Mohon tunggu...
Ya Yat
Ya Yat Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

Penyuka MotoGP, fans berat Valentino Rossi, sedang belajar menulis tentang banyak hal, Kompasianer of The Year 2016, bisa colek saya di twitter @daffana, IG @da_ffana, steller @daffana, FB Ya Yat, fanpage di @daffanafanpage atau email yatya46@gmail.com, blog saya yang lain di www.daffana.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Gojek vs GrabBike, Ojek Pangkalan Mati di Tengah-tengah

13 Agustus 2015   19:14 Diperbarui: 13 Agustus 2015   19:14 4409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena ojek digital lagi booming. Gojek dan GrabBike banyak wara-wiri di jalanan. Katanya sih penghasilan dari ngojek ala Gojek dan GrabBike ini ini menggiurkan. Beberapa waktu lalu saya baca di sebuah media online, ada seorang manager resort yang berpenghasilan 8 juta sampai 10 juta rupiah sebulan resign dari perusahannya dan beralih jadi pengemudi Gojek. Berapa penghasilannya setelah jadi pengemudi Gojek? Rata-rata lima ratus ribu sehari dan pernah mendapat satu juta rupiah dalam satu hari saat ia ngojek full dari pagi sampai malam. Itung-itungan yuk.. kalau ia ngojek 25 hari kerja aja, dengan penghasilan lima ratus ribu rupiah perhari, maka dua belas juta lima ratus ribu rupiah masuk ke kantongnya dalam sebulan. Tanpa stress karena tekanan dalam pekerjaan. Menggiurkan? Sangat. Bahkan saya sempat berpikir buat jadi pengemudi Gojek (jujur).

Banyak memang yang sudah menjadi pengemudi ojek digital, tapi Gojek dan GrabBike merasa masih kurang. Kemarin GrabBike membuka pendaftaran buat menjadi pengemudi GrabBike di Senayan. Pendaftarnya menyentuh angka lebih dari tiga ribu orang. Tiga ribu orang melamar jadi ojek! Orang-orang ini adalah tukang ojek pangkalan, karyawan, pengangguran, mahasiswa, ibu rumah tangga dan lain-lain. Ojek pangkalan yang tadinya menolak ojek digital sekarang mulai melirik Gojek dan GrabBike.

Setelah Senayan riuh dengan pendaftaran menjadi GrabBike, hari ini, Gojek ikut-ikutan membuka lowongan buat menjadi pengemudi Gojek. Angka pelamarnya sama juga.. nyaris menyentuh angka tiga ribu orang. Enam ribu orang siap memenuhi jalan raya Jakarta dengan seragam Gojek dan GrabBike. Penumpang Ojek sekarang akan lebih mudah naik ojek digital, karena pengemudinya sudah makin banyak. Layaknya sebuah persaingan bisnis, GrabBike dan Gojek Indonesia juga bersaing ketat secara bisnis. Bisnis menguntungkan untuk pengemudi dan untuk penumpangnya.

Dari sisi penghasilan, GrabBike memberi 90 persen pendapatan untuk pengemudinya dan hanya mengambil 10 persen untuk perusahaan. Gojek memberi 80 persen untuk pengemudi dan mengambil 20 persen untuk perusahaan. GrabBike memberi tambahan asuransi dan iming-iming motor untuk pengemudi terbaik. Sementara Gojek memberi bonus lima puluh ribu rupiah bila dalam sehari pengemudi Gojek mengantar 10 penumpang. Pengemudi GrabBike dan Gojek juga diajarkan untuk melek teknologi karena order dilakukan melalui online. Itu keuntungan buat pengemudi.

Keuntungan buat penumpang adalah tarif yang sangat bersaing. Gojek sekarang memberi tarif 15 ribu rupiah untuk pengantaran maksimal 25 kilometer. Tadinya harga tarif promo ini adalah sepuluh ribu rupiah. GrabBike saat ini sedang promo dengan tarif lima ribu rupiah. Buat kita para penumpang, tarif murah ini sangat membantu kantong. Saya mengalami, naik Gojek lebih murah lima belas ribu rupiah dibandingkan dengan ojek pangkalan dengan jarak tempuh yang sama. Saya dapet pengemudi Gojek yang motonya keren lagi.. pengemudinya juga manis (ehhmmm).

Sengit banget emang persaingan duo ojek digital ini yang secara kebetulan, kedua pendirinya sama-sama lulusan Harvard School tahun 2009 meski berbeda kebangsaan dan secara kebetulan CEO Gojek, Nadiem Makarim mendirikan Gojek Maret 2011 dan CEO GrabBike Anthony Tan mendirikan GrabTaxi Maret 2011 juga. GrabBike pendirinya adalah orang Malaysia dan Gojek pendirinya adalah orang Indonesia. Secara dana, GrabBike jor-jor an mengeluarkan duit karena didukung oleh donatur Internasional yang juga mendanai GrabTaxi. Sementara Gojek juga didukung oleh investor yang saya nggak tau dananya berapa. Lalu gimana nasib ojek pangkalan?

Ojek pangkalan tadinya banyak menolak Gojek dan GrabBike. Tapi seiring berjalannya waktu dan dengan makin banyaknya pengemudi ojek digital dan makin banyaknya penumpang yang memilih naik ojek digital, mau nggak mau ojek pangkalan kudu memilih. Tetap jadi ojek pangkalan tanpa bisa menolak kehadiran ojek digital, atau beralih jadi pengemudi ojek digital, atau berhenti jadi pengemudi ojek dan beralih ke profesi lain setelah penghasilan kian minim. Bukan tidak mungkin pemain ojek digital bukan hanya Gojek dan GrabBike, tersiar gosip bahwa taksi biru akan bikin ojek digital dengan nama BluJek. Tentu ini masih jadi gosip. Namun ladang menggiurkan dari transportasi massal roda dua patut dilirik oleh pengusaha lain.

Bila ada pemain lain di ojek digital maka ojek pangkalan akan kian terkikis dan bisa jadi habis. Akan membahagiakan bila pengemui ojek pangkalan beralih profesi atau menjadi ojek digital dan mendapat pengahsilan lebih tinggi. Tapi jika habis.. dalam artian mati, kalah dalam persaingan dunia bisnis, kasian juga kan. Maka ojek pangkalan harus mulai memutar otak sejak sekarang, kreatif atau ikut arus. Namun siapapun yang akan bermain di bisnis ini, menurut saya penumpanglah pemenangnya.

 

Sumber foto : Kompas.com dan Merdeka.com

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun