"Puspaningrum.. saya ingin tau.. Â apa yang sedang terjadi di dalam Puspoyudan, kok sepertinya ramai sekali."
Kalimat ini saya dengar ketika saya memasuki ruang studio rekaman Cut2cut di bilangan Cawang Jakarta Selatan. 4 orang sedang berada di dalam ruang rekaman, membaca dialog sebuah cerita. Cerita itu adalah Asmara Di tengah Bencana yang memasuki season kedua. Sandiwara radio Asmara Di Tengah Bencana dibuat atas kerjasama dengan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Misinya adalah menyampaikan informasi tentang cara menanggulangi bencana yang dibalut dengan kisah cinta pada jaman kerajaan.
Yang seumur dengan saya (berasa tua nih) mungkin dulu pernah mendengar sandiwara radio di era Tutur Tinular dan Saur Sepuh. Dulu radio memang menjadi sarana hiburan kedua setelah televisi. Di jaman itu belum ada telephone genggam soalnya jadi berselancar di sosmed belum menjadi kebiasaan. Sandiwara radio menjadi acara favorit saya selain musik. Tutur Tinular dan Saur Sepuh adalah cerita mengenai jalan hidup manusia dalam drama percintaan di dunia persilatan.
Masuk ke era gadget yang serba digital saya melupakan sandiwara radio, disamping saya sendiri sudah sibuk dengan urusan pekerjaan, rumah tangga dan masalah hidup (halah). Ndilalahnya beberapa waktu lalu saya mendengar tentang adanya sandiwara radio Asmara Di tengah Bencana. Memori saya kembali ke masa Saur Sepuh, apalagi penggiat sandiwara ini adalah orang-orang yang sama membuat Saur Sepuh dan Tutur Tinular dulu.
Pak Indra Mahendra menyambut kedatangan saya. Pria ramah ini mengenalkan saya pada para pengisi suara yang sedang bercengkrama di ruang tamu, sambil menunggu gilirannya untuk merekam suara. Upssss... ada bu Ivone Rose, mbak Ajeng, pak Edi Dhosa dan banyak pengisi suara yang lain.. termasuk pak Ferry Fadli. Suara para pemain ini akrab dengan saya beberapa tahun lampau. Pak Edi Dhosa adalah pengisi suara Raden Samba di serial Saur Sepuh. Sementara ibu Ivone Rose... siapa yang tak mengenalnya. Â
Pak Indra Mahendra membawa saya ke ruang rekaman, untuk melihat proses rekaman suara. Ruangan terbagi 2, satu ruang untuk pak Indra dan pak Yoko memantau proses rekaman, serta ada satu orang lagi yang fokus memperhatikan layar monitor. Satu ruang lagi adalah ruang untuk rekaman suara. Ada 2 mik di ruangan ini lengkap dengan headphone. Suara dari ruang rekaman terdengan jelas ke ruang tempat saya dan pak Indra duduk. Dua ruang ini dibatasi kaca, sehingga saya bisa melihat para pengisi suara.
Suara pak Ferry Fadli masih terdengar sama seperti ketika ia mengsi suara Brama Kumbara. Masih empuk dan sangat khas. Sama khasnya dengan penampilan pak Ferry yang setia dengan ikat kepalanya. Di ADB 2 pak Ferry mengisi suara tokoh Jatmiko, tokoh sentral dalam ADB 2. Sambil memegang kertas bertuliskan dialog yang harus mereka ucapkan, para pengisi suara menunaikan tugasnya.
Yang menarik adalah para pengisi suara nggak pakai latihan dulu lho. Jadi ketika tiba gilirannya buat rekaman, para pengisi suara dipanggil masuk, lalu langsung merekam dialog berdasarkan naskah. Tak ada kesulitan sama sekali karena membaca dialog sudah seperti nafas sehari-hari kata pak Edi Dhosa, sudah terbiasa.