Mohon tunggu...
Ya Yat
Ya Yat Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

Penyuka MotoGP, fans berat Valentino Rossi, sedang belajar menulis tentang banyak hal, Kompasianer of The Year 2016, bisa colek saya di twitter @daffana, IG @da_ffana, steller @daffana, FB Ya Yat, fanpage di @daffanafanpage atau email yatya46@gmail.com, blog saya yang lain di www.daffana.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mei 1998 dalam Ingatan Saya

10 Mei 2010   08:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:18 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_137721" align="alignleft" width="300" caption="merah putih jangan terkoyak sumber tts.web.id"][/caption] Beberapa hari ke depan kita akan memperingati hari yang menjadi sejarah hitam bangsa ini. 12 tahun lalu di tanggal 13 - 14 Mei telah terjadi kerusuhan yang memporak porandakan kondisi Jakarta yang kita cintai. Saya tak ingin menulis tentang apa dan bagaimana itu bisa terjadi. Biarlah itu menjadi bagian pihak yang lebih pintar dalam menganalisa. Saya hanya ingin berbagi pengalaman ketika saya nyaris terjebak dalam huru hara yang terjadi. Waktu itu saya bekerja sebagai staf keuangan di sebuah perusahaan komputer yang berkantor di dalam arena PRJ Kemayoran. Kondisi saya sedang mengandung anak pertama dalam usia kehamilan menginjak 8 bulan. Tak ada firasat apapun ketika saya berangkat ke kantor di pagi hari. Sehari sebelumnya, demonstrasi mahasiswa di trisakti telah merenggut nyawa. Beberapa mahasiswa tertembak dalam demonstrasi itu. Televisi dan koran ramai memberitakannya. Orang tua saya ketika itu berpesan pada saya dan suami yang mengantar saya ke kantor untuk senantiasa hati-hati. Seperti biasa saya melakukan aktivitas rutin di kantor. Mengurus tagihan, laporan dan banyak lagi. Kurir di kantor saya berpesan agar tagihan diurus sepagi mungkin. Karena takut ada demonstrasi lagi, dan takut jalan jadi macet karenanya. Jam 9 pagi mereka sudah keluar dari kantor. Sekitar pukul 1 siang sekembali saya dari makan siang, seorang kurir yang sedang mengurus tagihan di daerah Jembatan Lima bilang, disana macet luar biasa dan dikhawatirkan dia tak bisa kembali sebelum jam 3 sesuai jadwalnya. Entah macetnya karena apa, karena banyak jalan yang ditutup dan tak tahu jalan ditutup untuk apa. Sementara kurir yang lain yang sedang berada di daerah Kebun Jeruk juga bilang jalan luar biasa macet. Saya masih berpikir itu karena kemacetan yang biasa. Jadi saya menjadwal ulang pembayaran kepada agen yang sedianya akan saya lakukan hari itu. Jam 2 siang, ada pengumuman dari pengelola Arena PRJ bahwa para karyawan tak diperbolehkan untuk meninggalkan gedung sementara waktu. Langsung kami para karyawan juga karyawan dari perusahaan lain panik luar biasa. Ada apa ? kami sibuk saling bertanya. Tapi tak ada yang bisa memberi jawaban. Belum sempat pimpinan saya mengkonfirmasi hal ini kepada pengelola, ada pengumuman lanjutan bahwa di luar arena PRJ telah terjadi beberapa pembakaran, dan kami disarankan untuk menunggu di dalam arena gedung karena relatif lebih aman. Saya ada di lantai 3 gedung itu. Teman saya yang sedang melihat keluar dari jendela kaca berteriak, kepulan asap hitam di beberapa tempat yang menjadi penyebabnya. Jantung saya serasa berdegup lebih kencang dari biasanya. Pimpinan saya memutuskan untuk mengikuti saran dari pengelola gedung sambil mencari tahu apa yang sedang terjadi. Ketika itu telepon genggam belum sebanyak sekarang. Kurir saya termasuk yang belum memiliki telepon genggam dan hanya berbekal radio panggil. Pimpinan saya meminta agar mereka lekas pulang ke rumah saja dan tidak kembali ke kantor. Dari teman IT yang mencari tahu lewat internet dan bertanya pada teman-temannya, kami tahu bahwa di luar sana telah terjadi kerusuhan. Banyak mobil yang dibakar. Apapun yang sedang kau kerjakan, tinggalkan dan pulang bila mungkin atau berdiam di tempat aman. Itu informasi yang teman saya dapat. Saya melihat wajah pucat teman-teman saya. Mungkin mereka memikirkan bagaimana kondisi keluarganya dan bagaimana caranya agar dapat pulang secepatnya. Lewat dari jam 15.30, belum ada pengumuman apapun dari pihak pengelola lagi. Pimpinan saya menawarkan pada para karyawan