Saya tidak pernah berpikir bahwa pada akhirnya saya akan akrab dengan dunia tulis menulis. Saat sekolah dan bekerja saya akrab dengan angka, pekerjaan saya tak jauh dari menghitung-hitung angka. Gara-gara jenuh dengan lingkup pekerjaan yang itu-itu saja saya membaca Kompasiana, lalu merasa terkompori untuk ikut menulis setelah membaca tulisan-tulisan asyik di Kompasiana. Harapannya sih tulisan saya dibaca oleh orang-orang yang membuka laman Kompasiana.
Ndilalahnya dunia menulis itu mengasyikkan. Menulis sebuah berita yang kita tahu duluan atau menulis opini kita terhadap sebuah berita itu sungguh menantang. Menulis itu sederhana tapi sesungguhnya tidak sederhana. Dalam menulis ada proses merangkai kalimat agar pesan yang ingin kita sampaikan dimengerti oleh pembacanya.
Buat saya ini butuh proses panjang. Saya masih ingat tulisan pertama saya yang sungguh acak adul. Sekarang sih lumayan rapi walau persentase acak adulnya belum hilang. Nggak apa-apa.. yang penting pede dan berani menulis kan. Ibaratnya seorang bayi, begitu lahir kan ada proses sampai dia berjalan. Bukkannya lahir langsung lari.
Lalu dalam soal materi, beberapa tulisan saya dihargai dengan jumlah yang tak saya bayangkan sebelumnya. Alhamdulillah ya sesuatu. Handphone sederhana tapi bukan jadul berhasil saya beli dari hasil menulis di blog. Lumayan buat cekrek cekrek dan upload serta eksis di sosmed serta beli kuota internet XL biar lancar internetan.Â
Namun kalo dipikir dengan hati sanubari yang terdalam.. sebenernya kepuasan saya dalam menulis bukan dari materi namun saya puas karena tulisan saya dibaca orang. Bahwa pesan dan informasi yang saya tulis diketahui oleh orang. Penting buat saya orang tahu kalau Valentino Rossi jadi juara. Penting buat saya kalau orang tau gimana situasi sirkuit Sepang saat balapan.
Buat saya menulis adalah cara saya untuk membuat otak saya terus bekerja dan hidup saya tidak tersia-sia. Jika saya menyia-nyiakan hidup bagaimana saya harus bertanggung jawab pada Sang Pencipta? Namun... dalam menulis satu hal yang selalu saya ingat dan saya hindari. Yaitu.. saya nggak akan menulis soal hoax dan tulisan yang bikin resah pembacanya. Tulisan hoax berpotensi menjaring banyak pembaca, namun apa bahagia kita jika masyarakat jadi resah karenanya.
Tulisan yang membuat resah masyarakat dan mengancam kerukunan itu banyak. Tak akan habis tulisan-tulisan seperti ini. Saya tak bisa menyuruh orang-orang yang menyebar hoax ini berhenti, namun saya berusaha memberi pesan positif dari tulisan saya dan berita yang benar dan bukan hoax. Baru ini yang bisa saya lakukan sebagai warga negara Indonesia. Dirgahayu Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H