. Nama aslinya Cho Yong Joon. Tadinya ia adalah warga negara Korea. Namun setelah memutuskan untuk menjadi warga negara Indonesia namanya berubah menjadi Djoko Yudhoyono. Pak Djoko merupakan teman dekat mertua Pak Beye, Pak Sarwo Edhie Wibowo. Pak Djoko yang pengusaha telah aktif dalam kepengurusan Partai Demokrat sejak 2004. Cintanya pada negara Indonesia direalisasikan dalam bentuk investasi sebesar 20 juta dolar AS untuk program Pak Beye tentang energi alternatif dari biji pohon jarak di Pandeglang, Banten. Sungguh bukan nilai uang yang sedikit jumlahnya. Karena itu pantas saja jika nama Yudhoyono dilekatkan padanya. Saya cukup mengerti tentang hal ini meski masih heran juga.
Masih banyak hal lain yang penting dan tidak penting di buku ini. Silahkan Anda baca sendiri atau kalau tak punya bukunya berselancar saja di lapak penulisnya, Mas Wisnu Nugroho, di Kompasiana. Saya tak mungkin menulis semuanya di sini karena saya takut Anda bosan karenanya. Oh iya, bosan adalah judul tulisan penutup di buku Pak Beye dan Keluarganya. Kenapa "Bosan" yang jadi penutupnya ya?
Salam bosan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H