yang punya kendaraan pribadi untuk pulang. Sementara yang tidak memiliki kendaraan pribadi berdiam diri dulu di kantor mengamati situasi di luar. Teman IT saya di daerah cililitan rumahnya, dan bersedia melewati daerah rumah saya di Mampang. Setelah komunikasi dengan suami saya yang bekerja di daerah Lippo Karawaci yang tak mungkin menjemput saya, saya mengiyakan ajakannya untuk pulang bersama. Kami berboncengan naik motor keluar dari area kantor. Sebelumnya pihak keamanan gedung telah mewanti-wanti kami agar mencari jalan alternatif saja dan menghindari jalan protokol. Saya tak begitu mengerti tentang jalan alternatif yang kami lalui. Yang saya tahu, rute yang biasa saya lalui banyak yang ditutup. Saya percayakan saja pada teman yang membonceng saya. Di perkampungan di daerah Senen, saya melihat sesuatu yang tak pernah saya bayangkan terjadi. Orang-orang sedang menyerbu sebuah supermaket. Berbelanja ? bukan ! Mereka sedang mengambil barang barang dari dalam supermaket itu. Sebagian lagi menimpuki kaca-kacanya dengan batu. Tak cuma supermaket itu, sebuah bank yang ada di sampingnya pun menjadi sasaran. Kaca-kacanya sudah tak berbentuk. Sepanjang jalan itu saya melihat orang-orang berbondong-bondong membawa barang. AC, Kulkas, TV, komputer, entah dapat darimana. Tapi melihat bentuknya, sepertinya barang-barang itu tercabut dengan paksa dari tempatnya. Belum lagi gedung-gedung yang hancur kaca-kacanya di sepanjang jalan yang saya lewati. Saya melihatnya dengan rasa panik, takut dan bingung. Entah berapa lama kami keluar masuk jalan dan gang menghindari kumpulan orang-orang yang sedang berpesta batu, setelah belasan kali bertanya kepada orang di jalan, akhirnya kami sampai di jalan raya daerah matraman. Jangan dikira bahwa di sini keadaannya lebih baik, jalan raya hanya dilalui 1 - 2 motor, orang-orang bersorak sorai sepanjang jalan, menimpuki gedung-gedung di pinggir jalan, dan kendaraan yang dibakar massa bergelimpangan di tengah jalan. Sementara asap hitam membumbung tinggi dari kejauhan, dan ada di beberapa tempat. Gedung yang terbakar ? Saya berdo'a sepenuh hati, agar Tuhan masih mengijinkan saya sampai rumah dengan selamat dan bila sesuatu terjadi atas diri saya, saya berdo'a agar bayi dalam kandungan saya selamat adanya. Sekian lama kemudian kami sampai di Jl. Rasuna Said. Tak ada aktivitas apapun disitu. Jalan raya yang biasanya padat, kosong dari kendaraan. Pagar di depan gedung di sepanjang jalan ditutup, beberapa diantaranya dijaga petugas keamanan. Rupanya para karyawannya telah dipulangkan. Di sini tak ada aksi pembakaran ban atau timpukan batu ke kaca gedung. Saya bernafas lega, berharap daerah rumah saya aman kondisinya. Ternyata saya salah, lepas dari lampu merah Mampang, jalan raya ditutup lagi dan pemandangan ban terbakar terpampang di sepanjang jalan. Saya yang tahu jalan alternatif disitu akhirnya memilih masuk ke gang di sebelah supermaket yang lagi lagi sudah pecah kaca-kacanya, temboknya penuh coretan dan bobol pintu masuknya. Beberapa menit setelah itu akhirnya saya tiba di rumah dengan selamat, Tuhan masih melindungi saya, bayi saya dan teman yang telah mengantarkan saya hingga ke rumah. Sambil menenangkan diri, saya baru ingat bahwa sepanjang jalan tadi, tak satupun saya lihat tentara atau polisi yang mestinya mencegah kerusuhan tadi. Kemana ya mereka ? Sementara melalui layar televisi, saya tahu bahwa kejadian yang saya lihat tadi telah terjadi di seluruh Jakarta. Ya Tuhan. Kantor saya diliburkan 3 hari setelah hari itu. Teman saya banyak yang memilih menginap di kantor karena tak ada angkutan umum dan ada juga yang komplek perumahannya ditutup, tak mengijinkan orang masuk atau keluar dari komplek itu demi keamanan. Santer tersiar kabar bahwa kerusuhan itu lebih parah dari yang saya lihat. Banyak korban jiwa yang jatuh, belum lagi pemerkosaan, dan gedung-gedung yang luluh lantak di bakar. Duh... Saya bersyukur anak saya lahir dengan selamat sebulan setelah peristiwa itu, sehat wal afiat dan 12 tahun usianya kini. Semoga saja peristiwa itu tidak terjadi lagi di negara kita. Unjuk rasa, konflik atau apapun namanya .. semoga berakhir dengan damai saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun