Selama 8 tahun saya bergabung dengan Kompasiana, banyak hal yang telah saya dapatkan. Dulu.. sebelum saya mengenal Kompasiana, saya adalah orang yang malu-malu. Sekarang saya jadi orang yang malu-maluin. Saya berubah, Kompasiana pun demikian. Jika ingat Kompasiana di awal kelahirannya adalah rumah untuk kalangan terbatas (wartawan), maka saat ini Kompasiana telah membuka pintunya lebar-lebar menyambut siapapun yang datang.
Berkembangnya Kompasiana hingga seperti sekarang tentu tak luput dari kerja keras tim managemen Kompasiana yang menjaga Kompasiana tetap gagah berdiri. Juga karena kesetiaan para kompasianer yang meski misuh-misuh saat Kompasiana error, tapi nggak juga pindah ke lain hati. Meski tetangga sebelah menawarkan keuntungan yang lebihhhh dari Kompasiana sekarang ini.
Di Kompasianival 2017 kemarin, saya sungguh terkejut dengan kehadiran banyak kompasianer muda. Orang-orang yang tak pernah saya liat sebelumnya. Orang-orang ini usianya jauh di bawah saya, nampaknya dari kalangan mahasiswa, memenuhi pelataran Kemang Village tempat Kompasianival diselenggarakan. Mereka menyimak dengan seksama diskusi yang berlangsung di panggung utama.
Banyaknya kompasianer muda tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi Kompasiana. Artinya anak muda jaman now menganggap Kompasiana menarik makanya mereka mau bergabung dan menulis di Kompasiana. Terlihat dari riuhnya tulisan di Kompasiana yang ditulis oleh nama-nama yang baru saya dengar. Walau tulisan itu berupa artikel tugas dari dosennya, nggak masalah. Ini lebih bagus lagi, karena para dosen menganggap Kompasiana adalah media yang punya taji. Perkara kita mau membacanya atau tidak itu urusan belakangan... yekan.
Namun di balik kegembiraan saya dengan hadirnya para Kompasianer baru yang muda-muda itu, terbersit perasaan sedih. Sedih ternyata saya udah tua banget hikkkkssss (tersedu-sedu di dada Rossi). Juga sedih karena saya sadari Kompasianer muka lama yang jadul-jadul itu sekarang jauh berkurang. Banyak yang tulisannya tak lagi wara-wiri di halaman muka Kompasiana.
Menurut kabar burung yang tak dapat dipercaya kebenarannya, Kompasiana tak menarik hati para Kompasianer jadul lagi. Magnet nya sudah berkurang. Cinta sudah hilang dari hati akibat Kompasiana lari cepat dan Kompasianer jadul sulit mengikuti. Selain juga karena Kompasianer jadul sudah sibuk dengan urusan masing-masing, sekalinya nggak sibuk dan nengok Kompasiana eeehhh Kompasiana nya error. Ibarat mantan yang ditolak mentah-mentah karena nggak juga datang melamar (lebay).
Tema Kompasianival tahun ini sebenarnya bagus, Kolaborasi Generasi. Artinya Kompasiana emang terbuka untuk banyak generasi dan membiarkan generasi berbeda ini berkolaborasi. Namun.. kalo saya melihatnya sebagai... Kompasiana bikin golongan-golongan, ada kompasianer jadul, kompasianer milenial, kompasianer jaman now dan lain-lain. Ini bikin saya makin sedih.. karena saya tau saya nggak bisa masuk ke golongan kompasianer jaman now (tersedu-sedu lagi).
Daripada tersedu-sedu mengadu pada babang Valentino Rossi yang tidak peduli, lebih baik singsingkan lengan baju dan pasang ikat kepala, lalu buka laptop dan menulis. Karena cara kompasianer jadul tetap bertahan di tengah serbuan kompasianer jaman now adalah tetap konsisten menulis dan sempatkan untuk datang jika Kompasianival diadakan. Jangan biarkan kompasianer jadul makin berkurang, maju terussss kompasianer jadul!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H