[caption id="attachment_213641" align="aligncenter" width="640" caption="Coretan-coretan komik (dok.yyt)"][/caption]
Hampir kebanyakan orang suka komik. Anda tau komik kan? Komik adalah buku cerita yang alur ceritanya ditulis dalam gambar. Ceritanya bisa soal roman remaja atau soal pertarungan. Yang suka komik bukan cuma anak-anak kecil saja tapi orang dewasa pun banyak yang suka juga. Kebanyakan yang beredar di sini adalah komik Jepang. Manga sebutannya.
Bertahun lalu saya juga suka komik. Jaman itu ada komik ngetop yang judulnya Candy Candy. Saking ngetopnya komik itu ada versi film animasinya segala. Sebenarnya komik dan film animasi merupakan sebuah kesatuan yang tak terpisahkan. Kalau ada film animasi yang ngetop pasti nggak lama kemudian ada versi komiknya.
Begitu juga kebalikannya. Kalau ada komik yang ngetop nggak berapa lama pasti ada juga film animasinya. Mana yang lebih laku? Film animasi atau komiknya? Kalau ditanya ke anak saya pasti jawabannya dua-dua nya laku. Belum sreg baca komiknya kalau nggak nonton film animasinya.
Sepengetahuan saya baru komik Jepang yang sebegini booming. Indonesia punya komik juga. Kebanyakan adalah cerita berdasarkan dongeng. Bagus ceritanya dan mendidik menurut saya. Sayangnya komik Indonesia tenggelam di bawah komik-komik Jepang semacam Naruto, Detektif Conan, Doraemon, Dragon Ball dan lain-lain.
Film animasi Indonesia pun nggak mampu bersaing juga. Satu-satunya film animasi yang mampu menyaingi film animasi Jepang adalah Upin Ipin, itu juga film animasinya negara tetangga. Sayang ya, masa dari ratusan juta penduduk Indonesia nggak ada yang mampu membuat film-film animasi untuk membendung serbuan film animasi Jepang.
[caption id="attachment_213642" align="aligncenter" width="640" caption="Coretan komik lagi (dok.yyt)"]
Jadi jangan heran jika film animasi Doraemon bisa tayang di televisi kita sampai belasan tahun. Beberapa waktu lalu ada teman saya di twitter melemparkan ocehan. Dia bilang sejak SD hingga kuliah saat ini Doraemon nggak pernah berubah. Mungkin saya yang tumbuh terlalu cepat katanya. Sebuah ocehan yang lucu menurut saya tapi sekaligus menyadarkan bahwa telah lama sekali film dari Jepang ini menemani kehidupan kita.
Banyak beredarnya film animasi dan komik Manga mempengaruhi anak-anak saya juga. Selain hobi membaca komik Manga dan hobi menonton filmnya, dua anak saya juga hobi menggambar komik. Ada satu anak yang menurut saya berbakat (jangan protes ya, kan yang ngomong begini emaknya, nggak mungkin kalau saya bilang anak tetangga lebih berbakat hahaha).
Daffa, anak kedua saya, bisa lupa segalanya kalau sudah menggambar komik ala Jepang. Kalau soal cerita yah ceritanya masih acak-acakan sih. Lebih bagus cerita yang ditulis ibunya (narsis lagi deh), namun kalau soal gambar saya akan kalah jauh dari dia. Saya cuma ahli menggambar botol oli hahahaha.
Dari dulu memang ia suka menggambar, namun hobinya menggambar komik baru beberapa tahun belakangan ini. Entah sudah habis berapa lembar kertas ia gambari. Semuanya tersimpan rapi di kotak. Kadang kertas-kertas ini berisi cerita yang berurutan kadang juga nggak. Jadi se-mood nya dia aja gitu.
Tak ada waktu luang yang dilalui tanpa menggambar. Kalau ia sudah memegang pensil 2B dan kertas nah itu berarti dia akan segera pergi ke dunianya sendiri hehehe. Lucunya banyak juga temannya yang minta dia gambari dengan imbalan tertentu. Jangan berpikir harga selembar kertas yang penuh gambar komik dihargai mahal oleh teman-temannya, paling banter dia ditraktir oleh temannya di kantin sekolah hehehe.
[caption id="attachment_213644" align="aligncenter" width="640" caption="Asyik dengan dunianya (dok.yyt)"]
Tapi yang penting adalah gambar yang dibuatnya disenangi oleh teman-temannya. Itu sudah menjadi kepuasan tersendiri, gitu katanya. Saya setuju aja selama kegiatan menggambarnya ini nggak mengganggu kegiatan belajarnya di rumah dan di sekolah.
Beberapa teman menyarankan saya memasukkan ia dalam sebuah komunitas komik agar bakatnya tersalurkan. Setidak-tidaknya kalaupun dia tidak berbakat tapi dia bisa memperluas pergaulannya. Ada beberapa komunitas komik yang diinformasikan pada saya. Salah satunya adalah Akademi Samali.
Anda yang sudah mengintip acara Kompasianival tanggal 17 November besok pasti akan bertemu dengan komunitas komik ini karena Akademi Samali menjadi salah satu komunitas yang turut berpartisipasi di acara kompasianival (sama seperti Koplak Yo Band… uhukkkk). Akademi Samali banyak menyelenggarakan workshop soal membuat komik.
Akademi Samali hanya merupakan satu dari sekian banyak komunitas pecinta komik yang ada di sekitar kita. Komunitas-komunitas ini bisa berperan aktif seperti mengadakan workshop dan sejenisnya. Namun di luar komunitas-komunitas ini banyak juga orang-orang yang menulis cerita dalam bentuk komik di blognya. Contohnya Pandji Pragiwaksono, komedian Indonesia.
Bagaimana sebenarnya masa depan dunia komik sih? Apakah menghasilkan uang yang bisa menyejahterakan penulisnya? Iseng-iseng pertanyaan semacam ini terlintas di pikiran saya. Seorang teman saya memberikan informasi yang cukup mengejutkan. Katanya pembuat atau penulis komik yang sudah terkenal bisa menghasilkan enam puluh juta rupiah dari membuat satu edisi komik saja. Wuih.
Tentu terkesan matrealistis kalau saya langsung menghubungkan kesenangan anak saya menggambar komik dengan segi materi yang akan dia dapat kalau dia berkecimpung di dunia itu. Tugas orang tua adalah menyalurkan bakat anak sesuai dengan bidang yang disenanginya bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H